Sumber: Kobarkan Semangat Banteng, Yayasan Pembaruan, Jakarta, 1964. Scan PDF Brosur "Kobarkan Semangat Banteng"
ISI
I. Maju Terus untuk Landreform yang Konsekuen, Mengayang "Malaysia" dan Membentuk Kabinet Gotong Royong Berporos Nasakom
II. Ganyang Terus Imperialisme dan Revisionisme
III. Konsolidasi Pengintegrasian PKI yang Marxis-Leninis dengan Kaum Tani
Kawan-kawan yang tercinta!
Sepuluh bulan sudah berselang sejak Sidang Pleno I CC (Februari 1963) dari Kongres Nasional VII (April 1962) partai kita.
Selama 10 bulan itu rakyat pekerja Indonesia dengan partai kita dibarisan terdepan telah melakukan perjuangan yang hebat di bawah semboyan Sidang Pleno I CC yang sangat menjiwai dan memobilisasi: Berani, berani, sekali lagi berani!
Partai kita bersama Presiden Soekarno telah berhasil mengobarkan semangat keberanian di kalangan massa rakyat Indonesia yang luas. Tahun 1963 benar-benar telah menjadi “tahun keberanian”, dan satu kali keberanian sudah dibangkitkan serta sudah menjadi miliki rakyat, semua rintangan dan penghalang pasti akan dapat diganyang.
Bagi orang-orang revolusioner, terutama sekali kaum Komunis, tempatnya adalah di barisan depan dari massa yang terus meningkat kesadaran politik dan keberaniannya itu. Jika tidak demikian mereka berhenti menjadi orang revolusioner, menjadi tidak berguna atau menjadi penghalang gerakan massa revolusioner.
Di bawah semboyan Berani, berani, sekali lagi berani, anggota-anggota partai kita telah mengadakan kegiatan-kegiatan besar dan dalam kegiatan-kegiatan ini telah lebih tertempa kebulatan ideologi, politik dan organisasi partai kita dan ormas-ormas revolusioner sehingga parta dan ormas-ormas kita telah lebih bebas lagi melangkahkan kaki, mengayunkan tangan dan tinjunya kepada musuh-musuh rakyat.
Berkat keberanaian yang telah tumbuh, kita juga telah lebih tinggi mengibarkan Tripanji bangsa: Panji Demokrasi, Panji Persatuan dan Panji Mobilisasi. Perjuangan gagah berani daripada rakyat dan anggota-anggota partai kita telah menyebabkan bebasnya Irian Barat dan dicabutnya SOB yang terkutuk itu pada tanggap 1 Mei 1963, telah mendatangkan sedikit kelonggaran demokratis, dan persatuan nasional serta mobilisasi massa dalam mengganyang musuh-musuh Rakyat dan dalam membela kepentingan-kepentingan vitalnya telah menjadi lebih berkembang. Usaha-usaha kaum reaksioner untuk menciptakan susana “SOB tanpa SOB” dan untuk “mem-SOB-kan” kembali keadaan, mendapat perlawanan-perlawanan keras dari massa yang sudah mencicipi kembali demokrasi. Kaum reaksioner tentu akan meneruskan usaha-usaha mereka, seperti halnya mereka telah mengadakan gerakan rasialis “10 Mei” tahun ini, tapi dapat dipastikan bahwa perlawanan rakyat juga akan lebih hebat lagi.
Berkat semangat keberanian yang telah menjiwai seluruh barisan kita, kita juga telah lebih tinggi mengibarkan tripaji partai: Panji Front Nasional, Panji Pembangunan Partai dan Panji Revolusi 1945. Pada dewasa ini organisasi Front Nasional sudah berkembang luas dan kerjasama Nasakom pada umumnya bertambah baik. Persekutuan buruh dan tani sebagai basis front nasional sudah makin terkonsolidasi. Pengintegrasian warga negara keturunan asing, khususnya Tionghoa, dengan gerakan revolusioner sedang berjalan dengan pesat. Gerakan tani revolusioner mendapat kemajuan-kemajuan yang membesarkan hati.
Usaha memperhebat pembangunan partai ditandai oleh sukses Gerakan Akhiran Plan 3 tahun kedua dan sejak sekarang sudah dapat dipastikan bahwa Gerakan Awalan Plan 4 tahun tentang kebudayaan, ideologi dan organisasi juga berjalan baik. Perpaduan antara semangat keberanian yang berkobar-kobar dengan pekerjaan tekun melaksanakan Plan telah merupakan faktor utama dalam melanjutkan pembangunan partai kita, dalam mengubah imbangan kekuatan dalam negeri dan dalam usaha kita ikut menegakkan panji GKI yang Marxis-Leninis.
Kehangatan bara Revolusi Agustis 1945 mulai dirasakan kembali dan pelajajaran-pelajaran dari revolusi itu, terutama tentang peranan menentukan dari kaum tani dalam revolusi, makin dirasakan manfaatnya.
Kesimpulan Sidang Pleno I CC bahwa imperialisme AS adalah musuh nomor satu dan paling berbahaya dari rakyat Indonesia sepenuhnya dibenarkan dan diperkuat oleh peristiwa-peristiwa semala sepuluh bulan ini. Diperluasnya daerah-daerah Armada VII AS ke Samudera Indonesia merupakan pembenaran lebih jauh atas kesimpulan tersebut.
Berkat semangat keberanian yang makin meningkat, rakyat Indonesia telah bertekad bulan untuk mengganyang sampai habis apa yang dinamakan “Malaysia”, untuk menjalankan politik konfrontasi di segala bidang terhadap konsep imperialis sekarat ini. Kanyataan bahwa rakyat Indonesia sekarang berjuang mengganyang Malaysia merupakan bukti bahwa rakyat Indonesia disamping menyadari bahwa musunya yang nonor satu dan paling berbahaya adalah imperialisme Amerika Serikat, tetapi sekejap pun tidak lengah terhadap imperialis-imperialis lain. Dalam mengganyang Malausia kita menghadapi imperialisme Inggris yang disokong AS. Kanyataan ini juga membuktikan, bahwa selama kaum imperialis masih ada di sekeliling Indonesia, selama itu tekad harus tetap: satu tangan pegang bedil dan satu tangan lagi pegang pacul. Kita harus senantaiasa siap memukul kembali serangan musuh bersejata dengan senjata, dan bersamaan dengan itu siap membanting tulang untuk menanggulangi kesulitan-kesulitan ekonomi, khsusnya sandang pangan, dengan berdiri di atas kaki sendiri.
Dalam bulan November yang lalu telah dilaksanakan Ganefi dengan sukses besar. Tanpa semangat keberanian dari rakyat dan pemerintah Indonesia dalam melawan imperialisme dan revisionisme, Ganefo tidak mungkin sukses. Suksesnya Ganefo sekali lagi membuktikan keunggulan mutlak kekuatan-kekuatan baru yang sedang tumbuh (KBST, the NEFO) atas kekuatan-kekuatan lama yang masih bercokol (KLMB, the OLDEFO), keunggulan mutlak kekuatan-kekuatan anti-imperialisme dan kaki tangannya, membuktikan bahwa angin Timur berhembus lebih keras dari angin Barat, bahwa angin Timur memang telah mengatasi angin Barat. Kita menyebut Barat dan Timur tidak dalam pengertian geografis atau mata angin, tetapi dalam pengertian politik yang lumrah.
Dalam Sidang Pleno I CC kita telah menetapkan Tritugas praktis partai: 1) mengkonsolidasi kemenangan-kemenangan; 2) menanggulangi kesulitan-kesulitan ekonomi; dan 3) melawan neo-kolonialisme. Tugas-tugas ini masih tetap berlaku. Kemenangan-kemenangan yang sudah dicapai, seperti pembebasan Irian Barat, makin pulihnya keamanan, muliah pulihnya hak-hak demokrasi, pemutusan hubungan ekonomi dengan Malaya dan Singapura, Ganefo, meningkatnya rasa solidaritas internasional di kalangan rakyat, makin berkembangnya front nasional dan kerja sama Nasakom, berhasilnya tuntutan pembatalan peraturan “26 Mei 1963) yang telah diakui kegagalannya oleh pemerintah, meningkatnya tuntutan Kabinet Gotong Royong berporos Nasakom, pembangunan Partai, pembangunan ormas-ormas dan lain-lain harus kita konsolidasi. Kesulitan-kesulitan ekonomi harus terus ditanggunglangi. Neo-kolonialisme harus terus kita lawan, terutama Malaysia dan infiltrasi-infiltrasi politik, ekonomi dan kultural kaum imperialis yang dikepalai oleh Amerika Serikat.
Tugas menanggulangi kesulitan-kesulitan ekonomi, melawan terus Malaysia dan segala macam infiltrasi serta intrik-intrik kaum imperialis hanya dapat ditunaikan secara baik jika segenap kekuatan rakayat dapat dimobilisasi secara maksimal. Untuk itu kuncinya ialah adanya kebebasan demokratis yang lebih luas bagi rakyat. Tindakan-tindakan anti-demokrasi dan anti-rakayt, antara lain berupa tindakan mempersulit pelaksanaan perluasan kegiatan politik berdasarkan Penpres No. 5/63, merupakan pencerminan dari sisa-sisa menyakit komunisto-phobi, Nasakomo-phobi, Rakyat-phobi dan lain sebagainya yang masih menjangkiti sementara alan kekuasaan negara, dan harus dilawan. Ini perlu ditekankan, karena praktik-praktic semacam itu di sementara daerah aman merugikan bagi pelaksanaan “social-support” dan “social-control” seperti diharapkan pemerintah.
Berdasarkan pelaksanaan tritugas praktis tersebut, kita dapat menyokong program baru kabinet kerja yang belum lama berselang disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri I, Dr. Subandrio, kepada DPR-GR, yaitu: 1) Sandang pangan; 2) pengganyangan Malaysia; dan 3) meneruskan pembangunan. Program kabinet kerja ini sesuai dengan tritugas praktis partai kita.
Melaksanakan program baru Kabinet Kerja berarti melaksanakan bagian-bagian terpenting dari Panca-program Front Nasional. Tapi, pelaksanaan dari semuanya ini hanya mungkin jika dilaksanakan keputusan-keputusan Sidang Pleno Pengurus Besar Front Nasional tanggal 5-6 September 1963, yang intinya ialah: mengakhiri penyelewengan “26 Mei 1963” dengan konsekuen melaksanakan Deklarasi Ekonomi (Dekon)dan membentuk Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom. Khusus mengenai sandang pangan, juga menuntut syarat dilaksanakannya landreform dengan konsekuen, tidak seperti selama ini.
Dalam rangka mengkonsolidasi kemenangan-kemenangan yang sudah dicapati, perlu sekali mendapat penekanan msalah mengkonsolidasi kemanan, terutama mengingat bahwa kesulitan-kesulitan ekonomi sekarang sudah dan akan terus digunakan oleh kaum kontra-revolusioner untuk menimbulkan kembali gerombolan-gerombolan bersenjata, mula-mula bersifat kriminal, tapi kemudian diubah mejadi gerombolan politk kontra-revolusioner. Kaum imperialis tentu ingin memetik hasil lebih banyak dari peraturan-peraturan “26 Mei 1963” dalam rangka politik imperialis AS lewat DMI (Dana Moneter Internasional, IMF). Hasil sementara sudah mereka petik, yaitu makin membobroknya keadaan ekonomi Indonesia. Hasil lebih lanjut masih mereka tunggu, yaitu timbulnya gerombolan-gerombolan politik bersenjata kontra-revolusioner. Oleh karena itu, masalah sandang pangan adalah masalah kemanan, dan masalah keamanan adalah masalah sandang pangan. Masalah sandang pangan ini merupakan kunci pelaksanaan program pemerintah mengenai pengganyangan Malaysia dan meneruskan pembangunan.
Sidang Pleno I CC telah menegaskan bahwa dalam mengkonsolidasi keamanan, kaum progresif, tertuama kaum komunis, harus menganggap soal keamanan sebagai soalnya sendiri. Sesuai dengan ini, maka sesudah SOB dicabut, pertai mengajukan semboyan, “Untuk Tertib Sipil Bantu Polisi”. Dengan semboyan ini kerja sama rakyat dengan Angkata Bersenjata, khususnya Angkatan Kepolisisan, telah diperkuat lebih lanjut dengan dasar Manipol. Rakyat kita telah memperlihatkan tanggung jawab dan kemampunnya dalam turut menjaga keamanan.
Pengalaman akhir-akhir ini, terutama pengalaman pelaksanaan Ganefo, membuktikan bahwa soal mengganyang revisionisme modern bukan hanya soal kaum komunis, tetapi soal semua patriot yang melawan imperialisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme. Kaum revisionis adalah serdadu-serdadu politik dan ideologi sukarelawan dari kaum imperialis. Sebagaimana juga halnya kaum imperialis, kaum revisionis mundur jika dilawan. Sebagai contoh, kaum revisionis modern Yugoslavia mencoba meremehkan dan menghina Ganefo dengan mengirim hanya beberapa gelintir atlet, padahal Yugoslavia termasuk apa yang dinamakan “sponsoring country”. Tetapi akhirnya, setelah dilawan, mereka buru-buru mengirimkan rombongan keseniannya, dan akhir daripada akhirnya terpaksa duduk menjadi anggota Komite Eksekutif Federasi Ganefo.
Pengalaman akhir-akhir ini juga membuktikan, bahwa semua sukses yang kita capai adalah berkat berkobarnya semangat banteng di dada kaum komunis dan rakyat Indonesia, semangat percaya pada kekuatan sendiri, semangat berani berdiri di atas kaki sendiri, semangat teguh mempertahankan pendirian revolusioner dan tekad “maju terus pantang mundur”. Untuk mengembangkan semangat ini Laporan Politik ini kita beri judul: “Kobarkan Semangat Banteng! Maju Terus Pantang Mundur!”
Dengan semangat banteng yang berkobar-kobar kita berjuang untuk pelaksanaan Triprogram Pemerintah, untuk landreform yang konsekuen, untuk mengakhiri teror “26 Mei 1063”, untuk membasmi kontra-revolusi, untuk Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom, untuk mengganyang imperialisme dan revisionisme modern.
Demikian dengan singkat situasi yang kita hadapi sekarang dan tugas-tugas kita yang mendesak yang secara lebih luas akan diuraikan di bawah ini.
Kaum buruh Indonesia merumuskan perkembangan situasi dalam negeri Indonesia sekarang dengan sederhana dan tepat sekali. Mereka katakan; “politik terus bergeser ke kiri, tapi perut terus bergeser ke kanan.” Ini kenyataan yang keras daripada perkembangan situasi negeri kita sekarang.
Tidak dapat dibantah bahwa perkembangan situasi politik Indonesia selama sepuluh tahun belakangan ini, terutama selama tahun-tahun dan bulan-bulan ini terus ke kiri. Artinya, kekuatan progresif dengan kekuatan tengah atau dengan perkataan lain front nasioan makin mari makin meluas dan bertambah kuat, sedangkan kekuatan reaksioner makin lama makin terisolasi. Juga sayap kiri dalam kekuatan tengan makin berkembang dan mengkonsolidasi diri. Bersamaan dengan kekalahan-kekalahan yang diderita kaum imperialis dan bersamaan dengan pukulan-pukulan kaum tani terhadap kaum feodal, kaum reaksioner dalam negeri menderita kekalahan terus-menerus. Tetapi perimbangan kekuatan pada pokoknya masih tetap, yaitu peratuan kekuatan tengan dengan kekuatan kanan masih mengungguli kekuatan progresif, dan persatuan kekuatan progresif dengan kekuatan tengah dapat mengungguli kekuatan kanan. Main banyaknya kekuatan tengah bergeser ke kiri merupakan rintangan bagi pembentukan kabinet kanan, tetapi dewasa ini belum cukup bagi pembentukan kabinet Gotong Royang berporoskan Nasakom.
Pembebasan Irian Barat, lahirnya Deklarasi Ekonomi (Dekon) dan resulusi-resolusi yang maju dari Sidang Pleno II MPRS, hancurnya gerombolan kontra-revolusi bersenjata DI-TII Kartosuwirjo, dicabutnya SOB, dikalahkannya dan dikutuknya teror rasialis anti-Tionghoa “10 Mei 1963” oleh Presiden Soekarno dan massa rakayat yang luas serta diadili dan dihukumnya teroris-teroris rasialis ini, pengintegrasian warga negara-warga negara keturunan Tionghoa ke dalam gerakan revolusioner, berkembanya perlawanan-perlawanan Undang-undang Perjanjian Bagi Hasil (UUPBH) dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), diputuskannya hubungan ekonomi Indonesia dengan “Malaysia”, sukses besarnya Ganefo, bertambah-eratnya hubugan ekonomi, politik dan kultural antara Indonesia dengan negari-negeri kubu sosialis, makin meningkatnya semangat anti-imperialisme dalam rangka mengganyang “Malaysia”, makin terbukanya kejahatan-kejahatan imperialisme AS sehingga makin diyakini oleh massa rakyat yang luas bahwa imperialisme AS adalah musuh nomor satu dan paling berbahaya bagi rakyat Indonesia, makin berkembangnya organisasi Fron Nasional dan kerjasama Nasakom, makin terbukanya kedok kaum Manipolis-munafil, makin tertelanjanginya kaum kapitalis birokrat dan kaum salah-duduk serta salah-urus sebagai musuh-musuh republik, makin santernya tuntutan rakyat supaya diakhiri teror peraturan ekonomi “26 Maret 1963” dan dibentuk Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom, dsb., dsob., merupakan tanda-tanda jelas tentang perkembangan politik yang baik, yang ke kiri. Juga susunan baru Kabinet Kerja yang diumumkan Presiden Soekarno pada tanggal 13 November yang lalu, yang sampai batas-batas tertentu mendesak kedudukan kaum reaksioner kepala batu dari panggung politik Indonesia, merupakan tanda yang jelas daripada perkembangan ke kiri.
Dibekuknya Soumokil, gembong pemberontak kontra-revolusioner RMS oleh tentara dengan bantuan kaum tani di Seram adalah peristiwa besar yang menunjukkan pentingnya kerja sama Angkatan Bersenjata dengan rakyat, khususnya kaum tani, dalam menumpas pemberontakan kontra-revolusioner.
Walaupun kaum manipolis-munafik berusaha melalui saluran-saluran indoktrinasi untuk menanam phobi-phobi dan menggerowoto persatuan nasional, namun berkat indoktrinasi Manipol yang tepat, dengan berpegangan pada 9 Wejangan Bung Karno yang dilakukan secara besar-besaran, baik oleh partai-partai politk dan ormas-ormas Manipolis, oleh Fron Nasional, maupun oleh instansi-instansi resmi sipil ataupun militer, maka ide anti-imperialisme, ide tentang demokrasi, tentang landreform, tentang persatuan nasional berporoskan Nasakom, tentang internasionalisme progresif, tentang sosialisme dan ide-ide progresif lainnya makin dalam merasuk di pikiran dan di hati massa rakyat yang luas dari segala lapisan.
Untuk mengganyang kaum manipolis-munafik yang mempertentangkan Pancasalisa dengan Nasakom, partai kita senantiasa menekankan pentingnya memegang teguh Pancasila sebagai alat pemersatu dan melwan pemeretelannya. PKI senantiasa menekankan bahwa, “setuju Pancasila harus setuju Nasakom”, dan bersamaan dengan itu PKI juga menegaskan bahwa, “setuju Nasakom harus setuju Pancasila.”
Ide reaksioner seperti membagus-baguskan imperialis dan tuan tanah, komunisto-phobi, tani-phobi, Front Nasional-phobi, rakyat-phobi, kudeta, junta militer, SOB, rasialisme, chauvinisme, penswastaan perusahaan-perusahaan negara, dsb., makin hari makin sempit pasarannya atau malahan sudah dikutuk oleh massa rakyat sebagai anti-rakyat, anti-republik, anti-persatuan bangsa, anti-manipol dan kontra-revolusioner.
Semuanya ini menunjukkan arah perkembangan lebih ke kiri dari situasi politik negeri kita. Sekaligus ini mencanangkan kepada kita, bahwa kaum imperialis dan kaum reaksioner dalam negeri akan lebih-lebih lagi tidak dapat mnguasai diri, akan mengadakan intrik-intrik dan tindakan-tindakan yang lebih kotor dan kurang ajar dari waktu yang sudah-sudah. Tetapi rakyat, sudah mendapat latihan-latihan cukup dalam menghadapi mereka, dan oleh karena itu, akan lebih pandai memberikan pukulan-pukulan yang lebih jitu dan lebih hebat.
Demikian perkembangan situasi politik dalam negeri dan arah perkembangannya lebih lanjut.
Tidak demikian halnya dengan perkembangan di bidang ekonomi. Keadaan ekonomi, terutama sandang pangan, makin memburuk terutama sesudah penyelewengan |”26 Mei 1963”, yaitu sesudah lahirnya peraturan-peraturan di bidang ekonomi dan keuangan yang linea recta bertentangan dengan, bahkan menyabot Dekon, sebagai akibat politik reaksioner dari beberapa menteri yang anti-rakyat dalam Kebinet Kerja susunan lama, sebagai akibat politik budak belian yang menjual diri kepada imperialisme Amerika Serikat lewat apa yang dinamakan “program stabilisasi ekonomi” dalam rangka “bantuan” Dana Moneter Internasional.
Sinyalemen PKI dan rakyat luas tentang adanya hubungan langsung antara peraturan 28 Mei dengan “bantuan” dari pihak asing akhirnya diakui kebenarannya oleh Kabinet Kerja susunan baru sebagaimana telah dinyatakan oleh WPM I Dr. Subandrio dalam keterangannya di muka DPR-GR pada tanggal 11 Desember 1963 yang lalu bahwa “peraturan-peraturan tadi (26 Mei) dikeluarkan dengan harapan akan bantuan dari luar negeri beberapa ratus juta dolar.” Rakyat makin menyadari bahwa perjuangan melawan penyelewengan 26 Mei, untuk pelaksanaan Dekon dan untuk perbaikan keadan ekonomi sekaligus adalah perjuangan melawan neo-kolonialisme Amerika Serikat yang lewat “bantuan”-nya berusaha mengasai ekonomi Indonesia.
Politik budak belian yang dituangkan dalam peraturan-peraturan ekonomi 26 Mei 1963 itu telah membikin keadaan ekonomi Indonesia yang sudah jelek menjadi lebih jelek lagi: telah meningkatkan harga barang dan tarif, termasuk harga beras dan obat-obatan, secara luar biasa; telah memerosotkan nilai rupiah secara luar biasa sehingga merupakan pukulan luar bisa pula beratnya terhadap rakyat, terutama penerima upah atau gaji tetap seperti buruh, pegawai dan anggota angkatan bersenjata; telah mengakibatkan bangkrutnya atau tida bisa dilanjutkannya pembangunan perusahaan-perusahaan negara dan swasta nasional; telah mengakibatkan defisit raksasa bagi Anggran Belanja Negara dan Anggaran Keuangan Pemerintah-pemerintah Daerah; telah melumpuhkan koperasi-koperasi dan banyak lagi akibat-akibat buruk lainnya. Total general dari akibat-akibat ini ialah membikin lumpuh potensi Republik di bidang ekonomi, yang sama saja artinya dengan menyabot pelaksanaan Manipol, Deklarasi Ekonomi dan perjuangan rakyat Indonesia melawan imperialisme pada umumnya. Lebih daripada itu, konseptor-konseptor dan menteri-menteri yang bertanggung jawab mengenai penyelewengan “26 Mei 1963” telah memberikan pelayanan yang baik kepada imperialisme AS dalam mendevaluasi rupiah secara bersar-besaran terhadap dolar, salah satu tuntutan multak dari kaum imperialis AS guna memperkuat posisi mereka dalam ekonomi Indonesia. Dengan demikian peraturan-peraturan itu membantu imperialis AS mempertahankan nilai doler mereka dari kemersotan secara umum yang sedang diderita mata uang itu.
Para konseptor dan menteri-mentari yang bertanggung jawab dalam soal penyelewengan “26 Mei 1963” harus merasa beruntung kalau mereka tidak dihukum gantung, kalau mereka hanya dihukum badan, dan apalagi kalau hanya dicopot dari kedudukan sebagai pegawan tinggi atau menteri, atas dosa mereka yang tidak berampun ini. Tidak hanya peraturan-peraturan 26 Mei 1963 “an sich” jahat, tetapi mereka telah menipu rakyat secara besar-besaran dengan mengatakan bahwa peraturan-peraturan itu adalah dalam rangka pelaksanaan Dekon. Banyak orang jujur dan naif yang tertipu, mengira benar-benar dalam rangka pelansaan Dekon, sehingga setelah mengetahui akibat-akibatnya yang sangat buruk, mereka pun ikut-ikut menyalahkan Dekon. Kalau Dekon tidak menjadi diskredit karena penipuan ini, maka hal ini adalah berkat penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh partai-partai, ormas-ormas serta perseorangan yang progresif dan berpandangan jauh, bahwa peraturan-peraturan 286 Mei 1963 adalah usaha kaum imperialis dan kaki tangannya dalam menyabot Dekon dan menyabot perjuangan anti-imperialisme rakyat Indonesia.
Konseptor-konseptor dan pembela-pembela menyelewengan “26 Mei 1963” masih mencoba-coba untuk menegakkan benang basah dengan mengaatkan bahwa bertambah sulitnya keadaan ekonomi mbukan karena penyelewengan mereka, tetapi karena politik Presiden Sukarno mengganyang “Malaysia” dan melaksanakan Ganefo. Mereka mencoba menyerang politik pengganyangan “Malaysia” dan Ganego daro pendirian mereka sendiri, pendirian kapitalis tentang jual-beli dan untung-rugi. Tapi juga dengan ini mereka gagal.
Tidak seorangpun akan menyangkal bahwa politik mengganyang “Malaysia” dan pelaksanaan Ganefo membutuhkan pengeluaran banyak uang.
Tetapi juga tidak dapt disangkal bahwa pemutusan hubungan ekonomi dengan “Malaysua” memberikan perspektif yang baik bagi ekonomi Indonesia, asal saja aparat di bidang ekonomi berada dalam tangan orang-orang yang revolusioner dan mampu, dan tidak di tangan orang-orang yang membela menyelewengan “26 Mei 1963” atau ditangan mereka yang hanya mencari keuntungan untuk diri sendiri.
Politik anti-imperialisme bukanlah politik yang bisa merugikan Indonesia. Dilihat dari segala segi, politik ini adalah menguntungkan. Politik anti-imperialisme Indonesia telah membangkitkan solidaritas dan simpati serta menarik bantual moril dan materiil dari kekuatan-kekuatan progresif di seluruh dunia kepada Indonesia.
Suksesnya Ganego dan pengganyangan “Malaysia” tidak hanya sangat meningkatkan martabat Indonesia di dunia internasional dan memperbesar kepercayaan Rakyat Indonesia pada kemampuannya sendiri, tetapi juga telah sangat membantu dalam mengkonsolidasi persatuan NEFO dan telah memberikan pukulan yang hebat terhadap kaum imperialis, yang semuanya ini adalah jauh lebih besar artinya daripada nilai uang yang telah dikeluarkan untuk biaya Ganefo untuk mengganyang “Malaysia”.
Katakanlah situasi sekarang tidak sangat baik bagi perjuangan anti-imperialisme! Makin konsekuen Indonesia mengganyang imperialisme, makin banyak terbuka kemungkinan-kemungkinan baru dan baik bagi Indonesia. Situasi sekarang sangat baik bagi perjuangan anti-imperialis dan sangat buruk bagi kaum imperialis dan kaki tangan-kaki tangannya.
Lagi pula, kalau mau bicara tentang politik yang mana “lebih mahal”, politik anti-imperialisme ataukah politik pro-imperialisme, ta ada seorang jujur yang akan membantah, bahwa Rakyat Indonesia telah dipaksakan membayar harga yang mahal sekali bagi sikap mengalah kepada desakan kaum imperialis yang mengakibatkan teror “26 Mei 1963”. Tidak boleh dilupakan, bahwa penyelewengan 26 Mei 1963 merupakan salah satu syarat mutlak yang diajukan kaum imperilias AS jika Indonesia mau bersahabat dengan mereka. Politik bersahabt dengan imperialis sangat mahal, makin besar imperialis yang diajak bersahabat, makin mahal kita harus membayar untuk persahabatan itu.
Jadi, percumalah usaha untuk menegakkan benang basah dengan meletakkan tanggung jawab kesulitan-kesulitan ekonomi dewasa ini kepada politik pengganyangan “Malaysia” dan kepada pelaksanaan Ganefo. Sudah membikin kejahatan teror “26 Mei 1963” mereka mau membikin kejahatan baru dengan mendiskreditkan politik pengganyangan “Malaysia” dan pelaksanaan Ganefo. Tapi, demikianlah watak-watak kaum reaksioner kepala batu, mereka tidak akan berhenti selama Republik belum hancur atau belum berada di bawak telapak kaki kaum imperialis yang mereka abdi dengan segenap hati dan jiwanya.
Tidak diragukan lagi, kesadaran Rakyat Indonesia terutama kelas buruh Indonesia, adalah sangat tinggi. Walaupun mereka telah menyimpulkan bahwa “perus terus kekanan”, tetapi mereka tetap dengan antusias menyambut setiap anjuran dan politik pemerintah yang revolusioner, yang mengganjuang imperialisme, mengganyang rasialisme dan kontra-revolusi, dsb., walaupun mereka sejak semula sudah dapat membayangkan bahwa akibatnya bisa menimbulkan kesulitan sementara yang baru di bidang penghidupan mereka.
Waktu-waktu belakangan ini sering timbul pembicaraan di kalangan kaum buruh yang sangat dalam arti politiknya dan merupakan pelajaran penting bagi pemimpin-pemimpin revolusioner. Ada yang mengajukan pertanyaan: mana yang lebih baik politik ke kiri dan perut ke kanan, atau politik yang ke kanan dan perut ke kiri. Tentu saja kebanyakan menjawab, bahwa yang paling baik adalah “politik ke kiri dan perut ke kiri”. Kemudian, setelah bertukar pikiran, mereka menyimpulkan, karena belum mungkin semua ke kiri sekarang, lebih baik “politik ke kiri dan perut ke kanan” daripada kebalikannya, karena hanya dengan perkembangan politik yang terus ke kiri kita akan lebih cepat sampai pada akhir penderitaan.
Pendirian dan tekad kaum buruh dalam menghadapi situasi sekarang dicerminkan dengan tepat dalam kata-kata salah seorang penyair kita bahwa, “hati kita lebih keras daripada lapar.” Ini merupakan peluru sakti mengarah kepada kaum reaksioner dan revisionis, Ya, juga mengarah kepada kaum revisionis, karena kaum revisionis mengkhotkabahkan kelembekan dan kelemahan jiwa, mengkhotbahkan kapitulasi kepada musuh dengan dalil-dalil reaksionernya bahwa “ekonomi lebih penting” daripada politik revolusioner.
Demikianlah kesadaran dan tekad bulat rakyat terutama kaum buruh, dalam menghadapi situasi perjuangan sekarang. Tidak hanya berbeda dengan kaum reaksioner, tetapi juga berbeda dengan kaum revisioner gadungan, juga berbeda dengan kaum manipolis munafik yang tidak mau mempedulikan penderitaan rakyat, dan tahunya hanya menyalah-nyalahkan rakyat yang melawan politik reaksioner dan ketidakadilan.
Pemimpin revolusioner sejati, terutama kaum komunis, tidak boleh meragukan takad rakyat dalam perjuangannya. Sebaliknya mereka harus belajar dari rakyat dalam hal kesadaran dan kebulatan tekad. Hanya kaum tengah dan kaum revisionis yang suka meragukan hal-hal ini, yang mengira bahwa rakyat juga seperti mereka, berpendirian bahwa “lapar lebih keas daripada hati”, bahwa perangsang materil adalah jauh lebih penting daripada ideologi revolusioner.
Tetapi pemimpin-pemimpin revolusioner sejati, terutama kaum Komunis, tidak boleh hanya pandai menerima kenyataan adanya kesadaran dan kebulatan tekad rakat dan hanya sampai di situ saja. Tidak, buat apa ada pemimpin revolusioner jika tidak bisa mengubah keadaan penghidupan rakyat yang buruk menjadi baik, jika tidak pandai membanting stir dari kakan ke kiri bagi keadaan penghudpan rakyat. Kaum revolusioner diterima sebagai pemimpin rakyat, di samping karena pandai membawa perkembangan politik terus ke kiri, juga karena pandai bersama Rakyat membawa “perut rakyat” ke arah yang sama.
Oleh karena itulah , kaum revolusioner harus tidak henti-hentinya berdaya upaya, di samping membawa perkembangan politik terus ke kiri, juga memperbaiki keadaan penghidupan Rakyat. Oleh karena itu, kaum Komunis Indonesia menyambut program baru Kabinet Kerja dengan gembira, dengan pengertian yang paling mendalam dan dengan tekad bula untuk melaksanakan program tersebut.
Tetapi sebagaimana biasa, kaum Komunis Indonesia tidak hanya pandai menerima sesuatu program yang baik, tidak hanya pandai bekerja keras untuk pelaksanaannya, tatapi juga menunjukkan syarat-syarat dan cara-cara yang tepat untuk kelancaran pelaksanaannya. Jangankan untuk melaksanakan program Pemerintah, sedangkan untuk membikin kue apem juga ada syarat dan caranya. Tanpa syarat dan cara yang sesuai tidak ada sesuatu yang dapat dibikin. Jadi, kalau kita mengemukakan syarat-syarat dan cara-cara pelaksanaan sesuatu program bukanlah kita mengada-adakan yang tidak ada.
Di bawah ini kita kemukakan pandangan-padangan kaum Komunis mengenai syarat-syarat dan cara-cara bagi pelaksanaan program Pemerintah. Pada pokoknya pelaksanaan yang baik daripada program Kabinet Kerja tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan landreform secara konsekuan, pengakhiran penyelewengan “26 Mei 1963”, pembasmian kotra-revoulsi, pembentukan Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom dan pendemokrasian sistem pemerintahan.
(1) SANDANG PANGAN
Sandang pangan, dan terutama sekali pangan (makanan) adalah paling mendesak, sesuatu yang tak dapat ditunda-tunda seperti sering dikatakan oleh Presiden Sukarno. Dalam Deklarasi Ekonomi sudah ditetapkan program jangka pendek untuk memecahkan masalah sandang pangan, terutama pangan. Tetapi teror “26 Mei 1963” telah membikin berantakan sama sekali apa yang sudah ditetapkan dalam Dekon itu. Politik harga peraturan-peraturan ekonomi 26 Mei 1963, yaitu politik berlomba dengan harga pasar, telam membikin harga beras di pasa membubung tinggi sampai antara 150-180 rupiah sekilo, bahkan lebih tinggi lagi di beberapa tempat. Harga beras sudah meningkat kurang lebih 3 kali dibandingkan dengan sebelum penyelewengan “26 Mei 1963”. Ini membikin rakyat pekerja, terutama sekali yang hidup dari upah atau gaji, menjadi lebih setengah mati.
Banyak konsepsi yang sudah dicoba dan dianjukrkan, seperti menjamin persediaan makanan yang cukup dangan jalan mengimpor lebih banyak dari luar negeri, mengadakan apa yang dinamakan Padi Centra dan kemudian Pertani, SSB (self-supporting beras), supaya diadakan perubahan menu walaupun umum sudah mengetahui bahwa rakyat sudah makan apa saja yang dapat dimakan, pembangunan-pembangunan pabruk rabuk, pemberian kredit, membatasi kelahiran dan macam-macam lagi. Tetapi semuanya itu bukan hanya tidak dapat dilaksanakan, tetapi juga sengaja atau tidak sengaja merupakan usaha untuk menghindarkan jalan pemecahan yang sebenaranya, yaitu landreform yang radikal.
Borjuasi nasional Indonesia masih muda usianya dan banyak mempunyai hubungan keluarga-keluarga dengan tuan tanah. Satu kakinya kaki kapitalis, sedangkan yang satu lagi kaki feodal. Terutama sekali borjuasi nasional industri Indonesia sangat lemah kedudukannya. Semua ini menyebabkan mereka tidak berkepentingan akan peningkatan daya beli massa kaum tani agar mampu membeli hasil-hasil industri mereka. Oleh karena itu borjuasi nasional Indonesia, walaupun secara obyektif anti-feodalisme, tidak mungkin mempunyai program agraria yang radikal. Mereka tidak mungkin menjadi semacam kaum Jakobin Revolusi Perancis 1789. Kias yang tidak mempunyai syarat untuk menjadi semacam kaum Jacobin, tentu lebih tidak mempunyai syarat lagi untuk menjadi pelaksana cita-cita sosialisme. Yang ada syaratnya untuk mempunyai program agraria yang radikal hanyalah proletariat, bukan klas lain. Prorelatiriatlah yang secara obyektif mampu menari kaum tani ke pihaknya, kepihak revolusi, dan ini pun memang sudah dibuktikan oleh kenyataan perjuangan Rakyat Indonesia.
Kaum komunis Indonesia sudah lama berpendirian bahwa juga dalam memecahkan masalah sandang pangan rakyat Indonesia harus berdiri di atas kakinya sendiri. Untuk ini, untuk memecahkan buat selama-lamanya masalah sandang pangan, jadi bukan pemecahan secara tambal-sulam, hanya ada satu jalan, yaitu langkah pertama yang harus diayunkan ialah pelaksanaan landreform yang radikal dan bukan memperbanyak impor, mengubah menu, mendirikan pabrik rabuk, dsb., karena semuanya ini merupakan tindakan-tindakan yang tidak memecahkan soal atau merupakan tindakan-tindakan lanjutan.
Melaksanakan landreform secara radikal berarti melaksanakan penyitaan atas tanah tuan tanah, pembagian tanah sitaan itu dengan cuma-cuma kepada petani penggarap dan anggota keluarganya seorang-seorang sebagai milik perseorangan. Hanya dengan demikian tenaga produktif di desa dapat sungguh-sungguh dibebaskan, dan barulah sesudah itu dapat berbicara tentang pengolahan tanah sebaik-baiknya, karena si penggarap tahu bahwa hasul produksi tanahnya yang tinggi akan dimilikinya sendiri. Dengan seluruh hasil produksi tanah yang dimilikinya sendiri keadaan penghidupan kaum tani akan menjadi agak baik dan sebagaian yang patut dari penghasilannya dapat digunakan untuk membikin tanahnya lebih subur sehingga produksinya dapat ditingkatkan. Sesudah landreform dilaksanakan barulah masalah impor beras benar-benar menjadi sesuatu yang bersifat sementara, dan barulah besar artinya pembangunan pabrik rabuk, pemberian kredit dsb. Selama landreform radikal belum selesai dijalankan, semuanya itu merupakan sumber korupsi, spekulasi dan manipulasi, sedangkan kaum tani tetap menderita.
Tetapi program agraria PKI yang radikal tidak bisa diterima oleh borjuasi nasional. Untuk menolaknya mereka bersekutu dengan unsur-unsur tuan tanah. Desakan kuat massa kaum tani membikin borjuasi nasional dan unsur-unsur tuan tanah tidak bisa menolak sama sekali. Setapak demi setapak mereka mundur, mula-mula mereka terpaksa menerima Undang-undang Perjanjian Bagi Hasil (UUPBH) dan kemudian Undang-undang Pokok Argraria (UUPA), yaitu undang-undang yang membatasi kepemilikan tanah oleh tuan tanah. Sambil mundur mereka mengadakan perlawanan, terutama supaya tidak ada tindakan-tindakan yang bersifat radikal terhadap tuan tanah dan supaya banyak lubang yang dapat digunakan tuan tanah untuk menghindarkan diri dari kerugian. Untuk ini, yang paling penting bagi mereka ialah mereka berhasil menempatkan kepala-kepala daerah dari semua tingkat menjadi Ketua Panitia Landreform. Dengan kepala-kepala daerah sebagai ketua, yang umumnya berkepentingan mempertahankan sistem tuan tanah, maka dengan sendirinya aparat utama, yaitu Panitia Landreform, menjadi macet. Belum lagi ditambah dengan peranan pegawai-pegawai tertentu dari Jawatan Argraria; ada yang reaksioner atau ada yang tidak menyukai, ragu-ragu atau paling kurang tidak berkepentingan akan terlaksananya landreform yang konsekuen. Bahkan sudah mulai terdengar bahwa kalangan Jawatan Agraria banyak yang mencari keuntungan untuk diri sendiri dengan adanya landreform, pengkonversian tanah garapan dan pembagian tanah di kota-kota.
PKI menyetujui UUPBH dan UUPA, karena kedua UU ini dapat dijadikan landasan untuk aksi-aksi kaum tani, untuk lebih mengenal musuh-musuhnya dan untuk mendapatkan sekadar perbaikan nasib bagi kaum tani meskpin bersifat sementara.
Sekarang kaum tani Indonesia sudah berpengalaman megenai apa yang dinamakan landreform menurut UUPA. Bayangkanlah; menurut taksiran pihak resmi saja tanah yang harus dibagikan kepada kaum tani berdasarkan UUPA sebanyak 1 juta ha. Tetapi yang terdaftar baru kira-kira seperlima dan dari yang seperlima ini baru dibaikan kira 9%, dan dari yang 9% ini lebih separoh jatuh ke tangan yang tidak berhak, ke tangan yang bukan penggarap. Padahal sudah pernah pihak resmi mengatakan bahwa dalam tahun 1963 ini landreform berdasarkan UUPA harus sudah selesai. Jika pelaksanaan terus seperti sekarang, puluhan tahun lagi belum tentu tanah kelebihan dari tuan tanah akan selesai dibagikan kepada kaum tani yang berhak, lebih-lebih lagi jika harus dihitung waktu untuk membongkar penggelapan-penggelapan tanah oleh tuan tanah dan kemudian juga membagi-bagikan tanah-lebih yang digelapkan itu.
Pada dewasa ini pelaksanaan UUPA bukan saja berjalan sangat lambat, malah boleh dikatakan macet. Berdasarkan perhitungan jumlah tanah-lebih yang rata-rata tiap tahun dibagikan hingga kini dari tanah-lebih yang sudah tercatat resmi, maka tanah-lebih itu baru akan selesai dibagi paling cepat pada tahun 2000. Gambarannya sama mengenai pelasanaan UUPBH. Menurut angka-angka yang dikumpulkan di Jawa Barat, jika temponya terus seperti sekarang, maka diperlukan 36 tahun lagi agar antara semua penggarap dengan pemilik tanah di daerah ini diadakan perjanjian bagi hasil sesuai dengan UUPBH.
Lebih jelek lagi keadaan para nelayan pekerja. Di kalangan kaum nelayan hingga sekarang belum ada UU yang mengatur bagi hasil yang agak adil antara langgan atau juragan dengan kaum nelayan. Pada pokonya masih berlaku penetapan bagi-hasil secara sepihak oleh langgan atau juragan dan yang sangat memberatkan kaum nelauan pekerja.
Tidak mengherankan bahwa kesadaran kaum tani akan perlunya landreform yang radikal makin meningat dan dalam situasi sekarang kaum tani paling kurang menuntut supaya UUPA dilaksanakan dengan konsekuen dan mengutamakan kepentingan kaum tani. Untuk ini PKI menyokong sepenuhnya tuntutan-tuntutan kaum tani sebagai berikut:
Pendeknya, jika belum berani melaksanakan landreform yang radikal seperti yang dimaksudkan oleh Program PKI, paling kurang harus dilaksanakan tiga tuntutan kaum tani ini. Jika baru tiga tuntutan kaum tani ini dan UUPA dilaksanakan, belumlah lagi pada tempatnya untuk menepuk dada dan berkata bahwa landreform telah dilaksanakan secara revolusioner. Memang belum seharusnya demikian, karena pelaksanaan UUPA barulah berarti membatasmilik tanah tuan tanah dan sama sekali belum menghapus milik feodal atas tanah, belumlah berarti melaksanakan semboyan “tanah hanya untuk kaum tani yang menggarap tanah”. UUPA masih menjamin pemilikian tanah pertanian oleh mereka yang tidak menggarap tanah dan ini membuka kemungkinan-kemungkinan besar untuk manipulasi-manipulasi tanah sehingga dapat meniadakan arti penting UUPA.
Kelambatan-kelambatan dalam melaksanakan UUPH dan UUP tidak bisa berakibat lain kecuali timbulnya dan meratanya aksi-aksi sepihak oleh kaum tani. Jika ini terjadi, dan memang sudah terjadi di berbagai tempat, kaum tani sama sekali tidak bisa dipersalahkan dilihat dari segi manapun. Yang harus disalahkan dan diritul adalah pejabat-pejabat yang bertanggungjawab, yang sengaja atau tidak sengaja telah memperlambat atau sekurang-kurangnya tidak mempunyai kemauan dan kemampuan melaksanakan UU negara.
Kaum revolusioner harus menyambut hangat dan mendorng aksi-aksi sepihak kaum tani, dan harus menganggapnya sebagai swadaya massa rakyat dalam usaha menanggulangi kesulitan sandang pangan dan melaksanakan UU negara yang telah diterima secara demokratis.
Seandainya tiga tuntutan kaum tani tersebut dan UUPA dilaksanakan, ini sama sekali tidak berarti bahwa tenaga produktif di desa sudah benar-benar dibebaskan. Pelaksanaan UUPA tidak menghapuskan hubungan kerja antara pemilik degan penggarap tanah, berhubung masih dijaminnya tanah pertanian dimilik oleh bukan penggarap tanah. Oleh karena itu, baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan UUPA, masalah pembagian hasil antara penggarap dengan yang menyewakan tanah, baik tuan tanah maupun yang menyewakan tanak kecil, masih tetap akan ada, Undang-undang Pokok Agraria bukan landasan untuk menghapuskan penghisapan atas kaum tani oleh tuan tanah, yaitu bentuk yang utama daripada penghisapan atas manusia oleh manusia di desa. Oleh karena itu pula pengalaman-pengalaman kaum tani dalam perjuangan menghadapi pemilik tanah dalam rangka pelaksanaan UUPBH adalah sangat penting untuk memperhebat perjuangan baik sebelum mapun sesudah pelaksanaan UUPA.
Hubungan feodal antara penggarap dengan pemilik tanah hanya akan lenyap sama sekali jika program agraria PKI sudah dilaksanakan. Karena itu program landreform yang komplit ini harus terus-menerus dijadikan mercusuar kaum tani, karena ia satu-satunya penunjuk jalan untuk menghapuskan penghisapan atas kaum tani oleh tuan tanah.
Berbeda dengan kaum Komunis, borjuis nasional Indonesia merasa dirinya sudah jempol kalau sudah berusaha secara plintat-plintut membatasi milik tanah tuan tanah. Sebaliknya merasa dirinya berdosa besar kalau sampai beruat menghapuskan pemilikian tanah pertanian dari mereka yang tidak menggarap tanah. Selama pemilikan tanah semacam ini masih dipertahankan, landreformmacam apa saja mesti disertai manipulasi-manipulasi dan penipuan-penipuan yang keji.
Berbicara tentang mengatasi kesulitan bahan makanan, tetapi tidak bernai melaksanakan landreform yang radikal, atau dalam situasi sekarang tidak berani sekurang-kurangnya melaksanakan UUPA dengan konsekuen dan mementingkan kaum tani penggrap, adalah omong kosong, menipu diri sendiri dan menipu rakyat.
Juga usaha mengatasi kesulitan sandang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan landreform yang radikal, karena hanya sesudah Indonesia dapat mengatasi kesulitan bahan makanan, barulah terbuka kemungkinan bagi Indonesia untuk mengatasi kesulitan bahan pakaian. Masalah sandang tidak mungkin dipecahkan selagi banyak jumlah devisen harus dipergunakan untuk mengimpor bahan makanan.
Berbicara tentang modernisasi Indonesia dan tentang menyelesaikan revolusi adalah juga omong kosong, selama tidak berani mengadakan landreform yang radikal. Indonesia adalah negeri yang masih agraris di mana masih bercokol sisa-sisa feodalisme. Oleh karena itulah pada hakekatnya revolusi Indonesia adalah revolusi agraria, revolusi kaum tani. Selama sistem tuan tanah masih bercokol dan semboyan “tanah hanya untuk kaum tani yang menggarap tanah” belum dilaksanakan secara konsekuen, selama itu kita tidak bisa berbicara tentang modernnya Indonesia dan sudah selesainya revolusi Indonesia yang bersifat nasional-demokratis.
Jadi, baik untuk meningkatkan produksi pertanian dalam rangka mengatasi kesulitan bahan makanan dan untuk mengatasi kesulitan bahan pakaian serta untuk memodernisasi Indonesia, landreform yang radikal merupakan syarat mutlak dan langkah pertama yang harus diayunkan. Tentu saja bukan hanya radikal dalam kata-kata, tapi radikal dalam perbuatan, perbuatan yang menghendaki keberanian dalam mengakhiri pemilikan tuan tanah atas tanah dan dalam melaksanakan semboyan “tanah hanya untuk mereka yang menggarap tanah.” Tindakan semacam ini tidak mempunyai akibat lain kecuali menguntungkan rakyat dan akan sangat memperkuat perjuangan anti-imperialisme dan pembangunan ekonomi negeri karena sebagian yang sangat bersar dari rakyat, yaitu kaim tani, dapat dijadikan partisipan yang aktif.
Pembangunan Koperasi Rakyat Pekerja, khususnya di kalangan kaum buruh dan kaum tani, yang dapat ambil bagian dalam melancarkan distribusi sadang pangan dan meningkatkan produksi pangan tidak pesat perkembangannya. Koperasi-koperasi yang ada sekarang pada umumnya tidak berwatak Koperasi Rakyat Pekerja dan menjadi bagian dari lapangan kegiatan kaum penghisap, kaum kapitalis, bahkan kaum kapitalis birokrat. Ini adalah bukti sejelas-jelasnya bahwa koperasi tunduk pada sistem ekonomi yang berlaku dan terdesak oleh kepentingan-kepentingan kelas yang berdominasi.
Dari uraian di atas, jelaslah mengapa kita harus mendasarkan perekonomian kita pada pertanian dan perkebunan. Hanya kalau kita mempunyai perekonomian yang dasarnya kuat, yaitu pertanian dan perkebunan yang maju dan berkembang, barulah kita bisa membangun dan memperkuat sektor industri sebagai tulang punggung perekonomian kita. Seperti sudah diuraikan di atas, langkah pertama yang harus diayunkan untuk mendapatkan dasar perekonomian yang kuat ialah landreform yang radikal. Juga sosialisme yang akan kita bangun di kemudian hari, hanya bisa berdiri tegak jika mempunyai dasar pertanian yang kaut. Oleh karena itu, kaum Komunis Indonesia, baik sekarang mapupun di kemudian hari setelah membangun Sosialisme, harus memberikan perhatian yang sebesar-besarnya pada masalah pertanian dan perkebunan, pada masalah kaum tani dan pekerja kebuh, pada masalah desa.
Di masa yang lampau pentingnya peranan kaum tani atau desa juga sudah dibuktikan. Walaupun tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai sekarang belum dapat kita rampungkan, tetapi Revolusi ini telah memberi pelajaran yang sangat penting tentang mutlaknya peranan kaum tani dalam revolusi. Kita sekarang menyadari sedalam-dalamnya, bahwa terutama kerana dalam Revolusi Agustus 1945 kita kurang mementingkan kaum tani, sampai kini Revolusi nasional-demokratis kita belum selesai.
Baik sejarah, kenyataan sekarang maupun hari depan Revolusi Indonesia mengharuskan kaum Komunis dan kaum revolusioner Indonesia lainnya mengintegrasikan diri secara total dengan gerakan kaum tani Indonesia, harus memberi perhatian sebesar-besarnya kepada soal-solan desa, soal-soal kaum tani dan buruh perkebunan.
Pengintegrasian diri kaum revolusioner dengan gerakan tani pada waktu sekarnag, pertama-tama ialah pengintegrasian dalam pikiran dengan menerima sepenuhnya program agraria yang radikal serta kesediaan melaksanakan program itu dengan sepenuh hati. Tentang ini sudah sering kita katakan. Tetapi karena masalah ini penting, dan karena masih sering dilupakan, juga oleh sementara Komunis, apalagi karena banyak orang yang sengajka mau melupa-lupakan tentang peranan penting kaum tani di masa lampau yang ingin menginjak-injak kaum tani di waktu sekarang, maka beberapa ratus kalipun kita ingatkan tentang pentingnya masalah tani dan pertanian, tidaklah akan melebihi keperluan.
2. MENGGANYANG “MALAYSIA”
PKI adalah partai yang pertama-tama mensinyalir tentang berbahayanya gagasan “Malaysia” bagi Indonesia dan bagi perdamaian di Asia Tenggara. Malahan sebelum ada gagasan “Malaysia”, ketika negara Malaya didirakan oleh kaum kolonial Inggris, PKI sudah menyatakan pendiriannya behwa kerajaan baru itu adalah perwujudan dari neo-kolonialisme, hasil kompromi imperialisme Inggris dengan kaum reaksioner Malaya dalam membasmi gerakan prograsif di Malaya. Jadi, kerajaan Malaya bukan dibentuk sebagai hasil perjuangan revolusioner melawan kolonialisme. Dengan dibentuknya “Malaysia” maka Malaya yang neo-kolonial diberi baju baru dan diperluas daerahnya. Proyek neo-kolonial ini bukan dimlau dengan “Malaysia”, tetapi sudah sejak dibentuknya kerayaan Malaya yang bertujuan menghancurkan gerakan progresif Rakyat Malaya dan membela kepentingan politik, ekonomi dan militer kaum imperialis Inggris di daerah itu.
Sebelum “Malaysia” berdiri, kaum Komunis Indonesia senantasia mengingatkan seluruh nasion tentang bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh permainan mata dengan Tengku Abdul Rachman, komprador Inggris nomor satu di Asia Tenggara. Oleh karena itu PKI tidak pernah menyetujui dilangsukannya Konferensi Manila antara Indonesia, Filipina dan Malaya, karena konferensi yang demikian itu tidak ada dasarnya mengingat politik dalam dan luar negeri dari kedua negara asing itu sama sekali tidak ada miripnya dengan politik dalam dan luar negeri Indonesia. Kaum Komunis Indonesia tidak menyetujui konferensi demikian itu demi menjaga keselamatan politik dalam dan luar negeri Indonesia yang pada pokoknya disokong oleh kaum Komunis.
Tetapi, di luar kehendak Kaum Komunis Indonesia Konferensi Manila berlangsung juga dalam bulan Agustus 1963. Kita menghargai tinggi posisi Presiden Sukarno yang memperjuangkan ide-ide yang maju dalam konferensi ini. Konferensi Manila telah menghasilkan telah melahirkan beberapa keputusan, antara lain mengenai “Konferensi Mafilindo” dan “Federasi Malaysia”.
Tentang Mafilindo kaum Komunis Indonesia sudah menyatakan sikap tegas, bahwa sesuatu konfederasi antar-negara hanya dapat dibentuk jika ada persamaan-persamaan tertentu di bidang politik. Atas dasar ras (Melayu) saja tidak mungkin dibentuk suatu konfederasi antar-negara. Antara Indoneesia, Filipina dan Malaya tidak ada persamaan politik, baik politik dalam maupun luar negari. Politik dalam negeri Indonesia ialah mempersatukan seluruh rakyat dengan poros Nasakom, sedangkan politik luar negeri Indonesia ialah menyatukan segenap kekuatan-kekuatan baru yang sedang tumbuh di dunia dan sebagai akibatnya Indonesia menjalankan politik kerjasama yang erat dengan negara-negara sosialis, dengan negari-negari baru merdeka yang anti-imperialis dan dengan gerakan prograsif-progresif di negeri-negeri kapitaslis serta di mana saja kekuatan itu terdapat. Kaum imperialis AS berusaha keras untuk memasukkan Indonesia ke dalam perangkap Mafilindo karena perangkap-perangkap lain seperti Seato dan ASA (Association of South-eas Asia), sudah ternyata tidak mempan.
Antara Filipina dan Malaya memang terdapat politik dalam dan luar negeri yang bersamaan, yaitu bersandar pada imperialisme, tetapi jangan dilupakan bahwa imperialis yang diabdi oleh masing-masing adalah berbeda. Malaya mengabdi kepada Inggris dan Filipina mengabdi Amerika Serikat. Satu hal yang pasti mempertentangkan Malaya dengan Filipina yaitu tuntutan Filipina atas Sabah. Amerika Serikat menyokong tuntutan Filipina ini karena AS juga ingin wilayah yang dapat dikuasainya yang berbatasan dengan wilayah Indonesia. Dengan sendirinya Inggris menggunakan Malaya untuk menentang tuntutan Filipina.
Berkat perjuangan Presiden Sukarno dan para pembantu-pembantunya, Konferensi Manila telah melahirkan putusan-putsan yang kalimatnya tidak begitu janggal jika dihubungkan dengan politik dalam dan luar negeri Indonesia. Tetapi paling kurang satu hal menimbulkan rasa prihatin, karena putusan-putusan Manila itu antara lain menerima pada prinsipnya gagasan “Malaysia”, salah dipenuhi beberapa syarat yang sebenarnya tidak begitu sulit untuk dipenuhi dengan masih tetap adanya tentara Inggris di Serawak dan Sabah. Tetapi, imperialis Inggris sekarang bukan imperialis Inggris yang dulu, yang mempunyai kepercayaan dan kekuatan sendiri. Kurang kepercayaan pada kekuatan sendiri dari imperialis Inggris ini bukan tidak berasalan. Karena kedudukannya di Hongkong dirasakan sudah tidak terjamin lagi maka Inggris mundur ke pertahanannya yang terakhir di Asia Tenggara, ialah “Malaysia”. Kenyataan bahwa Inggris tidak bisa memaksa Brunai masuk “Malaysia” adalah bukti bahwa Inggris tidak berada dalam posisi yang kuat dalam memaksakan berdirinya “Malaysia”. Inggris memaksakan berdirinya “Malaysia” dengan tidak menggubris putusan-putusan Manila.
Kalau keputusan Manila sekaran menjadi positif, artinya bisa digunakan dalam menghadapi “Malaysia” dan sampai batas-batas tertentu dalam menarik Filipina supaya ikut menentang”Malaysia” adalah terutama karena perbuatan Inggris sendiri yang tidak menggubris persetujuan Manila dalam merealisasi “Malaysia” sekalipun persetujuan itu sebenarnya menentang berdirinya “Malaysia”. Persetujuan Manila bisa menjadi negatif, merugikan perjuangan Rakyat Indonesia dan Rakyat-rakyat di Malaya, Singapura, Serawak, Sabah dan Filipina, serta rakyat-rakyat di Asia Tenggara pada umumnya, jika seandainya Inggris mempunya kepercayaan pada diri sendiri dan menuruti segala yang ditetapkan dalam persetujuan Manila. Jika yang terakhir ini terjadi, maka “Malaysia” akan menjadi sesuatu yang “sah” dan inisiatif dalam persoalan “Malaysia” akan berpindah ke tangan Inggris dengan Tengkunya.
Ketidaksabaran dan kebodohan musuh telah membantu menjadikan “Malaysia” alat pembangkit perjuangan rakayat di Asia Tenggara dalam memberi pukulan-pukulan hebat kepada imperialisme di daerah ini. Ini sekali lagi menunjukkan bahwa imperialisme tidak lagi dalam posisi yang kuat. Sebaliknya, rakyat dalah kuat, sekalipun membikin kekeliruan, ia bisa cepat tampil lagi sebagai pengambil inisiatif.
Sekarang Indonesia berada dalam kedudukan berinisiatif dalam mengganyang “Malaysia”. Masalah “Malaysia bukan hanya masalah rakyat di wilayah-wilayah “Malaysia” dan di Indonesia, tetapi masalah rakyat di seluruh Asia Tengara dan tidak dapat dianggap terpisah dari perjuangan rakyat sedunia dalam melawan imperialisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme. Oleh karena itu perjuangan Rakyat Indonesia mengganyang “Malaysia” sudah sewajarnya dibantu oleh kekuatan-kekuatan anti-imperialisme di seluruh dunia. Program Kabinet Kerja tentang mengganyang “Malaysia” adalah program revolusioner yang mempunyai arti nasional dan internasional sekaligus.
Sekarang persoalannya bagaimana Rakyat dan Pemerintah Indonesia dapat melaksanakan program mengganyang “Malaysia” itu sebaik-baiknya terutama agar pelaksanaan program ini diintegrasikan secara harmonis dengan program-program dan tugas-tugas alin dari Rakyat dan Pemerintah Indonesia.
Ada sementara orang yang berpandangan picik, untuk tidak menyebut mereka pembawa suara kaum kontra-revolusioner, berpendapat bahwa program mengganyang “Malaysia” bertentangan dengan program sandang pangan dan pembangunan, dan juga bertentangan dengan tugas membasmi kontra-revolusi, membentuk Kabinet Gotong Royong, dll. Mereka katakan, melaksanakan program mengganyang “Malaysia” menghendaki ongkos dan tenaga sehingga mau tidak mau program sandang pangan dan pembangunan terpaksa ditelantarkan, Mereka katakan juga, bahwa untuk mengganyang “Malaysia” sebanyak mungkin kekuatan “nasional” harus kita himpun, termasuk menarik sebanyak mungkin orang-orang yang selama ini dianggap kontra-revolusioner. Oleh karena itu, kata mereka, tidak tepat diteruskan politik mengganyang kaum kontra-revolusione dalam negari, labih-lebih lagi tidak tepat pembentukan Kabinat Gotong Royong berporoskan Nasakom, karena jika kabinet demikiatn dibentuk kaum kontra-revolusioner akan lebih menjauhkan diri dari Pemerintah. Jadi, kata mereka, demi pelaksanaan program mengganyang “Malaysia, Rakyat harus berani menderita dan harus “toleran” terhadap kaum kontra-revolusioner.
Nah, Adakah pemutarbalikan yang lebih hebat dan lebih kurang ajar daripada ini? Pemutarbalika yang memang dibutuhkan kaum kontra-revolusioner, tetapi sama sekali tidak dibutuhkan oleh Rakyat!
Di tangan mentari-mentari yang berkemampuan baik dan bersungguh-sungguh, Triprogram baru Pemerintah adalah saling mengisi dan saling memperkuat. Pelaksanaan program sandang pangan, dan sekali lagi syarat mutlaknya ialah pelaksanaan landreform yang radikal, atau sekurang-kurangnya pelaksanaan UUPA yang sudah ada sekarnag secara konsekuen demi kepentingan kaum tani, akan memperkuat potensi nasional, dan dengan kuatnya potensi nasional pukulan-pukulan lebih hebat dapat diberikan kepada “Malaysia”. Pelaksanaan program mengganyang “Malaysia”, sudah terbukti membebaskan Indonesia dari cengkraman kapitalis-kapitalis monopoli dan komprador-kompradornya di Malaya dan Singapura, sehingga Indonesia dapat berhubungan langsung dengan konsumen barang-barang ekspornya dan produsen barang-barang impornya. Terlepasnya Indonesia dari cengkaraman Malaya dan Singapura dalam soal impor dan ekspor, melahirkan kemungkinan-kemungkinan baru bagi Indonesia untuk mengubah arah perdagangan luar negarinya yang selama ini terlalu berat sebelah ke negari-negeri kapitalis dan perubahan arah ini penting dalam usaha Indonesia mengatasi kesulitan sandang pangan dan meneruskan pembangunan. Pelaksanan program meneruskan pembangunan mengandung arti bahwa sandang pangan, terutama pangan Rakyat, harus dijamin, karena dengan perut kosong pembangunan tidak bisa dilakukan.
Di atas segala-galanya program mengganyang “Malaysia” hanya dapat dilaksanakan dengan baik jika cepat-cepat diakhiri penyelewangan “26 Mei 1963”, jika kontra-revolusi dibasmi sampai ke akar-akarnya dan juka cepat-cepat dibentuk Kabinet Gotong Royong berporosakan Nasakom. Penyelewengan “26 Mei 1963”, masih berkeliarannya sisa-sia kontra-revolusi dan belum terbentuknya Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom merupakan rintangan-rintangan pokok dalam melaksanakan program mengganyang “Malaysia”, karena semuanya itu melemahkan potensi ekonomi dan politik negeri serta menyebabkan tidak terciptanya “social support”, “social participation” dan “social control” dalam pelaksanaan program Pemerintah.
Kesulitan-kesulitan baru tentu timbul dalam rangka konfrontasi dengan “Malaysia”. Tetapi kesulitan-kesulitan ini timbul dalam melahirkan suatu yang baru dan lebih baik. Adakah kelahiran sesuatu yang baru tanpa kesulitan?
Politik mengganyang “Malaysia” secara resmi sudah menjadi program Pemerintah. Boleh dikatakan semua partai, semua ormas dan semua tokoh masyarakat menyatakan sikapnya yang menentang “Malaysia”. Tetapi sudah tentu menurut kepentingan dan pendirian sendiri-sendiri, sesuai dengan kelas yang diwakili masing-masing. Pada pokoknya ada tiga golongan dan tiga pendirian dalam menghadali “Malaysia”.
Pertama, kaum reformasi atau kaum moderat yang berbicara tentang mengganyang “Malaysia”, dan tempo-tempo berbicara galak, tetapi di belakang kepalnya masih mengharap-harapaknan kesedian kaum imperialis Inggris dan Tengku Abdul Rachman supaya soal “Malaysia” diselesaikan secara “damai”, dan untuk itu bersedia memberikan konsensi-konsensi tertentu. Mereka masih mengangan-angankan adanya KTT Manila II untuk “menyelesaikan” soal “Malaysia”. Mereka katakan, bahwa “kita tidak bisa terus-menerus hidup dalam konfrontasi.” Denan demikian mereka menentang teori Presiden Sukarno yang mengatakan bahwa konfrontasi adalah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan soal “Malaysia”. Mereka mencoba memberikan alasan untuk memperkuat pendirian mereka dengan mengatakan bahwa pada prinsipsnya kita tidak berkeberatan dengan “Malaysia”: yang tidak kita setujui ialah cara-caranya “Malaysia” dibentuk yang tidak sesuai dengan persetujuan Manila. Cobalah, di manakah kurang jelasnya? Pada prinsipnya mereka menerima neo-kolonialisme, hanya cara-cara membentuk bangunan neo-kolonialial itu yang tidak mereka setujui.
Terhadap pendirian kaum reformis atau moderat, kaum-kaum revolusioner, terutama kaum Komunis, harus awas benar karena ide reformis yang dib eri kedok “kebijaksanaan”, “toleransi”, “demi perbaikan ekonomi Indonesia”, bahkan “demi sandang pangan” dan “demi menyelamatkan Sosialisme Indonesia”, bisa mendapat pasaran di kalangan kaum tengah yang bimbang dan sangat luas itu.
Kedua, kaum avonturis atau petualang kontra-revolusioner. Mereka sudah lama berusaha menjatuhkan apa yang mereka namakan “Rezim Sukarno”. Mereka sudah coba dengan mengadakan kudeta, dengan mencoba membunuh Presiden Sukarno, dengan “mengkomunis-komuniskan” Bung Karno untuk menarik kaum agama yang masih terbelakang pikirannya ke pihak mereka, dengan menghitam-hitamkan nama Bung Karno tentang soal-soal pribadi baik lewat koran-koran reaksioner di luar negeri (di dalam negari mereka sudah tidak berani lagi), siaran-siaran gelap maupun dengan menyebar-nyebarkan bisikan-bisikan berbisa. Tetapi semuanya ini gagal, martabat Bung Karno baik sebagai tokoh nasional maupun sebagai tokoh internasional yang anti-imperialis makin manaik bersamaan dengan menaiknya martabat Rakyat Indonesia.
Di muka umum kaum petualang kontra-revolusioner suka mengelurkan pernyataan-pernyataan yang “galak” terhadap “Malaysia”, sehingga peninjau-peninjau luar negeri yang tidak mengerti sering bingung, dan yang naif mudah tertipu, karena pernyataan mereka sama dengan pernyataan kaum Komunis dan kaum revolusioner lainnya. Kebingunan ini segera lenyap setelah dijelaskan maksud yang tersembunyi di belakang kata-kata “galak” itu, yaitu maksud memancing tindakan-tindakan bersenjata dari pihak Inggris untuk menimbulkan kepanikan dalam negeri, yang dikirnya akan merupakan kesempatan baik untuk mengakhiri “Rezim Sukarno” atau sekurang-kurangnya menjadikan Bung Karno sebagai tawanan politiknya, suka menandatangani apa saja yang mereka sodorkan, guna akhirnya mengadakan hubungan baik dengan “Malaysia” dan Inggris serta mempersembahkan kemenangan mereka kepada AS.
Juga terhadap kaum petualang kontra-revolusioner ini kaum revolusioner, terutama kaum Komunis, harus waspada benar-benar, harus tidak henti-hentinya menngkonfrontasi kata-kataa “galak” mereka dengan kata-kata dan perbuatan-perbuatan mereka yang reaksioner, yang cukup banyak itu. Sebagai contoh saja, sikap yang sungguh-sunggu menentang “Malaysia” tidak mungin dipadukan dengan sikap anti-kegotongroyongan nasional berporoskan Nasakon karena tidak mungkin kronfrontasi dengan “Malaysia” berhasil jika tidak ada kegotongroyongan semacam itu. Sedangkan mereka anti-Nasakmom, sekurang-kurangn ya tidak pernah menyatakan mutlak perlunya poros Nasakon seperti yang sering dinyatakan oleh Presiden Sukarno.
Ketiga, kaum revolusioner, di mana kaum Komunis termasuk di dalamnya. Kaum revolusioner berpendapat ahwa kontradiksi antara Rakyat Indonesia dan rakyat anti-imperialisme lainnya di dunia dengan imperialisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme, termasuyk “Malaysia”, adalah kontradiksi yang tidak dapat diselesaikan di meja perundinga, tetapi harus diselesaikan dengan jalan konfrontasi di segala bidang. Kaum imperialis, kolonialis dan neo-kolonialis baru mau mundur kalau digempur hebat-hebatan terlebih dulu, dan dalam keadan mereka terpaksa mundur, di situlah baru ada gunanya perundingan yang tidak bisa dilupakan Rakyat Indonesia dalam melaksanakan Trikora pembebasan Irian Barat.
Tentu kita tidak boleh secara mekanis menyamakan persoalan Irian Barat dengan persoalan “Malaysia walaupun kedua-duanya sama-sama melawan imperialisme. Irian Barat adalah wilayah sah kita sendiri, dan imperialisme Belanda adalah jauh lebih lemah daripada imperialisme Inggris. Kedudukan Inggris di “Malaysia” adalah lebih bebahaya bagi Republik Indonesia daripada kedudukan Belanda dulu di Irian Barat. Belanda di Irian Barat tidak begitu membahayakan perjuangan rakyat dan perdamaian di Asia Tenggara, jika dibanding dengan kedudukan Inggris di “Malaysia” sekarang.
Tetapi adalah keliru sekali jika membesar-besarkan kekuatan Inggris di “Malaysia”, karena “Malaysia” tidak lain adalah proyek imperialis yang sedang sekarat, yang dilakukan secara terburu-buru saking kuatirnya akan kehilangan posisinya sama sekali di Asia Tenggara. Kenyataan ini dan kenyataan tidak mampunya Inggris memaksa Brunai masuk “Malaysia” adalah bukti di antara sekian banyak bukti tentang kelemahan imperialis Inggris. Tetapi, pikiran untuk menyelesaikan soal “Malaysia” secara terburu-buru juga tidak tepat, karena pikiran-pikiran demikian bisa sejalan dengan kaum reformis dengan KTT Manila II-nya dan dengan kaum petualang kontra-revolusioner dengan sikap “galak”-nya sebagai tabir asap untuk menutupi maksud jahatnya terhadap “Rezim Sukarno”.
Mengganyang “Malaysia” merupakan tugas kongkrit yang terpenting dari Rakyat Indonesia dalam perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme pada saat ini. Dalam melakukan tugas ini, tidak boleh sedetik pun dilupakan, bahwa musuh Rakyat Indonesia yang paling berbahaya, musun nomor satu, ialah imperialisme Amerika Serikat dan bahwa imperialisme AS ini juga sangat berkepentingan untuk mempertahankan “Malaysia” sebagai bentuk neo-koloniaisme. Jadi, perjuangan melawan “Malaysia” bukan hanya berarti melawan imperialisme Inggris melainkan pula langsun melawan imperialisme AS. Hal ini dibenarkan oleh tindakan-tindakan yang sungguh kurang ajar dari kaum imperialis AS yang secara kasar menggunakan “bantuan ekonominya” untuk menggertak dan memaksa Indonesia agar tidak melawan “Malaysia”, dan oleh perluasan daerah operasi Armada VII AS sampai ke Samudera Indonesia.
Program mengganyang “Malaysia” harus dilakukan dengan semangat yang tinggi, tetapi sekaligus dipadu dengan pekerjaan tekun di segala bidang, baik di bidang-bidang yang langsung berhubungan dengan konfrontasi terhadap “Malaysia” maupun di bidang-bidang dalam negeri. Konfrontasi-konfrontasi yang sudah dimulai harus kita lanjutkan dengan lebih hebat, lebih berkobar-kobar, tetapi juga lebih tekun.
Konfrotnasi di bidang politik harus dilaksanakan dengan terus-menrus menelanjangi “Malaysia” sebagai proyek imperialis, dengan terus-menerus menelanjangi pemimpin-pemimpin mereka yang tidak lain daripada budak-budak belian imperialis, dengan terus-menerus menanamkan pengertian dan menarik perhatian sahabat-sahabat dari NEFO terhadap perjuangan ini, dengan terus mengganyang kaki tangan-kaking tangan “Malaysia: dan kaum kontra-revolusioner lainnya di dalam negeri, dengan memperbaiki susunan Kabinet Kerja subapa mendapat “sosial support” dan “social control” yang sehebat-hebatnya, dsb., dsb. Sudah tentu, dalam konfrontasi di bidang politik ini yang termasuk paling urgen ialah mengakui Negara Kesatuan Kalimantan Utara dengan Tentara Nasional Kalimantan Utara di bawah Pimpinan PM Azahari sebagai satu-satunya kekuasasaan yang sah di wilayah itu, karena ini dapat dijadikan landasan politik yang kuat unutk memberikan bantuan apa saja lepada perjuangan Rakyat di Kalimantan Utara.
Konfrontasi di bidang ekonomi merupakan senjata yang ampuh baik untuk memukul kepentingan kaum imperials Inggris maupun untuk melepaskan ekonomi Indonesia sendiri dari cengakraman-cengkraman sisa-sisa imperialisme yang sudah lama menghalang-halangi hubungan dagang kita dengan luar negari. Konfrontasi di bidang ekonomi hendaknya jangan dilihat sebagai sesuatu yang memukul beberapa orang pedagang di Singapura, melainkan terutama seabgai sesuatu yang langsung memukul kepentingan-kepentingan kaum imperialis.
Di atas segala-galanya, dalam rangka konfrontasi di bidang ekonomi terhadap “Malaysia”, aparat ekonomi dan keungan Republik Indonesia harus mengalami rituling besar-besaran karena apart di bidang ini adalah yang paling lemah jika dibanding dengan di bidang-bidang lain, karena di sinilah bersarang “ahli” ekonomi dan keuangan kolonial, kaum soska, bekas-bekas Masyumi dan orang-orang reaksioner lainnya yang sekarang benyak tergabung dalam organisasi-organisasi majikan bernama Soksi, Perkapen dsb. Yang paling jahat ialah “ahli” soska, karena mereka pandai membungkus maksud-maksud jahat mereka dengan kata-kata yang sekan-akan “progresif” dan seakan-akan “logis”, dan mereka ini menduduki posisi-posisi penting, termasuk sebagai pegawai-pegawai tinggi dan “ahli” yang dudul dalam staf-staf menteri-menteri yang bertanggung jawab di bidang ekonomi dan keuangan. Segala peraturan ekonomi dan keuangan yang jahat, terutama sejak gembong soska Sumitro berkuasa di bidang ekonomi dan keuangan sampai kepada teror “26 Mei 1963” adalah dibikin dan diadvokasi terutama oleh kaum soska.
Aparat-aparat ekonomi dan keuangan adalah aparat-aparat yang tadinya paling jarang dipersoalakan Rakyat, lain halnya dengan Angatan Bersenjata, Pamong Praja, Pendidikan dan Perguruan, dll. Oleh karena itulah aparat-aparat di bidang ekonomi dan keuangan termasuk aparat yang paling lemah dari Republik yang berjuang melawan imperialisme. Tetapi, pada waktu-waktu belakangan sudah makin banyak pemimpin-pemimpin dan Rakyat yang ditarik ke dalam pembicaraan tentang soal-soal ekonomi dan keuangan dan dengan demikian aparat di bidang ini makin mendapat sorotan dan kecaman. Ini merupakan gejala-gejala baru yang baik sehingga perlu di dorong dan dikembangkan.
Dalam rangka konfrotansi terhadap “Malaysia” sudah tentu adalah juga menjadikan kewajiban mutlak Rakyat Indonesia untuk membantu perjuangan bersenjata Rakyat Kalimantan Utara, di samping Revolusi Rakyat Kalimantan Utara merupakan bantuan besar bagi Rakyat Indonesia dalam mengganyang “Malaysia”.
Indonesia sudah sering mendapat bantuan dalam perjuangan bersenjatanya, baik ketika Indonesia dengan kekuatan senjatanya menghancurkan “PRRi-Persmesta” maupun ketika Indonesia menjalankan Trikora untuk membebaskan Irian Barat. Oleh karena itu Indonesia menyadari benar-benar perlunya Rakyat Kalimantan Utara dibantu dalam perjuangan bersenjata mreka. Sudah tentu, faktor yang menentukan adalah perjuangan bersenjata Rakyat Kalimantan Utara sendiri. Ini dengan tidak mengurangi arti dan perlunya bantuan dari pihak Indonesia.
Jadi, harus dipegang teguh oleh kedua pihak, baik oleh pihak Kalimantan Utara maupun pihak Indonesia, bahwa Rakyat Kalimantan Utaralah yang membebaskan negerinya, sedangkan pernan Indonesia hanya membantu. Oleh karena itu kita tidak menyetujui pikiran-pikiran sementara kaum “bonapartis” Indonesia yang berpikir bahwa merekalah yang akan membebaskan Kalimantan Utara dan bahwa Kalimantan Utara tidak mungkin bebas tanpa mereka. Pikiran ini tidak sesuai dengan pengalaman Indonesia sendiri. Walaupun bagaimana banyaknya bantuan yang diterima Indonesia dari negari-negari sahabat, tetapi faktor yang menentukan bagi kemenangan Indonesia adalah pertama-tama perjuangan Rakyat Indonesia sendiri.
3. MENERUSKAN PEMBANGUNAN
Di muka sudah kita bicarakan tentag saling-hubungan dan saling-mengisi antara ketiga program Kabinet Kerja. Program meneruskan pembangunan sangat erat hubungannya dengan program memecahkan masalah sandang pangan seperti yang sudah di jelaskan di muka, demikian pula sangat tergantung pada cara yang tepat, yang revolusioner dalam menyelesaikan masalah “Malaysia”. Juga tidak dapat dipisahkan dari tugas mengakhiri penyelewengan “26 Mei 1963”, membasmi kontra-revolusi sampai ke akarnya dan membantuk Kabinet Gotong Royong berporos Nasakom.
Dalam hubungan dengan pembahasan program ketiga Kabinet Kerja, kita merasa perlu membicarakan lebih dalam beberapa segi daripada persoalan ekonomi, yang mempunyai pengaruh langsung terhadap dapat atau tidaknya pembangunan diteruskan dengan baik, yaitu tentang: (a) Peraturan-peraturan ekonomi 26 Mei 1963, (b) Anggaran Pendapat dan Belanja Negara 1963 dan 1964, (c) Konfrontasi ekonomi terhadap “Malaysia”, (d) Perembesan modal imperialis di Indonesia, dan (e) Kembali ke Dekon sebagai satu-satunya jalan jika mau meneruskan pembangunan ekonomi.
(a) Peraturan-peraturan Ekonomi 26 Mei 1963
Peraturan-peraturan ekonomi 26 Mei 1963 atau sekarang lebih dikenal sebagai penyelewengan “26 Mei 1963” merupakan pelaksanaan daripada teori politik ekonomi yang usang di bidang moneter dan perdagangan. Dalam Gesuri, pidato Presiden Sukarno pada tanggal 17 Agustus 1963, dinyatakan bahwa “Masalah ekonomi tak dapat dan tak boleh kita tanggulangi secara rutine.”
Politik yang diwakili oleh penyeleweng “26 Mei 1963” memang merupakan politik rutine yang sudah sering dijalankan sejak tahun 1950, yang pada pokoknya mengorbankan segala sesuatu, terutama produksi dan tingkat hidup Rakyat pekerja, untuk mencapai apa yang dinamakan “stabilitas moneter” dan memberi perangsang kepada kaum eksportir. Politik yang demikian lebih-lebih merupakan politik yang terkutuk kerena dilaksanakan justru beberapa bulan setelah diumumkannya Deklarasi Ekonomi yang menekankan pada soal-soal produksi dan perbaikan tingkat hidup Rakyat.
Penyelewengan “26 Mei 1963” juga merupakan penyelewengan kasar terhadap prinsip ekonomi terpimpin, terutama di bidang perdagangan. Prinsip-prinsiup ekonomi terpimpin, seperti misalnya pengawasan secara merata dan di seluruh negari, penyaluran bahan-bahan untuk sektor industri dan pemberantasan terhadap berbagai manipulasi dan spekulasi, dilepaskan sama sekali walaupun ini bertentangan dengan tuntutan Rakyat yang luas. Perusahaan-perusahaan Dagang Negara yang sudah umum dikenal sebagai sarang-sarang manipulasi di mana kaum kapitalis birokrat memperkaya diri atas kerugian seluruh Rakyat, bukanya diritul seperi apa yang dituntut Rakyat melainkan diberi wewenang yang jauh lebih luas dengan tidak perlu mengikat diri lagi kepada kebijaksanaan yang dijalankan oleh Pemerintah. Utang-utang mereka kepada negara umumnya dinyatakan batal. Yang amat mengherankan ialah berita akhir-akhir ini bahwa PDN-PDN yang seharusnya menjadi sumber keuangan bagi negara akan diberi kredit lagi sebanyak Rp 8,9 miliar, tidak lain karena puklulan yang katanya mereka derita akibat peraturan “26 Mei 1963” itu, padahal justru PDN-PDN telah sangat ditolong oleh peraturan terkutuk itu.
Gelombang protes melawan penyelewengan “26 Mei 1963” telah mulai sejak saat peraturan itu diumumkan dan pernyataan Partai kita tangal 3 Juni 1963 di bawah semboyan “Selamatkan Dekon!” telah sangat membantu dalam meratakan pengertian massa tentang penyelewengan itu serta dalam mencegak kemungkinan Dekon didiskreditkan karena penyelewengan itu.
Entah berapa banyak perusahaan yang terpaksa ditutup atau dikurangi tingkat kegiatannya karena penyelewengan itu. Entah berapa banyak kaum buruh yang kehilangan mata pencarian karena penyelewengan itu. Entah berapa banyak alat pengangkutan dan alat produksi yang nongrkong karena pemiliknya, baik negara maupun swasta, sudah tidak mempu membayar HPN (Hasil Perdaganan Negara) yang ditetapkan oleh penyeleweng itu. Entah berapa banyak keuangan negara yang telah diintervensi dalam proyek-proyek pembangunan yang menjadi hilang karena proyek-proyek itu terkatung-katang sebagai akibat penyelewengan itu, Entah berapa banyak kegiatan pemerintah sendiri, terutama di daerah-daerah yang terpaksa dibatalakan karena penyelewengan itu.
Gesuri dengan tegas menandaskan bahwa “mengutamakan kenaikan produksi” adalah “keharusan”, karena “secara positif harus mengembangkan tenaga produktif daripada buruh dan tani.”
Peraturan-peraturan ekonomi 26 Mei bukannya melaksanakan apa yang dinyatakan oleh Gesuri tentang mengembangkan tenaga produktif daripada buruh dan tani, tetapi melahan menekan perkembangan tenaga produktif tersebut. Hal ini terbukti dari kegiatan selama ini, bahwa daya beli Rakyat pekerja makin lama mikin merosot karena politik kenaikan harga barang-brang dan dengan tertekannya penghasilan Rakyat pekerja. Sektor produksi mengalami kebangkritan di banyakj bidang sehingga pengangguran makin merajalela. Pelaksanaan perubahan Agraria (landreform) menurut UUPA boleh dibilang macet, tetapi kaum tani dipaksa menjual murah hasil produksinya dan sebaliknya harus membeli barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari dengan harga mahal.
Yang menonjol daripada Peraturan Ekonomi 26 Mei adalah pemberian perangsang berupa rupiah dan devisen kepada pedagang-pedagang ekspor dengan mengadakan devaluasi atau memerosotkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan liberalisasi politik harga. Akibat daripada ini adalah hambatan sektor produksi dan tekanan berat atas daya beli rakyat dengan makin meningkatnya ongkos hidup sehari-hari.
Pernyataan Pemerintah di muka sidang DPR-GR pada tanggal 11 Desember yang lalu yang mengakui bahwa peraturan-peraturan 26 Mei telah mengalami kegagalan disambut dengan perasaan lage oleh seluruh Rakyat. Pengakuan pemerintah ini harus diikuti segera dengan peraturan-peraturan yang ditujukan terutama kepada memulihkan prinsip ekonomi terpimpin, memperkuat sektor negara sebagai sektor yang memimpin, memperkuat kembali dan memperluas sistem distribusi, mengarahkan perhatian utama kepada sektor produksi, baik produksi untuk dalam negari maupun produksi untuk ekspor, dan secara nyata memperbaiki kehidupan Rakyat pekerja yang sudah sedemikian merosot itu. Hanya jika ini semua dilakukan, akan dapat dikatakan bahwa Pemerintah dengan sungguh-sungguh mengakhiri penyelewengan 26 Mei dan melaksanakan Deklarasi Ekonomi.
(b) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1963 dan 1964
Bahwa peraturan-peraturan ekonomi 26 Mei merupakan penghalang bagi perkembangan ekonomi dan keuangan tercermin pula dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1963 dan 1964, lebih-lebih setelah dipraktekkan selama beberapa bulan saja ciri yang khas dari APBN 1963 dan 1964 adalah pengeluaran dan penerimanaan negara yang tidak lagi mempersoalkan ratusan juga atau puluhan miliar rupiah melainkan jumlah ratusan miliar rupiah. Pengeluaran negara direncanakan akan berjumlah Rp 305.618.2 juta untuk tahun 1963 dan Rp 392.777.1 juta untuk tahun 1964. Jumlah ini akan lebih besar lagi karena masih banyak pos-pos Pro Memori yang akan ditetapkan kemudian, juga karena banyaknya tambahan-tambahan subsidi yang tidak diperhitungkan semula. Pendapatan negara direncanakan akan berjumlah Rp 272.024 juta untuk tahun 1963 dan Rp 391.001 juta untuk tahun 1064. Jumlah pendapatan ini dalam praktek akan berkurang karena banyaknya disepensasi yang menyusul akibat tuntutan-tuntutan perusahaan-perusahaan negara serta badan-badan Pemerintah lainnya untuk dibebaskan dari kewajiban membayar HPN-HPN. Pemerintah sendiri telah mengakui bahwa anggaran ini memang tidak dapat dicapai hingga defisit untuk tahun 1963 yang semula direncanakan berjumlah Rp 33.594.2 juta akan jauh dilampaui, bahkan mungkin menjadi 2 atau 3 kali lebih besar.
Pada pokoknya angka-angka pengeluaran negara adalah sangat tinggi tetapi bukan karena meluasnya kegiatan pembangunan ekonomi sektor negara, melainkan karena kenaikan-kenaikan harga akibat politik harga dan devaluasi berdasarkan peraturan-peraturan ekonomi 26 Mei. Jadi pengeluaran-pengeluaran sangat besar tetapi tetap tidak memenuhi kebutuhan riil sektor negara untuk mempertahankan daya-kerjanya yang ada, apalagi untuk mempertingginya. Pendapatan-pendapatan negara direncanakan terlalu tinggi dengan membebankan pada konsumen yang harus membayar harga barang-barang yang tinggi. Anggran Pendapatan Negara yang sedemikian tinggi tidak dapat dipenuhi karena kemampuan masyarakat baik sektor negara maupun sektor swasta tidaklah sedemikian tingginya. Maksud untuk mengatasi defisi dengan begitu tidak akan tercapai dan memang tidak mungkin dicapai dengan satu kali pukul tetapi harus dengan rancana kenaikan produksi yang kongkrit dan rencana keuangan negara yang riil dan cermin dari tahun ketahun.
Kesediaan Pemerintah untuk meninjau kembali APBN untuk tahun 1963 dan tahun 1964 sesuai dengan maksudnya untuk mengubah peraturan-peraturan 26 Mei patut dihargai. Kesediaan ini hanya bisa mempunyai arti jika dilakukan atas dasar prinsip-prinsip yang telah ditetapkan di dalam Dekon dan Resolusi MPRS No. 1 tahun 1963.
(c) Konfrontasi Ekonomi Terhadap “Malaysia”
PKI telah menyatakan sikapnya dalam menghadapi konfrontasi politik dan ekonomi terhadap “Malaysia”. Sikap tersebut telah dinyatakan dalam Saran CC PKI kepada PB Fron Nasional dengan judul “Teruskan Konfrontasi terhadap ‘Malaysia’ dengan Mengganyang Kontra-revolusi dan Kembali ke Dekon.” Keputusan Presiden untuk memutuskan semua hubungan ekonomi dengan “Malaysia”, khususnya dengan Singapura dan Malaya (Penang) adalah sangat penting dalam melepaskan ketergantungan ekonomi Indonesia kepada daerah-daerah jajahan Inggris itu. Ini berarti dihilangkannya sumber-sumber keuntungan-keuntungan lubar biasa dari kaum kapitalis monopoli dan komprador di Singapura dan Malaya yang selama ini secara tradisional menjadi perantara dalam memperdagangkan hasil produksi barang-barang ekspor Indonesia.
Tugas kita sekarang dalam hubungan dengan mengkonsolidasi tindakan terhadap “Malaysia” pada pokoknya adalah:
Ada orang-orang yang mengira, bahwa demi berhasilnay konfrontasi dengan “Malaysia” kita tidak segan bersekutu dengan siapapun “termasuk setan”, dan dengan semboyan itu mereka sekarang giat menunjukkan perhatian ke arah kaum imperialis Belanda untuk mulai kembali memegang peranan dalam saluran ekspor dan impor kita. Kerja sama “setan Indonesia” dan “setan Belanda” ini sudah tentu tidak dapat dibenarkan Rakyat Indonesia. Adalah tidak benar pendapat, bahwa untuk melakukan konfrontasi dengan suatu imperialisme, Rakyat Indonesia harus lari ke pangkuan imperialisme yang lain. Imperialisme Belanda adalah “setan” yang paling berpengalaman dalam menipu dan menguras kekayaan Rakyat Indonesia.
Sementara orang-orang yang mempunyai kepentingan ekonomi dengan kaum kapitalis di Singapura dan Malaya berada dalam kebingungan dan mendesak dibukanya perdagangan trnansitu di tempat-tempat lain di luar negeri, misalnya Kolombo, Manila, Bangkok dsb. Sambi usaha-usaha ini terus berlangsung, juga terdapat usaha-usaha lain berupa tuntutan dibentuknya pelabuhan bebas di Indonesia dengan memindahkan peranan Singapura sebagai pusat perdagangan transito ke Indonesia. Dari ini semuanya dapat kita lihat betapa berbagai pihak sedang bekerja keras untuk menaruk keuntungan-keuntungan bagi kepentingan mereka sendiri dari pemutusan hubungan-hubungan ekonomi dengan Singapura dan Malaya.
Kepentingan kaum kapitalis nasional tertentu sangat terjalin dengan pembentukan pelabuhan bebas, free trade zone dan bonded warehouse yang merupakan liberalisasi ekonomi tidak tanggung-tanggung. Liberalisasi ekonomi adalah garis Tim Peninjau Ekonomi Amerika Serikat yang mengunjungi Indonesia dalam tahun 1961 dan menyusun laporannya dalam apa yang dinamakan Humphrey Report. Memindahkan pasaran dari Singapura-Malaya tidak boleh berarti memindahkan peranan Singapura-Malaya sebagai pusat perdagangan transito ekspor-ekspor Indonesia ke tempat lain di luar negari. Juga tidak boleh berarti memindahkannya ke Indonesia dengan misalnya menciptakan bonded warehouse (gudang-gudang dan pekarangan di mana disimpan barang-barang yang bebas dari pungutan-pungutan pabean), pelabuhan bebas (lingkungan pelabuhan yang bebas dari kewajiban terhadap pabean) dan free trade zone (daerah-daerah tertentu di sekitar pelabuhan yang bebas dari kewajiban-kewajib an terhadap pabean). Pada pokoknya bonded warehouse, pelabuhan bebas dan free trade zone adalah sama, yaitu tempat-tempat yang ditunjuk untuk perdagangan bebas yang tidak dikenakan kewajiban terhadap pabean dan hanya berbeda dalam luas areal.
Liberalisasi ekonomi dalam bentuk pelabuhan bebas dan sebangsanya adalah cermin daripada kelemahan ekonomi negari yang hanya menyandarkan diri kepada services (jasa-jasa) terhadap pihak luar negaru. Jika ini sungguh-sungguh dilaksanakan, maka tidaklah mungkin lagi dilaksanakan perencanaan ekspor-impor dan ekonomi terpimpin yang menyandarkan dirinya pada pembangunan berencana. Liberalisasi ekonomi semacam ini pasti juga akan membawa akibat semakin meningkatnya kegiatan subversif asing.
Politik Pemerintah yang menguasai perusahaan-perusahaan milik warga neara dari apa yang dinamakan “Malaysia” dan orang-orang yang bertempat di wilayah tersebut seharusnya didahului dengan tindakan mengambil-alih semua perusahaan milik Inggris di Indonesia, karena Inggrislah yang menjadi biang keladi “Malaysia”.
(d) Tentang Perembesan Modal Imperialis di Indonesia
Ciri-ciri utama daripada kekuasan atau pengaruh imperialis asing di Indonesia adalah investasi modal monopoli asing. Sejak modal milik kaum kolonialis Belanda hampir semuanya diambil alih dan dikuasai negara terbukalah kemungkinan-kemungkinan untuk memberikan dasar pada ekonomi sektor negara yang menurut Manipol harus memegang posisi komando. Tetapi kaum kapitalis birokrat, kaum komprador dan mereka yang “salah duduk” serta tukang-tukang “salah urus”, telah merusak ekonomi sektor negara dengan berbagai cara penggerowotan kekayaan neara. Dan setelah berbuat demikian, mereka mempropagandakan bahwa perusahaan-perusahaan yang dinegarakn itu tidak efisien, tidak bisa untuk dan sebaiknya dikuasai oleh pihak swasta, katanya. Dengan demikian mereka menjadi penyambung lidah kaum imperialis Amerika Serikat yang telah menetapkan liberalisasi ekonomi Indonesia sebagai salah satu syarat untuk memperoleh “bantuan” ekonomi dari Amerika Serikat.
Bentuk utama daripada likuidasi sisa-sisa imperialisme adalah melikuidasi sisa-sia penanama modal asing dan tidak membuka kesempatn untuk penanaman modal asing baru dalam bentuk apapun. Tetapi kenyataannya yang kita hadapi sekarang adalah sebaliknya. Perusahaan-perusahaan tambang mili modal imperialis Amerika Serikat Caltex dan Stanvac serta Shell yang bermodal Belanda-Inggris menurut kontrak-kontral lama sudah berakhir masa kerjanya pada tahun 1960. Tetapi langkah yang diambil bukannya menguasai perusahaan-perusahaan minyak bumi yang rata-rata menghasilkan 25% dari seluruh hasil eksport Indonesia setahun, tetapi menciptakan kontrak baru berupa ‘contractorship’ yang meneruskan penanaman modal monopoli asing dengan anama baru. Malahan jumlah kongsing minyak asing dari tiga buah sekarnag menjadi 6 buah dengan dimasukkannya modal PANAM (Pan American), CAOC (California Asiatic Olil Company) dan TOPC (Texaco Overseas Petroleum Company). Berdasarkan “contractorship” kongsi-kongsi minyak asing itu telah diberi hak eksplotasi selama 30 tahun hanya dengan maksud untuk memperoleh dolar dari kongsi-kongsi minyak tersebut. Prinsip mengejar pendapatan dolar semacam ini telah menyampingkan garis production sharing berdasarkan kredit menurut ketentuan KOTOE. Dengan begitu maka ketergantungan Indonesia kepada modal monopoli asing terutama modal Amerika Serikat dalam industri minyak bumi makin besar dan sudah diberi kesempatan untuk berlangsung dalam waktu yang lama.
“Contractorship” ini mengambil contoj dari apa yang terkenal sebagai “Pola Argentina”, sedangkan baru beberapa minggu yang lalu Argentina sendiri telah menetapkan “pola baru”, yaitu membatalkan “contractorship” yang menurut pengalaman mereka amat merugikan kepentingan nasional mereka. Sudah seharusnya, Indonesia yang politik dalam dan luar negerinya lebih maju dari Argentina segera membatalkan “contractorship” yang merugikan dan memalukan itu.
(e) Kembali Ke DEKON Sebagai Satu-satunya Jalan Jika Mau Meneruskan Pembangunan Ekonomi
Karena penyelewengan-penyelewengan terhadap Dekon sudah menjadi satu kenyatan maka tugas kita seakrang adalah mengakhiri penyelewengan-penyelewengan itu dan mendesak agar Pemerintah segara kembali ke Dekon dalam menanggulangi kesulitan ekonomi sekarang. Jalan yang harus ditempuh adalah segera mengadakan tindakan-tindakan ekonomi dengan melaksanakan keputusan PB Fron Nasional tenggal 5-6 September 1963 dan mengefektifkan serta mengkonsolidasi pemutusan hubungan ekonomi dengan apa yang dinamakan dengan “Malaysia”. Pada pokoknya tindakan-tindakan yang perlu segera diambil adalah sebagai berikut:
Sekali lagi perlu ditekankan bahwa segala usaha untuk melaksanakan Dekon dalam rangka menanggulangi kesulitan-kesulitan ekonomi tidak akan berhasil baik tanpa melaksanakan keputusan PB Fron Nasional tanggan 5-6 September 1963 untuk mengadakan rituling aparatur negara dan terutama sekali segera membentuk Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom.
Hanya jika dilaksanakan semua ini, barulah terbuka kemungkinan untuk mengadakan sekadar perbaikan penghidupan rakyat dan mengadakan permulaan yang berarti bagi pembangunan ekonomi negari. Juga pembangunan di Irian Barat sangat tergantung pada dijalankannya atau tidak semua ini.
***
Demikianlah secara pokok sikap PKI terhadap berbagai persoalan dalam negari, khususnya terhadap triprogram baru Kabinet Kerja. Kaum Komunis Indonesia yakin, bahwa triprogram tersebut adalah realisitis dan dapat dilaksanakan, asal saja syarat minimum dipenuhi yaitu: pelaksanaan landreform secara konsekuen, pengakhiran penyelewengan “26 Mei 1963” secepat mungkin, pembasmian kontra-revolusi sampai ke akar-akarnya, pembentukan Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom dan pendemokrasian sistem pemerintahan.
Berbicara tentang pendemokrasian sistem pemerintahan, kita tetap menuntut supaya pemilihan umum yang demokratis segera dilaksanakan untuk memilih MPR, DPR dan DPRD-DPRD. Selama pemilihan umum belum dilangsungkan, DPRGR supaya lebih diaktifkan dan untuk ini perlu sering diadakan konsultasi langsung antara Presiden dengan pimpinan DPRGR serta diadakan kerja sama yang baik antara para menteri dengan DPRGR dalam menciptakan Undang-undang revolusioner sesuai dengan Manipol, Dekon dan Ketetapan-ketetapan serta Resolusi MPRS. Kepala-kepala dan Wakil Kepala-Wakil Kepala Daerah serta pejabat-pejabat penting lainnya yang “otak dan hatinya telah berdaki-berkarat tak dapat menyesuiakan diri dengan Manipol” supaya diganti dengan mereka yang Manipolis, pimpinan semua DPRDGR, keanggotaan BPH dan berbagai Dewan yang ada hubungannya dengan pemerintahan, dengan perekonomian dan kultur harus dinasakomkan; jawatan-jawatan dan dinas tidak boleh menjadi sarang dari mereka Nasakom-phobi.
Untuk membikin ide Nasakom sulit diterjemahkan, sementara orang jahil dan reaksioner memfitnah, bahwa kaum Komunis menuntut supaya semua jawatan, dinas dan bahkan juga pimpinan Angkatan Bersenjata dinasakomkan.
Dalam hal nasakomisasi semua aparatur negara kaum Komunis bukanlah “ekstrimis”, tetapi menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang matang. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang matang kaum Komunis tidak mengusulkan hal-hal yang ekstrim, tetapi yang masuk akal, yaitu supaya dibentuk Panitia Rituling Aparatur Negara (PARAN) yang baru, yang menceriminkan kegotongroyongan nasional berporoskan Nasakom dan dipimpin langsung oleh Presiden Sukarno sesuai dengan Dekon pasal 34. PARAN gaya baru inilah yang akan memberikan saran-saran kepada Presiden Sukarno untuk menjamin supaya pimpinan semua aparatur negara berjalan seirama dengan derap langkah kemenangan gagasan persatuan nasional berdasarkan kegotongroyongan berporoskan Nasakom.
Juga di Irian Barat kehidupan demokratis harus dilaksanakan. Ada sementara orang yang berpikiran sinting yang menginginkan satu “karantina politik”, memimpikan suatu “pilot project stabilitas politik” di Irian Barat tanpa partai politik dan tanpa surat kabar. Orang-orang sedemikian ini telah memberikan pengorbanan yang besar pada perjuangan mengembalikan Irian barat yang besar pada perjuangan ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia yang ber-UUD 1945, ber-MANIPOL, ber-PANCASILA dan ber-NASAKOM.
Hanya kehidupan demokratis yang sehat dapat mendorong peningkatan taraf kebudayaan dan kesadaran politik Rakyat di daerah ini agar dapat mengejar taraf yang sudah dicapai Rakyat Indonesia di dearah-dearah lain. Kita menyambut baik tindakan Pemerintah yang telah membubarkan semua partai politik bikinan kaum kolonialis Belanda, dan bersamaan dengan itu kita mengharapkan dan menuntu agar apa yang dinamakan “karantina politik” dicabut, agar kehidupan berpartai dan berorganisasi dinormalkan di Irian Barat.
Semua syarat minimum untuk pelaksanaan triprogram Kabinet Kerja yang kita sebutkan di atas telah tercantum dalam banyak dokumen negara dan dalam keputusan-keputusan Pengurus Besar Fron Nasional. Tidak ada yang anen dah tidak ada yang berlebih-lebihan. Yang tidak aneh dan tidak berlebih-lebihan inilah yang harus dipenuhi sebagai syarat pelaksanaan triprogram Kabinet Kerja.
1. PENGGANYANGAN TERHADAP IMPERIALISME MAJU TERUS DI SEMUA FRONT
Kawan-kawan yang tercinta!
Bukanlah tanpa alasan kalau dalam laporan mengenai situasi internasional ini, kita tandaskan dalam kalimat pertama bahwa situasi internasional adalah sangat baik bagi pertumbuhan kekuatan revolusioner Rakyat di seluruh dunia dan makin memburuk bagi kekuatan-kekuatan imperialis, kolonialis, neo-kolonialis, kaum revisionis dan kaum reaksioner lainnya di seluruh dunia.
Kekuatan kubu sosial terus bertambah besar. Walaupun ada kesulitan-kesulitan dalam hubungan antara negara-negara sosialis, namun persatuan antara rakyat negeri-negeri sosial tetap baik. Bagaimana pun juga, dalam menghadapi imperialisme yang merupakan musuh bersama, rakyat di negeri manapun, tidak terkecuali di negeri-negeri sosialis, tidak bisa dibawa untuk mencinderai dan meninggalkan persatuan. Semua rakyat di seluruh dunia makin erat bergandengan tangan dan makin gigih berjuang dalam satu barisan yang makin perkasa dan makin tak terkalahkan.
Perjuangan Rakyat sedunia melawan porlitik imperialis, politik agresi, subversi dan intervensi untuk kemerdekaan nasional, demokrasi, perdamaian dunia dan Sosialisme terus berkembang dan maju. Sasaran revolusioner rakyat sedunia diarahkan kepada imperialisme AS yang dewasa ini merupakan pusat reaksi dunia, biang keladi imperialisme, kekuatan pokok dari agresi dan perang dan karena itu telah menjadi musuh bersama yang paling jahat dan paling berbahaya bagi rakyat sedunia.
Nampak jelas bahwa “global strategy” imperialis menemui kegagalan-kegagalan serta kekalah-kelalahan di mana-mana. Imbangan kekuatan dalam kubu imperialis mengalami perubahan yang mendalam.
Negeri-negeri Eropa kapitalis, dan terutama sekali 6 negeri Pasaran Bersama Eropa (PBE) yaitu Perancis, Jerman Barat, Italia, Belgia, Nederlan dan Luxembur makin memperkuat kedudukannya untuk membebaskan diri dari dominasi AS, baik di bidang ekonomi dan politik maupun di bidang militer, misalnya mengenai masalah strategi nuklir. Tentu, di antara 6 negeri itu sendiri terdapat kotradiksi-kontradiksi. Sistem PBE yang tetak menolak masuknya Inggris tidak mempermudah pemasaran barang-barang AS di Eropa. Sebaliknya AS makin sulit menghadapi saingan dari barang-barang Eropa di pasaran dalam negeri AS sendiri.
Kontradiksi di bidang militer berkisar sekitar masalah pembentukan satu kekuatan nuklir multilateral Nato. Masing-masing tetap memegang pendirian sendiri-sendiri. Terutama Perancis menolak tuntutan AS denan terus membangun kekuatan nuklirnya sendiri. Pergulatan antar-imperialis mengenai soal komposisi, komando dan kontrol angkatan nuklir multilateral Nato ini tidak lain merupakan pencerminan di bidang militer dari kontradiksi antar-imperialis yang makin hari makin meruncing.
Di dalam negeri Amerika Serikat sendiri keadaannya tidak semudah dan sebaik yang diiklankan oleh Washington. Pengangguran tetap tidak menurun, bahkan sebaliknya. Angka-angka pengangguran yang diakui oleh pemerintah AS sendiri adalah 5,3% dalam tahun 1960-1961 dan sekarang lebih dari 6% dari seluruh tenaga kerja. Jika diingat bahwa otomasi mengakibatkan hilangnya pekerjaan bagi 1 ½ juta kaum buruh setiap tahun dan bahwa jumlah kenaikan tenaga kerja adalah jauh melebihi jumlah kenaikan kesempatan bekerja, maka dapat dipastikan bahwa angka pengengguran ini akan terus naik.
Melalui sistem iklan yang amat luas dilakukan melalui televisi, pers dan radio dan yang mat mendorong orang-orang supaya membeli, disertai dengan sistem kredit konsumen (consumer’s credit) yang amat mudah didapat dari bank-bank dan yang juga diiklankan secar luas sekali, maka pasaran dalam negeri di pelihari tinggi secara “artificial” (dibikin-bikin).
Segala barang yang dipakai oleh konsumen untuk sebagai yang terbesar sekali bukanlah milik si pemakai, tetapi milik bank yang memberi kredit kepadanya. Kemakmuran palsu demikian itu tidak membawa perasaan aman bagi kaum konsumen, karena mereka sadar bahwa hidupnya yang nampaknya mewah dengan memiliki rumah, mobil, dan perabot-perabot rumah tangga adalah karena mereka telah menggadaikan suluruh tenaga kerjanya untuk 30 tahun atau lebih kepada bank-bank kredit. Kalau sebelum itu terjadi sesuatu yang mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan dan gaji tetapnya, maka bank akan mengambil kembali segala milikinya dan mereka akan kembali hidup melarat tanpa rumah, tanpa mobil, tanpa perabot rumah tangga, tanpa sesuatu apapun. Bank-bank sekarnag tidak hanya memiliki dan menguasai kongsi-kongsi dan pabrik-pabrik, tetapi jga sudah langsung memiliki dan menguasai massa konsumen.
Biaya hidup yang amat tingi di AS dan yang berarti amat tingginya ongkor produksi barang-barang AS, merupakan kesulitan pokok bagi industri AS untuk dapat bersaing di pasaran intenasional. Ekspor AS dapat dipertahankan hanyalah karena banyaknya “bantuan luar negeri” yang diberikan, jang sebenarnya adalah bantuan bagi industri AS sendiri. Di segala cabang industri, perdagangan dan transpor, sedikitpun AS tidak akan dapat bertahan dalam persaingan di pasaran bebas dengan negeri-negeri lain di dunia, tanpa adanya sistem subsisi dan bantuan dan segala macam proteksi dan preferensi yang diberikan dan dibiayai dari anggaran belanja pemerintah AS. Dalam keadan demikian barang-barnag AS dipasarkan dalam negeri sendiri makin lama makin sulit menghadapi saingan barang-barnag dari Jerman Barat, Jepang dan negeri-negeri lain yang harganya jauh lebih murah daripada barang-barang AS sendiri.
Masalah dalam negeri AS yang utama adalah masalah kira-kira 20 juta penduduk Negro yang makin lama makin reas dan kuat memperjuangkan tuntutan persamaan hak dengan penduduk kulit putih. Posisi Negro dalam masyarakat AS sekarang pada dasarnya tidaklah berbeda dengan di abad yang lalu. Di semua lapangan kehidupan mereka didiskriminasi, dalam kesempatan belajar, kesempatan bekerja, kesempatan menikmati kedudukan pimpinan dalam pemerintah dan perusahaan (business), dan banyak lain lagi. Jika di suatu toko pelayannya terdiri dari orang kulit putih, maka Negro biasanya kuli yang mengangkat barang dan membersihkan meja dan lantai. Jika tukang cukurnya orang kulit putij, maka orang Negro biasanya tukang gosok sepatu. Jika letnannya orang kulit putih, maka orang Negro biasanya prajurit biasa atau paling banter kopral. Angka pengangguran tetap sekarang adalah lebih dari 6% dari seluruh tenaga kerja AS, tetapi pengangguran di kalangan kaum Negro saja angkanya 13,3%. Malahan di kota Chicago yang penduduk Negronya adalah 13% dari seluruh penduduk kota, angka pengangguran dikalangan buruh negro adalah 40%.
Kedudukan Negro di AS yang menyebut dirinya “jago demokrasi” itu sekarang adalah kira-kira sama dengan kedudukan “inlander” atau “ngenjumin” di negeri kita dahulu. Masalah Negro pada hakekatnya adalah masalah penindasan kolonial dan masalah nasional. Tidaklah mengherankan bahwa perjuangan Rakyat Negro tumbuh makin luas.
Skala pada dewasa ini daripada perjuangan anti-segregasi melawan penindasan rasial dan penghisapan untuk hak sama dan kemerdekaan ini, tidak ada taranya dalam sejarah Negro di AS. Adalah kepentingan kaum kapitalis-monopoli untuk melangsungkan rasialisme guna tetap mempertahankan Rakyat Negro sebagai rakyat yang tertindas sebagai sumber tenaga kerja yang murah dan yang guna tetap memisahkan Rakyat pekerja yang berkulit hitam dari yang berkulit putih. Pemerintah AS selalu menolak untuk mengambil langkah-langkah efektif guna menghentikan kerusuhan-kerusuhan rasial yang berkobar di AS. Oleh karena itu perjuangan Rakyat Negro AS merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjuangan besar melawan imperialisme AS. Apa yang dibutuhkan perjuangan Rakyat Negro AS ialah pemimpin politik yang tepat dan revolusioner, karena hanya dengan demikian sendi-sendi penghisapan dan penindasan terhadap Rakyat Negro dalam masyarakat AS bisa diubah dan ditumbangkan.
Rakyat Indonesia mempunyai respek yang besar dan simpati yang dalam serta solider sepenuhnya dengan perjuangan yang dilakukan dengan gagah berani oleh Rakyat Negro di Amerika Serikat. Sikap ini juga dengan tandas pernah dinyatakan oleh Presiden Sukarno. Propaganda seakan-akan pemerintah Kennedy tempo hari dan pemerintah Lyndon Johnson sekarang melawan diskriminasi rasial tidaklah lebih daripada ocehan kosong dan hanya orang naik yang suka mempercayai ocehan itu. Pemuda-pemuda Indonesia yang mendatangi kedutaan besar AS di Jakarta membuka kedok ocehan itu ketika mereka mengatakan: kalau benar anti-diskriminasi rasial, tarik semua pasukan AS dari Asia dan kaum rasialis di AS pasti bisa ditindas dengan pasukan-pasukan tersebut.
Di Asia, Afrika dan Amerika Latin, imperialisme AS menderita kekalahan-kekalahan serius.
Kaum imperialis AS dan kaum reaksioner Vietnam Selatan sedang melakukan suatu “perang khusus” di Vietnam Selatan. Betapapun bertambahnya jumlah serdadu dan jenderal yang mereka terus kirimkan dan betapapun luasnya racun-racun kimia yang mereka hamburkan di pedesaan-pedesaan, namun kaum imperialis AS dan kaum reaksioner Vietnam Selatan menderita kekalahan terus menerus. Perjuangan Rakyat Vietnam Selatan sekali lagi membuktikan bahwa kekuatan militer AS bukannya tak terbatas dan bukanlah tak terkalahkan, tetapi sebaliknya kekuatan rakyat betul-betul tak terkalahkan. Kira-kira tiga perempat dari wilayah Vietnam Selatan sudah dikuasai oleh Front Nasional Pembebasan Vietnam Selatan. Rakyat Vietnam Selatan tidak mau ditundukkan oleh penindasan-penindasan yang keras dan berdarah dari kaum imperialis AS beserta boneka-bonkenya, baik Ngo Dinh Diem yang sudang digulingkan dan di dibunuh oleh AS sendiri itu, maupun oleh Nguyen Ngoc Tho itu “bekas wakil presiden” yang sekarang mereka “perdana menterikan”.
Kekalahan-kekalahan besar rezin boneka Ngo Dinh Diem sehingga akhirnya ia digulingkan oleh kaum imperialis AS sendiri menunjukkan bahwa kekalahan terakhir dari imperialisme AS dan kaum reaksioner di Vietnam Selatan tak bisa dielakkan lagi. Nasib Ngo Dinh Diem adalah peringatan baik bagi mereka yang mau menjadi boneka imperialis. Begitu terbukti tak mampu menghadapi perlawanan Rakyat, begitu si boneka dibuang ke tong sampah dan diganti dengan boneka baru.
Melihat kedudukannya yang makin terdesak di Vietnam Selatan, kaum imperialis AS lagi-lagi mencoba untuk menimbulkan huru-hara di negeri-negeri lain dari semenanjung Indocina. Di Laos, segera sesudah Menlu Quinim Pholsena dibunuh, Washington memperluas pembunuhan-pembunuhan gelap terhadap pembesar-pembesar Laos lainnya, termasuk perwira-perwira patriotik, dan mencetuskan konflik-konflik bersenjata dengan intensif sekali.
Dengan menggunakan kaum reaksione Laos, kaum imperialis AS berdaya-upaya keras untuk menimbulkan perpecahan-perpecahan serta memprovokasi konflik-konflik bersenjata di kalangan pasukan-pasukan golongan netralis di Xieng Khouang dan Dataran Tempayan. Usaha-usaha jahat dan kurang ajar ini bertujuan untuk melenyapkan selangkah demi selangkah peranan golongan netralis yang dipimpin oleh Pangeran Souvana Phouma dari kehidupan politik Laos, mengisolasi dan menyingkirkan kekuatan Neo Lao Kasat yang patriotok, menggugurkan Pemerintah Kerukunan Nasional yang telah disetujui oleh 3 Pangeran yang mewakili 3 kekuatan politik pokok dan melenyapkan perdamaian, kedaulatan dan kemerdekaan Laos.
Rakyat Indonesia, Rakyat Asia dan Rakyat-rakyat di seluruh dunia yang cinta kemerdekaan tidak akan bersikap acuh tak acuh melihat aktivitas-aktivitas yang kurang ajar dari kaum imperialis AS di Laos. Mereka tak bisa berdiam diri melihat Perjanjian Jenewa diinjak-injak seenaknya oleh kaum imperialis AS.
Juga sebuah negeri yang wilayahnya tidak besar tapi keberanian rakyatnya besar, yaitu Kamboja, tidak bebas dari subversi imperialis AS. Dengan mengerahkan kaum kontra-revolusioner Kamboja, lewat apa yang dinamakan gerakan “Khmer Serai” (Kamboja Besar), melalui usaha-usaha kudeta di samping “bantuan”, kaum imperialis AS berdaya-upaya untuk bercokol di Kamboja. Seaga usaha ini gagal.
Keberanian Kamboja untuk mengakhiri secara unilateral “bantuan” ekonomi, kebudayaan dan militer AS mulai 1 Januari 1964 adalah tepat dan sungguh mengagumkan. Tidak lain adalah seorang pangeran yang bernama Norodom Sihanouk yang berkata, bahwa lebih baik miskin tapi lebih merdeka, dan anak kecilpun tahu bahwa menolak “bantuan” AS itu menguntungkan. Ini adalah contoh, lebih-lebih bagi mereka yang bukan pangeran, bagaimana sesuatu negeri yang ingin tetap merdeka harus bertindak terhadap imperialis AS yang rakus lagi gila itu.
Perkembangan Birma menarik perhatian kita. Tadinya adalah satu usaha yang baik dari Jenderal Ne Win yang mengepalai Dewan Revolusioner Birma untuk mengadakan perundingan dengan Fron Persatuan Nasional Demokratis dalam mana tergabung partai Komunis Birma, Partai Persatuan Nasional Karen, Partai Negara Mon Baru, Partai Progresif Karen dan organisasi Tertinggi Cin, gune memulihkan perdamaian dalam negeri.
Sayannya bahwa perundingan-perundingan itu terhenti. Partai Komunis Birma telah menyatakan tanpa pengorbanan hak-hak kepartaiannya untuk mengusahakan pulihnya perdamaian dalam negeri, PK Birma mengharapkan agar Dewar Revoluisioner Birma membuka perundingan kembali atas dasar persetujuan-persetujuan dengan partai-partai itu masing-masing sekalipun perundingan-perundingan dengan FPND sebagai keseluruhan telah mengalami pemutusan.
Untuk memperbesar sukses perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme di Asia Tenggara adalah penting sekali untuk membuka kembali perundingan itu agar persengketaan dapat diselesaikan untuk kepuasan semua pihak. Penangkapan-penangkapan di Birma baru-baru ini lebih menyulitkan tercapainya perdamaian nasional dan dengan sendirnya merugikan Birma. Oleh karena itu kaum Komunis dan Rakyat pekerja Indonesia menuntut dibebaskannya kaum demokrat yang ditangkap dan mengharapkan perundingan akan dapat dibuka kembali.
Salah satu alat penting yang digunakan kaum imperialis AS untuk kepentingan politik agresinya di Asia ialah India. Pemerintah Nehru telah mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan kebutuhan imperialis AS dengan menyediakan pulau-pulau pangkalan militernya seperti kepulauan Andaman dan Nikobar, dengan memberikan wilayah-wilayah daratan, perairan dan udaranya untuk digunakan AS sebagai basis-basis militer guna operasi-operasinya di Asia. Pemerintah Nehru sekarang sudah terang-terangan menjadi centeng AS di Asia dan kolone V dalam barisan negara-negara Asia Afrika. Kekurangajaran pemerintah India memuncak dengan menyetujui diperluasnya daerah operasi Aramada VII ke Samudera Indonesia. Demikianlah “non-aligned” Nehru yang pro-AS.
Untuk menutupi persekutuan busuknya dengan imperialisme AS dan untuk menunjukkan muka “non-aligned-nya”, pemerintah Nehru menerima bantuan ekonomi dan militer Uni Soviet. Dengan licik Nehru menggunakan bantuan-bantuan Soviet untuk menutupi centeng AS-nya, untuk membersihkan tangan-tangannya yang kotor akibat agresinya terhadap Tiongkok dan razianya terhadap kaum Komunis sejati di India. Tetapi Rakyat yang sadar tidak bisa dibikin percaya bahwa dangan ini India masih menjalankan politik non-aligned. Bantuan ekonomi dan bantuan-bantuan militer Soviet berupa helikopter-helikopter, tank-tank, pabrik pesawat tempur Mig-21, pabrik peluru kendali dsb., sama sekali tidak merenggangkan persekutuan India dengan imperialisme AS, tidak bisa melepaskan India dari pelukan AS. Sebaliknya kolaborasi mereka bertambah erat.
Sudah sepatutnya jika Pemerintah Indonesia memberi perhatian yang serius pada langkah-langkah yang berbahaya dari pemerintah Nehru ini. Perbuatan-perbuatan pemerintah Nehru yang dalam tahun-tahun belakangan tidak pernah bimbang untuk mengkhianati nasion dan menindas Rakyat India tidak saja ditentang oleh Rakyat Inidia, tetapi jug dikutuk oleh Rakyat Asia dan Afrika, Rakyat Indonesia tiada kecuali.
Di Jepang di bawah pendudukan angkatan bersenjata imperialis AS, gerakan Rakyat untuk menghancurkan rencana-rencana imperialis yang hendak membikin Jepang sebagai pangkalan perang nuklirnya makin hebat, meluas dan meliputi seluruh lapisan Rakyat. Partai Komunis Jepang berdidi di barisan terdepan dalam kampanye anti-AS yang oerjasa ini yang mendapat solidaritet kuat dari Rakyat di negeri-negeri lain di dunia.
Kemajuan besar yang dicapai Partai Komunis Jepang dalam pemilihan umum baru-baru ini (naik suara kurang lebih 500.000) membuktikan tepatnya garis PKJ dan bertambah eratnya hubungan Partai sekawan ini dengan massa Rakyat pekerja di negerinya. Sementara itu percobaan pembunuhan terkutuk terhadap Ketua PKJ, Kawan Sanzo Nosaka belum lama berselang lebih menunjukkan kelemahan daripada kekuatan imperialis AS dan kapitalis monopoli Jepang.
Di Benua Afrika di mana berbagai negeri mengalami pertumbuhan politik yang berbeda-beda, perjuangan melawan kolonialisme lama maupun baru terus berkembang, baik dalam bentuk perjuangan politik maupun dalam bentuk perjuangan bersenjata.
Sekarang, dari 59 negeri dan daerah Afrika, 36 buah telah mencapai kemerdekaan menurut ukuran yang berbeda-beda dan meliputi jumlah penduduk lebih dari 85% dari penduduk Afrika seluruhnya serta luas daerah lebih dari 80% luas seluruh Afrika.
Jalan Aljazair yaitu jalan perjuangan bersenjata telah membuka halaman baru dalam sejarah perjuangan rakyat Afrika melawan imperialisme dan telah mengilhami perjuangan-perjuangan rakyat di benua ini. Jalan ini adalah berbeda dengan yang sudah ditempuh oleh banyak negeri Afrika yang hanya nama saja merdeka tetapi pada hakekatnya masih dikuasai kaum imperialis.
Jalan Aljazair ini sedang ditempuh oleh beberapa negeri Afrika, seperti Angola, dan Guienea (Portugis), dll.
Dalam menyambut negeri-negeri yang baru merdeka di Afrika, kita harus dapat membedakan antara kemerdekaan yang ada inisnya dengan kemerdekaan yang palsu. Jika tidak demikian maka sangat mungkin kita akan memuji-muji neo-kolonialisme model “Malaysia”.
Di Amerika Latin, dimuka pintu AS Kuba berulangkali telah menghancurkan percobaan-percobaan serbuan agresif AS. Kejadian-kejadian selama beberapa bulan belakangan ini membuktikan, bahwa bahaya agresi imperialis AS sama sekali tidak mereda. Rakyat Kuba yang heroik tetap teguh membela daerah bebas yang pertama di benua Amerika. Sekali pun terus-menerus diagresi oleh AS, tetapi Pemerintah Revolusioner Kuba makin terkonsolidasi dan pengahru revolusionernya makin lama makin meluas ke negeri-negeri Amerika Latin lainnya. Kuba adalah salah satu bukti yang hidup betapa jahatnya orang-orang yang membagus-baguskan imperialisme AS dan betapa tak terkalahkannya rakyat jika sudah bertekad bulat untuk merdeka dan membangun Sosialisme.
Situasi revolusioner di Amerika Latin sangat menguntungkan Rakyat. Karena itulah kaum imperialis AS sangat membenci Kuba yang merupakan mercusuar revolusi di Amerika Latin, yang pancaran sinarnya menerangi revolusi-revolusi nasional demorkatis dari rakyat-rakyat Amerika latin yang terus mencapai puncak-puncak baru dalam perjuangan revolusionernya.
Suatu situasi baru timbul dalam gerakan nasional demokratis Rakyat Amerika Latin. Perjuangan bersenjata melawan kapital monopoli AS dan rezim-rezim serta diktatur-diktatur kontra-revolusioner dalam negeri sebagaimana ditunjukkan oleh Venezuela berkembang dan mencapai kemajuan-kemajuan yang pesat.
Pasukan-pasukan gerilya Rakyat dari Tentara Pembebasan Nasional Venezuela yang lahir dalam proses kebangkitan kaum tani merebut tana dari kaum tuan tanah besar menjalar dan bertempur tidak saja di desa-desa dan daerah-daerah pegunungan, tetapi juga di berbagai kita beberapa negara bagian, bahkan sudah beroperasi sekitar ibukota Venezuela, Caracas.
Perjuangan bersenjata melawan pemerintah Betancourt yang dengan lalim terus melindungi kepentingan-kepentingan modal monopoli AS, kaum komprador serta latinfundis, tidak saja berakar kuat dalam Rakyat Venezuela, tetapi juga mendapat dukungan yang semakin luas dan kuat dari rakyat negeri-negeri Amerika Latin lainnya.
Di Argentina, Presiden Arturo Illia, atas desakan mayoritas absolut Rakyat Argentina telah menandatangani 3 dekrit yang menghapus kontrak-kontrak pemerintah Frondisi yang lalu dengan 13 maskapai minyak asing. Kontrak-kontrak yang telah terbukti merugikan kedaulatan dan membahayakan keamanan negeri, berhubung maskapai-maskapai asing memiliki rencana dan keterangan-keterangan mengenai deposit-deposit minyak Argentina, dianggap sudah tidak sah dan tidak berlaku lagi. Betapa tepatnya langkah itu! Intimidasi-intimidasi Presiden Kennedy ketika masih hidup, Wakil Menteri Harriman, Dubes AS Mc Lintock dll., sama sekali tidak menggentarkan Argentina dalam mengambil langkah yang berani ini. Seperti halnya “Pakta Bagdad” mati konyol di Bagdad, demikian “Pola Argentina” dikubur di Argentina.
Sudah selayaknya pengalaman Argentina ini merupakan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Indonesia yang senantiasa bermain mata dengan modal monopoli asing dan yang senantiasa menonjolkan “Pola Argentina” untuk ditiru dan dipraktikkan di Indonesia. Mereka seharusnya sadar bahwa bukannya “Pola Argentina” bikinan AS di bidang penguasaan minyak, tapi pola Argentina bikinan Argentina sendiri, yaitu penghapusan kontrak-kontrak dengan monopoli-monopoli asing, yang harus dijadikan contoh di Indonesia, demi kedaulatan, keamanan dan kemerdekaannya.
Kemenangan-kemenangan besar lainnya telah dicapai pula oleh NEFO dalam perjuangan melawan imperialisme dunia. Manifestasi-manifestasi daripada kemengan ini kita lihat pada suksesnya Kongres Solidaritas Benua Amerika denan Kuba yang dilangsungkan di Niteroi, Brazil, pada bulan Maret 1963, Konferensi Organisasi Setiakawan Rakyat Asia-Afrika di Moshi (Tanganjika) dan Sidang Komita Eksekutif organisasi tersebut di Nicosia (Syprus) yang dilangsungkan masing-masing pada bulan Februari dan September yang lalu, dan KTT negara-negara Afrika yang berlangsung di Adis Ababa (Etiopia) dalam bulan Mei yang lalu.
Kemenangan-kemengan lainnya yang telah dicapai dapat kita lihat pada suksesnya Konferensi Wartawan Asia-Afrika (KWAA), Sidang Komita Eksekutif Konferensi Pengarang Asia-Afrika (KPAA), Konferensi Buruh Pelabuhan Asia-Pasifik, Sidang Pendahuluan Konferensi Buruh Asia-Afrika (KBAA), yang semuanya telah dilangsungkan tahun ini di negeri kita.
Kawan-kawan!
Dalam Sidang Pleno CC sekarang ini kita tetap menggarisbawahi dan mendorong dengan sekuat tenaga terselenggaranya Konverensi Bandung II dengan secepat-cepatnya. Pada dewasa ini, keperluan ini lebih dirasakan daripada di tahun-tahun yang lewat, melihat perkembangan perjuangan Rakyat A-A melawan imperialisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme sesudah Konferensi Bandung I yang dilangsungkan dalam bulan April 1955.
Rakyat Indonesia menolak usaha-usaha yang dijiwai oleh kaum revisionis modern dan Nehru untuk mengadakan Konferensi “Non-Blok” II. Usaha ini tidak lain merupakan satu sabotase dan petorpedoan terhadap usaha penyelenggaraan Konferensi Bandung II, usaha jahat untuk membunuh semangat Bandung. Usaha-usaha ke arah apa yang dinamakan Konferensi “Non-Blok” juga merupakan pentorpedoan terhadap gagasan kerjasama NEFO.
Lewat Presiden Sukarno, Rakyat Indonesia telah melontarkan ide untuk mengadakan Conference of The New Emerging Forces (CONEFO), tetapi ide baik ini belum mendapat sambutan yang memuaskan dari negeri-negeri lain. Nampaknya, mengadakan Konferensi Bandung II adalah lebih mendesak daripada mengadakan CONEFO, karena perjuangan anti-imperialisme di Asia-Afrika perlu secara besar-besaran dikonsolidasi dan dikembangkan. Tetapi untuk ini harus lebih berani melawan sabotase-sabotase kaum imperialis dan kaki tangannya terutama kaum revisionis modern dan Nehru dengan proyek konferensi “non-blok”-nya.
Demikian beberapa catatan dan sekadar kupasan yang menggambarkan bahwa pengganyangan terhadap imperialisme sedang maju terus di semua fron. Rakyat Indonesia berjalan seirama dan harus lebih teguh memainkan perannya yang positiaf dalam mendorong maju perkembangan revolusioner ini.
2. DI ASIA, AFRIKA DAN AMERIKA LATIN TERDAPAT SITUASI REVOLUSIONER YANG TERUS MENANJAK DAN SEDANG MEMATANG
Dengan uraian tentang situasi internasional seperti di muka jelaslah bahwa di dunia kita sekarang terdapat 4 kontradiksi dasar yaitu:
Kontradiksi (1), (2) dan (3) adalah perjuangan kelas untuk menggulingkan kekuasaan imperialis dan sistem kapitalis. Kontradiksi (3) adalah kontradiksi antar-nasion, tetapi jika dikaji sampai ke akar-akarnya perjuangan sesuatu nasion tertindas baru akan selesai sama sekali jika nasion tersebut sudah sama sekali membebaskan diri dari imperialisme dan ini hanya mungkin jika nasion itu sudah melepaskan diri dari sistem politik dan ekonomi kapitalis, artinya menempuh jalan sosialis. Perjuangan nasion tertindas yang konsekuen yang sampai ke akar-akarnya, pasti akan sampai ke Sosialisme. Hal ini sudah dibuktikan oleh revolusi-revolusi di Asia dan revolusi Kuba di Amerika Latin yang sekarang sudah membangun sosialisme. Sosialisme di negeri-negeri itu adalah kelanjutan yang wajar daripada perjuangan nasion-nasion tertindas melawan imperialisme.
Memang ada perbedaan tingkat anara perjuangan nasion-nasion tertindas untuk kemerdekaan nasional dengan perjuangan untuk Sosialisme, tetapi bagi perjuangan yang konsekuen tidak ada tembok Tiongkok yang memisahkan kedua tingkat perjuangan itu. Hanya mereka yang berpikiran “status quo” yang tidak berpikiran bahwa perjuangan itu adalah satu proses, entah pendek atau panjang, yang membangun tembok Tiongkok antara perjuangan nasion-nasion tertindas dengan perjuangan untuk sosialisme.
Perjuangan nasion-nasion tertindas untuk kemerdekaan nasional pada hakekatnya adalah juga melawan sistem kapitalisme, yaitu kapitalisme monopoli, dan oleh karenanya hanya mungkin berhasil sepenuhnya jika dipimpin oleh proletariat. Lenin pernah menegaskan bahwa “revolusi sosialis tidak akan semata-mata, atau terutama, merupakan perjuangan kaum proletar revolusioner di masing-masing negeri melawan borjuasi mereka–bukan, ia akan merupakan perjuangan dari semua jajahan dan negeri-negeri yang ditindas imperialisme, dari semua negeri tergantung melawan imperialisme internasional.” (W.I. Lenin, The National Liberation Movement in the East, penerbit FLPH, hal 232).
Kontradiksi (4) adalah kontradiksi dalam satu kelas, bukan perjuangan antar-kelas yang satu dengan yang lain. Sudah terbukti bahwa kaum imperialis atau borjuasi tidak mampu menyelesaikan kontradiksi di kalangan mereka. Walaupun sudah 2 kali perang dunia mereka lancarakan, tetapi ternyata bahwa mereka juga tidak bisa menyelesaikan kontradiksi di kalangannya. Kontradiksi di antara kaum imperialis atau borjuasi itu baru dapat diselesaikan kalau kelas buruh dan Rakyat pekerja sudah bangkit di seluruh dunia dan menggulingkan kekuasaan mereka.
Antara keempat kotradiksi itu ada saling-hubung dan saling pengaruhnya. Penyelesaian keempat kontradiksi itu hanya dapat dicapai jika rakyat bangkit di bawah pimpinan kaum revolusioner menggulingkan kekuasaan borjuasi sampai ke akar-akarnya. Pokoknya, penyelesaian kontradiksi-kontradiksi hanya mungkin dengan jalan revolusioner.
Proses menggulingkan borjuasi bukanlah proses yang sederhana, sama tidak sederhananya seperti proses penggulingan kaum feodal oleh borjuasi; sesudah kapitalisme berkuasa di berbagai negeri berkali-kali terjadi restorasi feodalisme. Oleh karena itu keliru sekali jika berpikir bahwa di negeri sosialis tidak bisa terjadi restorasi kapitalisme. Berpikir demikian berarti melemahkan kewaspadaan dan sama halnya seperti orang yang percaya pada tahyul, yang pada hakekatnya berpikir metafisis, karena memutlakkan sesuatu. Contoh sudah ada: Yugoslavia yang tadinya sosialis sekarang sudah menjadi kapitalis, sekalipun ke mana-mana masing mencangking papan nama “sosialis”. Syarat materiil untuk kapitalisme bisa tidak ada di negeri sosialis, tetapi kalau pemimpin partai kelas buruh di negeri yang bersangkutan menyeleweng, bisa saja terjadi restorasi kapitalisme. Di sesuatu negeri sosialis bisa berangsur-angsur tumbuh unsur-unsur kapitalis baru yang kemudian menjadikan negeri itu kapitalis sepenuhnya seperti halnya dengan Yugosalvia sekarang. Pengalaman Yugoslavia memberi pelajaran yang sangat berharaga. Pengalaman ini menunjukkan bahwa restorasi kapitalisme di sesuatu negeri sosialis bisa dimulai dengen degenerasi sistem politiknya; Partai Komunis merosot menjadi partai berideologi borjuis, diktator proletaria merosot menjadi dikator borjois.
Empat kontrakdisi tersebut di atas adalah kontradiksi-kontradiksi dasar, yaitu kontradiksi-kontradiksi yang memberi ciri pada dunia kita sekarang. Di antara kontradiksi dasar selalu ada yang perupakan kontradiksi pokok, yaitu kontradiksi yang menentukan keadaan dan perkembangan kontradiksi-kontradiksi lain. Mana yang merupakan kontradiksi pokok dan bagaimana bentuk-bentuknya, hal ini bisa berubah-ubah menurut masanya dan tingkat perkembangannya.
Ketika perang dunia kedua misalnya, kontradiksi pokok adalah antara kekuatan anti-fasis dengan kekuatan fasis. Kekuatan anti-fasis mencakup kekuatan negeri sosialis, gerakan proletariat, nasion-nasion tertindas dan sebagai negeri kapitalis.
Pada dewasa ini dalam skala dunia terdapat dua arus besar kontradiksi, yaitu kontradkisi Sosialisme dengan imperialisme (kapitalisme monopoli) dan antara nasion-nasion tertindas dengan imperialisme. Dua arus perkasa ini bersatu dalam arus revolusi bnesar melawan imperialisme. Dua kontradiksi ini adalah kontradiksi-kontradiksi pokok dalam dunia kita dewasa ini.
Kita tidak dapat mengatakan bahwa kontradiksi antara sosialisme dengan imperialisme bukan kontradiksi pokok, karena di atanara negara-negara sosialis ada yang dengan sengit berjuang di segala bidang melawan imperialisme. Adalah satu kebenaran bahwa tujuan terakhir imperialis AS ialah menghancurkan negara sosialis yang terkuat dan pemilik senjata-senjata nuklir, yaitu Uni Soviet. Kaum imperialis AS tidak akan sudi ada negara besar nuklir lain di sampingnya. Tapi kita tidak bisa menutup mata, bahwa juga ada negeri-negeri sosialis yang pemimpin negaranya berusaha menghilangkan atau sekurang-kurangnya mengaburkan kontradiksi Sosialisme dengan imperialisme dengan membagus-baguskan imperialisme AS dengan cara memuji-muji tokoh-tokoh negara gembong imperialisme ini atau dengan cara-cara lain. Mereka misalnya mengatakan, bahwa soal-soal dunia dapat diselesaikan jika ada kerjasama antara dua negara besar, negara sosialis tertentu dengan AS, mereka mengatakan bahwa Einsenhower adalah cinta damai, lebih-lebih lagi Kennedy yang sesudah meninggal diangkat menjadi pahlawan perdamaian dan kematiannya begitu dirisaukan dengan cucuran air mata. Dan sekarang Johnson dianggap penerus politik Kennedy yang katanya cinta damai itu.
Kita harus berbicara tentang ini, karena politik membagus-baguskan imperialis AS antara lain dengan cara memuji-muji tokoh-tokoh negara imperialis ini oleh pemimpin partai-partai komunis tertentu di luar negeri menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan pendapat antara Partai kita dengan sementara pemimpin partai-partai komunis itu. Kita kaum komunis Indonesia, dan bersama kita semua Partai Komunis di Asia Tenggara dan banyak lagi partai-partai komunis dan kaum revolusioner lainnya di Asia, Afrika dan Amerika Latin saban saat menghadapi agresi, intervensi dan subversi AS secara langsung atau tidak langsung. Di berbagai negeri kaum imperialis AS tidak pernah berhenti membunuh manusia, tidak peduli anak-anak atau orang tua. Dalam keadaan demikian ini pemimpin-pemimpin sementara partai komunis di luar negeri mengatakan bahwa tokoh-tokoh negara yang melakukan pembunuhan-pembunuhan itu “berpikiran sehat” dan “cinta damai”. Kita bisa memahami kalau ada negarawan-negarawan yang mengucapkan selamat ketika Kennedy diangkan menjadi Presiden AS dan berbelasungkawa ketika ia meninggal dunia sebagai sopan santun politik, tetapi tidak masuk di akal sehat kita kalau ada orang komunis yang menganggap tokoh daripada negara yang merupakan gendarme reaksi internasional sebagai orang-orang yang “berpikir sehat” dan “cinta damai”. Bagaimana bisa jadi, bahwa tokoh-tokoh negara yang sejak berakhirnya Perang DuniaII tidak pernah berhenti mengintervensi dan mensubversi negeri-negeri lain diangap sebagai orang yang “berpikiran sehat” dan “cinta damai”. Rakyat pekerja Indonesia yang berkesadaran politik akan meludahi kita kalau kita kaum Komunis Indonesia berkata demikian; entah apa yang akan diperbuat oleh rakyat pekerja di Vietnam Selatan, Venezuela, Angola, Guinea (Portugis) dll., jika kaum komunis atau orang revolusioner di negeri mereka berkata demikain sebab mereka memegang senjata di tangan. Adanya rasa perikemanusiaan seorang komunis ditentukan oleh kutukannya terhadap imperialisme dan terhadap tokoh-tokoh imperialis, terutama tokoh-tokoh imperialis AS, dan oleh simpatinya yang tidak habis-habisnya terhadap nasion-nasion tertindas yang melawan kaum imperialis, terutama mereka yang saban hari mengalami ancaman-ancam dan pembunuhan oleh kaum imperialis ini. Kehampaan rasa perikemanusiaan serta melemahnya kesadaran kelas yang terdapat pada mereka yang memuji-muji tokoh-tokoh imperialisme AS. Humanisme tidak pernah “universal”–humanisme selalu humanisme kelas.
Jadi, tidak bisa disangkal bahw kontradiksi antara sosialisme dengan imperialisme adalah kontradikisi pokok walaupun pemimpin-pemimpin sementara negara sosialis berusaha menghilangkan atau sekurang-kurangnya mengaburkan kontradiksi itu. Justri karena terdapat usaha-usaha dalam GKI untuk menghilangkan atau mengaburkan kontradiksi itu, maka kita harus lebih giat lagi menelanjangi kejahatan-kejahatan imperialisme, terutama imperialisme AS.
Kontradiksi antara nasion-nasion tertindas dengan imperialisme tidak diragukan lagi adalah kontradiksi pokok. Kontradiksi pokok ini terdapat di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Di daerah-daerah ini sekarang terdapat situasi revolusioner yang terus menanjak dan sedang mematang. Sudah tentu ketajaman kontradiksi itu berbeda di satu benua dengan benua lain dan di satu negeri dengan negeri lain. Pun di Asia, Afrika dan Amerika Latin terdapat pula negara-negara yang menjadi satelit dari AS. Tepi pada umumnya di tiga benua ini terdapat situasi revolusioner seperti itu. Yang berkontradiksi dengan imperialis di negeri-negeri di tiga benua ini ada kalanya hanya rakyatnya saja, tapi ada kalanya rakyat dan pemerintah bersama-sama berkontradiksi dengan imperialisme.
Oleh karena di Asia, Afrika dan Amerika Latin pada dewasa ini terdapat situasi revolusioner yang terus menanjak dan sedang mematang, maka yang terpokok di antara dua kontradiksi pokok pada dewasa ini adalah kontradiksi nasion-nasion tertindas dengan imperialisme. Perjuangan Rakyat AAA menggoncangkan dan sangat melemahkan imperialisme.
Kontradiksi pokok juga bisa terdapat di Eropa dan Amerika Utara jika di daerah-daerah itu bangkit gelombang pasang revolusi. Sekarang kenyataanya belum demikian, baik oleh karena masing-masing imperialis masih kuat di negerinya sendiri maupun oleh karena pengaruh sosial-demokrasi dan revisionisme modern dalam gerakan buruh di negeri-negeri itu. Ada sementara orang berpendapat bahwa dewasa ini kontradiksi pokok ada di Eropa kapitalis karena di bagian dunia inilah yang paling mungkin meletus revolusi proletar. Ini adalah manifestasi pandangan “Eropa Sentris”, suatu variasi dari pandangan dogmatis mengenai revolusi proletar yang menghinggapi partai-partai oportunis dari Internasionale II. Adalah lenin sendiri yang secara kreatif memperkembangkjan Marxisme di zaman imperialisme, yang membuktikan baik secara teoritis maupun melalui praktik Revolusi Oktober Besar, bahwa revolusi tidak harus pecah lebih dahulu di negeri kapitalis yang maju, tetapi di mana terdapat mata rantai imperialisme yang paling lemah. Revolusi Sosialis Oktober Besar 1917 membuktikan kesalahan kaum dogmatis itu. Revolusi Sosialis di Tiongkok, Korea dan Vietnam yang agraris terjadi lebih dulu daripada revolusi sosialis di Eropa kapitalis yang maju. Demikian pula di Kuba. Semuanya ini adalah bukti kebenaran Lenin dan bukti kesalahan kaum dogmatis.
Pada dewasa ini mata rantai imperialisme yang paling lemah bukannya di Eropa atau di Amerika Utara, atau di Australia, tetapi di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Oleh karena itulah proletariat di seluruh dunia harus memusatkan perhatiannya pada revolusi di tiga benua ini. Oleh karena itulah , demi memperkokoh sistem Sosialisme, tugas terpenting dari semua negeri sosialis ialah menyokong perjuangan Rakyat AAA. Oleh karena itulah proletariat Eropa dan Amerika Utara, demikian pula proletariat Australia seharusnya berkepentingan akan kemenangan revolusi rakyat AAA. Kemengan revolusi rakyat AAA akan sengat membantu proletariat Eropa, Amerika Utara dan Australia dalam menggulingkan kaum kapitalis di negerinya masing-masing.
Di negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan, yaitu negeri-negeri daripada nasion tertintas yang teletak di AAA, sebagain terbesar penduduknya terdiri dari kaum tani. Ada sementara Komuis berpendapat bahwa jika yang dianggap kontradiksi pokok adalah antara negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan dengan imperialisme, maka ini berarti menempatkan kaum tani sebagai pimpinan revolusi. Jadi, ada kekuatiran kalau-kalau kekuatan kaum tani mengungguli kekutan kaum buruh. Orang-orang ini sepintas lalu nampaknya mempertahankan pimpinan kelas buruh. Tetapi sebenarnya mereka ragu akan mutlaknya pimpinan kelas buruh. Orang Komunis tidak perlu ragu akan mutlaknya peranan pimpinan kelas buruh dalam revolusi, karena dalam sejarah belum pernah dan tidak akan pernah terjadi bahwa sesuatu revolusi kaum tani mengungguli kekuatan kaum buruh sehingga tidak menguntungkan revolusi.
Marx dan Engels memberi perhatian sangat besar kepada desa dan negeri-negeri jajahn, artinya kepada kaum tani. Dalam tulisannya Masalah Tani di Perancis dan Jerman, Engels a.l mengatakan bahwa untuk menang partai proletariat “harus menjadi satu kekuatan di desa (Cursif DNA).
Demikian juga diajarkan Lenin. Revolusi sosialis adalah penipuan belaka jika tidak menggerakkan kaum tani. Tanpa menggerakkan kaum tani tidaklah mungkin mempersatukan mayoritas penduduk, dan hanya dengan mempersatukan mayortias penduduk barulah ada kemungkinan mencapai sosialisme, demikian Lenin mengajar kita. Jadi, kalau takut terhadap perkembangan kaum tani dan menganggap kekuatan kaum tani akan mengungguli kekuatan kaum buruh sehingga tidak menguntungkan, maka janganlah mengharap revolusi akan menang dan hegemoni proletariat akan terwujud. Berbicara tentang hegemoni proletariat dalam revolusi sosialis dunia adalah omong kosong jika takut pada perkembangan kekuatan tani dunia.
Peribahasa Indonesia mengatakan: “Kalau takut dilimbur pasang jangan berumah di tepi pantai.” Kalau takut dengan kebangkitan kaum tani jangan coba memikirkan revolusi.
Dalam skala Asia, Afrika, dan Amerika Latin adalah desanya dunia, sedangkan Eropa dan Amerika Utara adalah kotanya dunia. Untuk memenangkan revolusi dunia tidak ada jalan lain kecuali proletariat dunia harus mementingkan revolusi-revolusi di Asia, Afrika dan Amerika Latin, artinya revolusi-revolusi di desanya dunia. Untuk memenangkan revolusi dunia, proletariat dunia “harus pergi ke tiga benua ini.”
Kaum imperialis bukannya lemah di kotanya dunia, di Eropa dan Amerika Utara, tetapi mereka lemah di desanya dunia, di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Di tempat yang lemah inilah kaum imperialis harus dan sedang diganyang sehebat-hebatnya dan proletariat di seluruh dunia baik yang sudah menang maupun yang belum menang harus memberikan sokongan yang sebesar-besarnya pada pengganyangan imperialis di ketiga benua ini. Kemenangan revolusi-revolusi di ketiga benua ini akan memudahkan proletariat di kotanya dunia, yaitu di Eropa dan Amerika Utara, untuk menggulingkan kekuasaan imperialis. Garis ini sesuai dengan dalir Marxis yang mengatakan, bahwa sesuatu nasion tidaklah merdeka jika nasion itu masih menindas nasion lain.
Pandangan “Eropa Sentris”, variasi baru dari pandangan dogmatis Internasionale II, seharusnya sudah lama dikubur, karena sejarahnya sudah membuktikan kekeliruannya baik selagi Lenin masih hidup maupun sesudah Lenin wafat. Oleh karena itu kita membantah dengan geras segala macam tuduhan dan fitnahan, bahwa mementingkan perjuangan Rakyat-rakyat Asia atau Asia-Afrika, ataupun Asia-Afrika-Amerika Latin merupakan suatu penyangkalan terhadap Marxisme-Lenisme, sesuatu yang nasionalis-sovinis, sebagai separatis, sebagai rasialis dan etanah kata-kata fitnah apa lagi.
Mengagung-agungkan perjuangan rakyat Asia, Afrika dan Amerika Latin tidak lebih dan tidak kurang adalah pelaksanaan daripada Marxisme-Leninisme yang semurni-murninya, seujung rambut tidak menyalahi internasionale proletar dan malahan inilah perwujudan kongrkit daripada internasionale proleter. Tidak lain adalah proletariat di Eropa dan Amerika Utara yang juha diuntungkan jika revolusi-revolusi menang di benua AAA. Proletariat di berbagai negeri di benua AAA membela dengan darah dan jiwanya internasionalisme proletar, jadi tidak hanya berbicara tentang ini dan sama sekali tidak dalam nada ketakutan kepada kaum tani, tetapi dengan penuh keyakinan akan tugas sejarahnya. Kaum tani bukan harus ditakuti tetapi harus dijadikan sekutu dan mereka memangh sekutu yang terpercaya daripada proletariat.
Perjuangan kelas yang dilakukan kaum buruh di negeri-negeri kapitalis yang maju melawan borjuasi negerinya merupakan sumber kekautan revolusioner yang besar dan vita bagi kemenangan revolusi sosial dunia. Oleh sebab itu, kontradiksi dasar antara kelas buruh dengan borjuasi di negeri-negeri kapitalis yang maju itu pasti akan menuadi kontradiksi pokok dunia. Satu faktor penting yang memungkinkan kaum kapitalis mempertahankan kekuasaannya di negeri-negeri kapitalis yang maju ialah bahwa sosial-demokrasi dan revisionisme modern masih mempunyai pengaruh besar atas kaum buruh dan menjadikan kelas buruh secara idelogis tawanan dari kapitalisme. Hanya dengan menghancurkan sosial-demoraksi dan revisionisme modern, mengusirnya dari kalangan gerakan kelas buruh, partai komunis-partai komunis di negeri kapitalis dapat menyatukan kelas buruh di bawah panji-panji revolusioner Marxisme-Leninisme, menghimpun semua kekuatan revolusioner di negeri-negeri itu dalam fron persatuian yang kuat untuk mengalahkan kapitalisme. Kita yakin seyakin-yakinnya, bahwa saat itu pasti datang dan gelombang revolusi proletar di negeri-negeri kapitalis yang maju akan menghabisi riwayat kapitalisme untuk selama-lamanya.
Proletariat di seluruh dunia seharusnya menyambut dengan sorak gembira terus menanjaknya dan sedang mematanya situasi revolusioner di Asia, Afrika dan Amerika Latin; mereka seharusnya menyambut dengan gembira kenyataan bahwa tiga benua ini telah menjadi gelanggang daripada kontradiksi terpokok di dunia, kontradiksi antara nasion-nasion tertindas dengan imperialisme. Kaum tani di tiga benua ini bukan ingin mengambil pimpinan dari tangan proletariat, tetapi meminta dipimpin oleh proletariat. Tetapi dalam kesengitan mengganyang imperialisme pimpinan revisionis tentu ditolak mentah-mentah di daerah ini. Kaum tani di daerah ini lebih baik di pimpin kaum nasionalis revolusioner daripada “dipimpin” oleh kaum revisionis yang mengaku “Marxis-Leninis”. Jika ini terjadi buklanlah kesalahan klaum tani, tetapi kesalahan kaum “Marxis-Leninis” yanag menyeleweng itu.
Dalam hubungan dengan perjuangan kemerdekaan nasional ada sementara orang yang menandas-nandaskan bahwa perjuangan kemerdekaan nasional tidak bisa berhasil tanpa bantuan negeri sosialis. Maksud menandas-nandaskan ini ialah agar kaum Komunis yang sedang berjuang untuk kemerdekaan nasional tidak berani menyatakan pendapat yang berbeda dengan pendapat resmi negeri sosialis tertentu, sebab kalau beranai berbuat demikian akan tidak mendapat bantuan dan tidak akan menang. Oleh karena itu ada politik santase semacam inilah, Partai kita perlu lebih kuat menekankan suatu kebenaran menurut filsafat materialisme dialektik dan apa yang sudah dibuktikan oleh Lenin.
Kita harus menekankan bahwa faktor internalah yang menyebabkan perubahan kualitas hal ikhal, sedangkan faktor eksternal perannya hanya membantu. Meletusnya revolusi Indonesia dalam bulan Agustus 1945 bukan pertama-tama karena bantuan atau dorongan dari luar, tetapi pertama-tama karena sudah matangnya faktor internal, yaitu perjuangan revolusioner Rakyat Indonesia. Seorang sahabat kita di Eropa, Kawan Paul de Groot pernah berkata, “Rakyat Indonesia berjuang bertahun-tahun untuk kemerdekaan nasionalnya. Tetapi ini baru tercapai sesudah kekalahan Jerman di Eropa, juang juga menetapkan nasib Jepang, karena perjuangan kelas buruh Nederlan untuk Indonesia lepas dari negeri Belanda sekarang juga, oleh bantuan Uni Soviet kepada Indonesia, oleh pertentangan antara Imperialisme Amerika dan Belada terhadap Indonesia.” (pidato Paul de Groot, CPN over geschillen in de communische wereldbeweging, halaman 8-9). Jadi sama sekali tidak dinilai faktor internal, faktor perjuangan Rakyat Indonesia sendiri sebagai jaminan utama bagi kemenangan perjuangan kemerdekaan nasional Indonesia. Dengan segala penghargaan dan terima kasih kita kepada proletariat Nederland yang selalu membantu revolusi Indonesia, kita harus menyatakan bahwa pandangan demikian tidak sesuai dengan materialisme dialektif, pandangan ini subyektif.
Tidak lain adalah Lenin dan Revolusi Sosialis Oktober Besar yang mengajar kita, bahwa perjuangan revolusioner untuk pembebasan nasional tidak terpisah dari perjuangan revolusioner di seluruh dunia melawan imperialisme dan kapital. Tetapi bersamaan dengan itu, Partai kita juga menekankan bahwa faktor yang menentukan kemenangan perjuangan pembebasan nasional adalah kekuatasn rakyat di masing-masing negeri yang berjuang untuk pembebasan. Oleh karena itulah partai kita mendidik anggota-anggotanya dan Rakyat Indonesia supaya berani berdiri di atas kaki sendiri, percaya pada kekuatan sendiri, bertekad “maju terus pandang mundur” mendidik rakyat dalam semangan banteng merah.
Kubu sosialis adalah hasil perjuangan proletariat dan rakyat pekerja sedunia. Sejarah telah membuktikan bahwa perjuangan nasion-nasion tertindas melawan imperialisme telah memberikan sokongan dan kekuatan pada berdirinya negeri-negeri sosialis dan pembentukan kubu sosiais. Seharusnya bantuan negeri-negeri sosialis kepada perjuangan kemerdekaan nasional tidak perlu dipersoalkan, karena seharusnya hal ini merupakan sesuatu yang sudah dengan sendirinya. Bukanlah negeri-negeri sosialis yang sejati jika tidak membantu dengan sungguh-sungguh perjuangan kemerdekaan nasional. Lenin menegaskan bahwa bantuan ini merupakan kewajiban, bahwa salah satu tuntutan internasionalisme proletar ialah supaya “nasion yang mencapai kemengan atas borjuasi sanggup dan rela memberikan pengorbanan nasional sebesar-besarnya demi kepentingan menggulingkan kapital internasional.” (W.I. Lenin, The National Liberation Movement in the East, hal 254). Bantuan negeri sosialis kepada perjuangan kemerdekaan nasional melawan kapital hakekatnya adalah bantuan pada diri sendiri, karena makin hebat perjuangan-perjuangan tersebut, makin terkonsolidasi kubu sosialis.
Ada sementara orang mengatakan, bahwa yang dibutuhkan oleh negeri-negeri yang baru merdeka agar sampai ke sosialisme ialah bantuan ekonomi. Kata mereka, negara-negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika dengan bantuan ekonomi kubu sosialis bisa beralih ke sosialisme. Oleh karena itu, di atas segala-galanya dunia harus “damai” agar negeri-negeri sosialis bisa menang berkompetisi di bidang ekonomi dengan negeri-negeri kapitalis. Mereka berbicara tentang “peralihan ke Sosialisme” lewat “bantuan ekonomi” dan tidak lewat perubahan sistem politik yang mendalam yang dilakukan secara revolusioner di negeri yang baru merdeka itu. Ini adalah pandangan ekonomisme modern dalam GKI, pandangan yang berpokok pangkal bawah ekonomi dan bukan politik yang menentukan segala-galanya, pandangan yang mengebiri dan mengecilkan peranan gerakan revolusioner rakyat.
Pandangan ekonomisme modern juga mendapat manifestasinya dalam pikiran sementara orang, bahwa negeri-negeri yang baru merdeka akan melakukan peralihannya ke sosialisme karena terdorong oleh contoh-contoh pembangunan sosialimse di negeri-negeri sosialis. Manurut pandangan ini, sekalipun sesuatu negeri dipimpin oleh borjuasi besar, seperti misalnya India dewasa ini, sosialisme akan bisa dibangun. Dengan dalih-dalih ini, pada hakekatnya kaum ekonomis modern menyuruh rakyat negeri-negeri yang baru merdeka menghentikan perjuangan revolusionernya dan menggantungkan segala sesuatunya pada bantuan ekonomi dari negeri-negeri sosialis serta duduk-duduk sambil mengagumi pembangunan di negeri-negeri itu. Bahkan pandangan ekonomisme modern sudah sedemikian jauhnya sehingga “bantuan” ekonomi dari negeri-negeri imperialispun dianjurkan, misalnya “bantuan” yang katanya akan bisa disediakan sebagai akibat perlucutan senjata.
Ekonomisme klasik adalah pandangan yang menyangkal keharusan adanya partai politik proletariat yang berdiri sendiri, suatu pandangan yang membikin proletariat membuntut secara politik pada borjuasi. Ekonomisme modern timbul sesudah ada partai-partai proletariat yang berdiri sendiri dan ada yang sudah memegang kekuasaan. Dalam Keadaan demikian ini peranannya ialah memerosotkan partai-partai politik proletariat di negeri-negeri sosialis menjadi “pengurus ekonomi” dan di negeri-negeri kapitalis menjadi pelayan borjuasi seperti misalnya Dange dalam Partai Komunis India dan Partai-partai komunis lain yang sudah kejangkitan sosial-demokrasi dan revisionisme.
Mengenai bantuan-bantuan negeri-negeri sosialis kepada suatu negara yang baru merdeka seharusnya tidak boleh memperkuat kedudukan borjuasi yang menindas proletariat dan gerakan revolusioner, karena bantuan semacam itu tidak sesuai dengan internasionalisme proletar, tetapi hanya sesuai dengan internasionalisme borjuis.
Kita ajukan semua ini dengan maksud agar tertanam pengertian yang baik, agar solidaritas manjadi lebih kuat antara proletariat dan partai-partai Marxis-Leninis di Asia, Afrika dan Amerika Latin dengan proletariat dan partai-partai Marxis-Lenisis di negeri-negeri kapitalis serta raykat dan partai Marxis-Leninis di negeri-negeri Sosialis.
3. Asia Tenggara Merupakan Salah Satu Titik Pusat di Daerah Kontradiksi Pokok
Sebagaimana sudah diterangkan di atas, Asia, Afrika dan Amerika Latin merupakan daerah kontradiksi pokok atau terpokok. Asia Tenggara berada dalam daerah ini. Indonesia letaknya di Asia Tenggara, oleh karena itu kaum komunis dan kaum revolusioner Indonesia lainnya harus memberi perhatian besar pada perjuangan revolusioner rakyat Asia Tenggara.
Kaum imperialis berusaha menjadikan Asia Tenggara sebagai daerah neo-kolonialisme, sebagai pangkalan militer untuk menyerang sosialisme dan untuk mencegah merebesnya pengaruh revolusi sosialis dari Utara ke Selatan.
Tetapi di pihak lain di Asia Tenggara terdapat daerah luas di mana sistem kapitalis sudah dikalahkan dan sistem sosialis sudah berdiri tegak dan terus dikonsolidasi (RRC dan RDV). Daerah ini juga terdapat revolusioner yang terus menanjak dan sedang mematang, di mana sejak Perang Dunia Kedua revolusi kemerdekaan nasional dan revolusi sosialis berlangsung tanpa henti-hentinya dengan disertai letupan-letupan senjata pejuang-pejuang revolusioner, dan di mana partai komunis mendapat kemenangan-kemenangan. Borjuasi nasional di Asia Tenggara sedang dalam taraf pertumbuhan baik di bidang politik, ekonomi maupun kebudayaan, tidak seperti di Eropa, dan oleh karena itu mereka bisa menjatukan diri dengan gerakan revolusioner. Bahkan pangeran yang patriotik seperti Pangeran Norodom Sihanouk dari Kamboja dapat ambil bagian aktif menentang imperialisme AS secara terbuka.
Karena tidak terkena penyakit revisionisme, partai-partai komunis di Asia Tenggara mempunyai syarat untuk dapat memimpin buruh, kaum tani dan inteligensi revolusioner sehingga dapat mengibarkan tinggi-tinggi panji anti-imperialisme, panji demokrasi dan panji perdamaian yang sejati.
Di Asia Tenggara terdapat banyak kepentingan imperialis atau kaum kapitalis monopol, mulai yang besar-besar seperti AS, Inggris, Jerman Barat dan Jepang sampai kepada yang kecil-kecil seperti Portugal, Belanda dll., sehingga di daerah ini terdapat banyak kontradiksi di kalangan kaum imperialis sendiri dan terdapat penindasan imperialis yang kejam. Di daerah ini juga terdapat kekuasan-kekuasaan reaksioner yang lemah, terdapat borjuasi nasional yang bermuka dua dan lemah, terdapat rakyat-rakyat yang mempunyai kewaspadaan politik yang tinggi dan pengalaman perjuangan revolusioner yang banyak, termasuk perjuangan bersenjata.
Perjuangan kelas di Asia Tenggara sangat sengit, di beberapa negeri ada kebebasan politik, tetapi bersamaan dengan itu juga ada bahaya-bahaya teror, kudeta-kudeta kontra-revolusioner dan fasisme. Rakyat dan partai komunis di Asia Tenggara harus menggunakan segala macam bentuk perjuangan, bersenjata dan tidak bersenjata, perlementer dan tidak parlementer dan sebagainya. Semua pengalaman perjuangan kelas terdapat di Asia Tenggara. Semua partai komunis harus mampu menggunakan tiap-tiap bentuk perjuangan yang terdapat di Asia Tenggara sesuai dengan kebutuhan perjuangan di negeri masing-masing.
Asia Tenggara merupakan salah satu titik pusat di daerah kontradiksi pokok di dunia.
Faktor-faktor obyektif maupun subyektif baik sekali di daerah ini. Untuk memenangkan perjuangan nasion-nasion tertindas di Asia Tenggara, guna menjebol benteng imperialis yang sudah brengsek dan rapuh itu, perjuangan nasion tertiondas yang satu erat berhubungan dengan yang lainnya. Solidaritas revolusioner antara nasion-nasion ini harus diperkuat.
Dalam perjuangan untuk pembebasan nasional di Asia Tenggara peran Indonesia adalah sangat penting. Ini harus disadari dan dipahami, karena ini meletakkan tanggung jawab yang besar di pundak tiap orang revolusioner Indonesia, terutama kaum Komunis. Dewasa ini di Indonesia tidak terdapat perjuangan bersenjata sebagaimana misalnya terjadi di Vietnam Selatan. Tetapi adalah keliru untuk berpikir bahwa karena itu peranana Indonesia menjadi kurang penting di Asia Tenggara. Di Indonesia tidak saja rakyat, tetapi juga pemerintah berjuang melawan imperialisme dan kalau perlu juga dengan bersenjata. Yang belakangan ini telah dibuktikan oleh perjuangan melawan kontra-revolusi “PRRI-Persmesta”, menumpas kontra-revolusi DI-TII, pembebasan Irian Barat dari imperialisme Belanda dan sekarang dalam konfrontasi mengganyang “Malaysia”.
Dengan pasangnya gelombang revolusi di Asia Tenggara kehancuran total imperialisme yang dikepalai AS di Asia Tenggara tidak bisa dihindari. Gerakan pembebasan nasional di daerah ini pasti akan mencapai kemenangan-kemenangan dan pasti akan berkembang menjadi perjuangan massa melawan kapital. Bobolnya benteng imperialisme di daerah ini akan merupakan banjir besar melanda imperialisme, merupakan bantuan yang sangat besar bagi perkembangan revolusi sosialis dunia.
Partai-partai komunis di Asia Tenggara yang masih berjuang untuk pembebasan nasional mempunyai tugas-tugas pokok yang saya, yaitu
Kemenangan revolusi Indonesia akan mempunyai arti kebobolan besar dalam benteng imperialisme, berarti satu kemajuan melompat dalam perjuangan anti-imperialisme dan sinarnya akan memancar jauh, juga sampai keluar batas-batas Asia Tenggara. Inilah sebabnya mengapa kaum imperialis AS, memberikan perhatian yang sangat besar pada perkembangan di Indonesia dan mejadikan Indonesia sasaran intervensi dan subversinya yang pokok di Asia Tenggara.
4. Perjanjian TRINEGARA MOSKOW LEBIH BAIK TIDAK ADA SAMA SEKALI
Bulan-bulan belakangan ini orang ramai-ramai membicarakan perjanjian trinegara (tri-partite) mengenai larangan percobaan nulir terbatas yang ditandatangani pada tangal 5 Agustus 1963 di Moskow. Kalangan-kalangan imperialis yang dikepalai oleh AS di seluruh dunia gembira dan lega bahwa pada akhirnya konsep mereka diterima oleh Uni Soviet, dan kemudian didukung oleh sebagian negeri-negeri sosialis dan sebagian partai-partai komunis.
Kaum komunis dan rakyat pekerja Indonesia tak meragukan kesungguhan Uni Soviet dalam mencintai perdamaian. Tetapi kita, berdasarkan fakta-fakta sejarah dan kenyataan hidup dalam situasi dunia dewasa ini, tidak bisa percaya sama sekali bahwa kaum imperialis menginginkan perdamaian yang didasarkan atas kemerdekaan dan kebebasan umat manusia sedunia. Kita gila kalau kita percaya bahwa AS dan negara-negara imperialis lainnya mencintai perdamaian.
Untuk membela perjanjian trinegara ini dari kritik-kritik berasalan, sering dikemukakan pikiran “lebih baik ada daripada tidak ada sama sekali.” Ini bertentangan dengan pendapat itu, kaum komunis Indonesia berdasarkan hasratnya akan perdamaian yang konkrit dan bukan yang abstrak, berpendirian bahwa lebih baik perjanjian itu tidak ada sama sekali. Mengapa?
Kaum komunis Indonesia memperjuangkan perdamaian kongkrit, yaitu perdamaian sebagai usaha bersama antara negeri-negeri kubu sosialis, perjuangan pembebasan nasional, kelas buruh di negeri-negeri kapitalis dan kekuatan-kekuatan progresif lainnya melawan imperialisme, jadi bukan perdamaian abstrak yang hanya ada dalam angan-angan sebagai hasil membagus-baguskan kaum imperialis.
Sesudah adanya perjanjian ini gerakan perdamaian dunia mengalami kelumpuhan, percobaan nuklir di bawah tanah yang terus-menerus dilakukan AS tidak mendapat perlawanan sama sekali karena dibolehkan oleh perjanjian tersebut di atas.
Karena perjanjian ini hanya tegas-tegas melarang percobaan nuklir di atmosfir, di angkasa luar dan di bawah air, maka hal-hal lainnya seperti percobaan nuklir di bawah tanah, pembikinan, penimbunan, penyebaran dan penggunaan senjata-senjata nuklir menjadi sesuatu yang tidak terlarang. Ini berarti memberi senjata baru bagi imperialis dan kaki tangan-kaki tangannya untuk melumpuhkan gerakan perdamaian.
Jika tidak dikatakan anti-perdamaian, sekurang-kurangnya perjanjian tersebut telah menyulitkan gerakan perdamaian. Oleh karena itulah kita berpendapat lebih baik perjanjian tersebut tidak ada sama sekali.
Lebih-lebih lagi tidak tepatnya perjanjian tersebut, karena ia telah menambah tajam pertentangan dalam GKI dan antara negeri-negeri sosialis. Tidak seorang pun yang berfikiran sehat bisa membantah bahwa hal ini melemahkan perdamaian. Kita sangat menyesalkan, bahwa tidak diadakan konsultasi dan sikap bersama terlebih dulu antara semua negeri sosialis sebelum perjanjian yang begitu penting diadakan antara Uni Soviet dengan AS dan Inggris.
Setia pada Seruan Stockholm dan pada Program PKI sendiri kaum komunis Indonesia tetap menuntut agar semua senjata nuklir dibuang ke laut dan diadakan pelarangan total yang disertai kontrol efektif atas segala percobaan senjata nuklir, atas perbuatan, penimbunan dan penggunaan senjata nuklir.
Pernyataan Moskow 1960 telah menegaskan bahwa imperialisme AS adalah “kekuatan pokok dari agrasi dan perang”, bahwa ia adalah agresor dan provokator perang. Dengan perjanjian trinegara nuklir 5 Agustus 1963 itu memberi wakah baru kepada AS, wajah “cinta damai”, “bukan agresor”, “bukan intervensionis”, dan sebagaibnya. Ini tidak cocok dengan kenyataan-kenyataan di manapun di dunia, di AAA, Asia Tenggara dan di Indonesia Sendiri. Ini merupakan hambatan besar dalam usaha meningkatkan kesadaran politik massa rakyat.
Delam hubungan dengan persoalan nuklir ini kita ingin menegaskan sikap kaum komunis Indonesia terhadap senjata nuklir. Kita berpendirian bahwa hukum perkembangan masyarakat tidak berubah. Walaupun penemuan tenaga nuklir dapat mempengaruhi perkembangan tenaga-tenaga produktif masyarakat, namun masyarakat tetap berkembang berdasarkan hukum penyesuaian hubungan-hubungan produksi dengan watak tenaga produktif yang dinyatakan dalam perjuangan kelas. Yang melakukan perjuangan kelas adalah manusia, yang menciptakan, menggunakan dan mengembangkan perkakas produksi dan senjata adalah manusia, oleh karena itu manusialah yang menentukan dalam perkembangan masyarakat.
Kita semua tahu akan daya rusak senjata nuklir. Denan alasan daya rusak yang besar inilah kaum imperialis dan kaum revisionis menggunakan senjata nuklir untuk menakut-nakuti Rakyat yang berjuang untuk membebaskan diri dari penindasan kolonial dan penghisapan. Mereka melakukan santase atau gertak nuklir. Mereka yang lemah jiwanya telah menjadi mangsa gertak nuklir dan akhirnya menyerah diri kepada imperialis.
Rakyat-rakyat revolusioner tidak mau berkapitulasi terhadap gertak nuklir kaum imperialis dan menolak pendewaan atas senjata nuklir, mereka mengutuk kultus nuklir. Perjuangan bersenjata yang sudah ditempuh oleh rakyat-rakyat berbagai negeri untuk merebut kemerdekaan nasional dari tangan imperialis harus didorong dan tidak boleh dikendorkan dengan alasan bahwa perjuangan bersenjata itu akan bisa menimbulkan perang lokal yang “bisa berkembang menjadi perang nuklir.” Penelanjangan imperialisme AS sampai bulat sebulat-bulatnya oleh kaum revolusioner yang berjuang melawan imperialisme tidak seharusnya dikendorkan dengan alasan bahwa kecaman-kecaman terhadap AS akan “memperuncing hubungan yang bisa mengakibatkan tercetusnya perang nuklir” yang akan “menghancurkan-luluhkan dunia dan membikin manusia menjadi cacat.” Kultus nuklir ini adalah berbahaya sekali, apalagi jika ditambah dengan “kultus Kennedy” atau sebangsanya. Ia melumpuhkan daya juyang melawan imperialisme dan sangat memperlemah perjuangan untuk kemerdekaan nasional dan perdamaian. Kultus nuklir ini menjadi lebih dipupuk lagi oleh perjanjian trinegara nuklir.
Untuk menolong diri sendiri dan sistemnya dari desakan-desakan kuat dan mebadai daripada perjuangan rakyat di seluruh dunia untuk kemerdekaan nasional dan pembebasan dari penghisapan, pemerintah AS dewasa ini memainkan politik muka dua, muka perang dan muka “damai”. Kaum komunis dan rakyat pekerja Indonesia tidak sudi ikut memulas-putihkan, memoles dan memvernis muka jahat kaum imperialis. Rakyat Indonesia tetap mengbiarkan tinggi-tinggi panji militannya: “Kita cinta damai tapi lebih cinta kemerdekaan.”
Siapa saja yang ikut menggambarkan AS dan tokoh-tokoh negara ini sebagai pencinta damai melakukan penginaan kasar terhadap rakyat Vietnam Selatan, Kuba, Korea, Jepang, Kamboja dan Rakyat di manapun di dunia ini. Lewat perjanjian trinegara nuklir di Moskow imperialis AS berhasil, walaupuan hanya untuk waktu yang sangat singkat, menampakkan muka “damai”-nya.
Oleh karena itu, sekali lagi, perjanjian trinegara di Moskow lebih baik tidak ada sama sekali. Adanya perjanjian tersebut telah membantu menyelamatkan muka buruk imperialis AS, walaupun hanya untuk waktu yang sangat sementara.
Rakyat yang cinta kemerdekaan dan perdamaian sejati tidak bisa dikelabui matanya dengan politik muka “damai” imperialis, dan akan terus membenci dan mengganyang imperialis. Ini pendirian 90% Rakyat sedunia, sekalipun masih banyak pemerintah-pemerintah di dunia yang tidak berpendirian demikian. Ini tidak mengherankan karena bagian yang sangat terbesar dari pemerintah-pemerintah dunia dewasa ini adalah pemerintah kapitalis. Kaum komunis Indonesia menyatukan diri dengan lebih dari 90% rakyat sedunia ini.
5. MASYARAKAT KOMUNIS HANYA DAPAT DIWUJUDKAN JIKA IMPERIALISME SUDAH LENYAP DARI MUKA BUMI
Di atas sudah ditegaskan betapa saling hubungannya perjuangan revolusioner Rakyat di satu ngeri dengan rakyat di negeri-negeri lain, juga betapa saling hubungannya pembangunan sosialisme di negeri-negeri sosialis dengan perjuangan revolusioner rakyat untuk kemerdekaan nasional dan menentang di manapun di dunia.
Dari segi internal negeri-negeri kubu sosialis mempunyai segala syarat untuk membangun sosialisme dan komunisme. Tetapi dari eksternal, selama masih ada kepungan imperialisme, apalagi kepungan yang intensif dan agresif sifatnya seperti dewasa ini, maka usaha-usaha untuk menjamin keamanan sosialisme di satu negeri, apalati di semua negeri kubu sosialis, memerlukan suatu perjuangan kelas yang ulet, baik dalam melawan musuh-musuh eksternal maupun dalam melawan gejala-gejala borjuis di dalam masyarakat sosialis sendiri yang timbul baik dari sisa-sisa masyarakat lama maupun dari pengaruh atau usaha-usaha dari luar. Jika tidak dilawan secara teguh, gejala-gejala itu bisa menyebabkan timbulnya antagonisme kelas yang membahayakan pembangunan sosialis. Negeri sosialis manapun tidak berada di luar dunia yang masih ada imperialisme.
Antara kemenangan Sosialisme di satu negeri dengan kemenangan revolusi sosialis sedunia ada hubungan tak terpisahkan. Revolusi sosialis yang sudah menang di satu negeri tidak boleh dijadikan sebagai kesatuan yang sudah mencukupi diri dan terpisah, tetapi harus dijadikan pembantu atau alat untuk mempercepat kemenangan-kemenangan revolusi di negeri-negari lain. Lenin menegaskan hal ini dengan seterang-terangnya ketika mengatakan bahwa revolusi yang sudah menang harus “melakukan segala yang mungkin dengan sekuat-kuatnya di satu negeri guna mengembangkan, menyokong dan membangkitkan revolusi semua negeri.” (W.I. Lenin, Revolusi Proletar dan Renegat Kautsky, Selected Works, Vol. II, Part 2, penerbit FLPH 1952 hal. 105). Revolusi yang sudah menang harus membantu memenangkan revolusi-revolusi lain untuk menjamin langgengnya kemenangan revolusi itu. Tentang ini sekali lagi kita meminjam kata-kata Lenin: “Kepentingan-kepentingan perjuangan proletar di satu negeri harus disubordinasikan kepada kepentingan-kepentingan perjuangan itu pada skala dunia.” (W.I. Lenin, The National Liberation Movement in the East, halaman 254).
Revolusi sosialis sudah menang diberbagai negeri dan sudah terbentuk kubu sosialis yang kuat. Dalam hubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dalam keadaan dunia dewasa ini di mana imperialisme dalam sekaratnya menunjukkan sifat-sifat agresif yang kuat dan melakukan usaha-usaha yang terus-menerus untuk menggerowoti kekuasaan sosialis dan mendorong restorasi kapitalisme melalui apa yang mereka namakan “evolusi damai”, maka timbullah persoalan apakah masyarakat kemunis yang sungguh-sungguh, jadi bukan yang palsu, bisa diwujudkan di sesuatu negeri selama masih ada imperialisme di dunia. Persoalan ini kita ajukan dalam rangka perjuangan universal guna memenangkan revolusi-revolusi Rakyat untuk kemerdekaan nasional dan revolusi-revolusi sosialis serta juga untuk mempercepat sampainya umat manusia kepada masyarakat komunis. Pangkal pendirian kit mengajukan soal ini sama sekali berbeda dari kaum trotskis yang menentang Lenin tentang kemungkinan memenangkan sosialisme di satu negeri selagi masih ada kapitalisme. Bagi kita mengenai sosialisme di satu negeri tidak ada persoalan. Yang kita persoalkan ialah masyarakat komunis di satu negeri atau di beberapa negeri selama masih ada imperialisme.
Dilihat dari segi intern, sudah barang tentu rakyat di negeri-negeri sosialis mempunyai kewajiban untuk terus mengembangkan dan memperkokoh ekonomi sosialisnya, terus meningkatkan taraf hidup dan taraf kebudayaan rakyat masing-masing negeri. Di pihak lain, segi eksternalnya masih tetap ada dan tidak boleh diabaikan.
Masyarakat Komunis hanya dapat diwujutkan dengan tingkat perkembangan tenaga produktif yang tinggi sekali, yang dapat memproduksi barang-barang keperluan hidup berlimpah-limpah supaya dapat sungguh-sungguh melaksanakan prinsip: “setiap orang bekerja menurut kemampuan, setiap orang menerima menurut kebutuhan.” Untuk ini diperlukan kegiatan-kegiatan, tenaga-tenaga dan dana-dana yang sungguh amat besar.
Adanya ancaman-ancaman imperialis di bidang militer dan ideologi mengharuskan rakyat semua negeri sosialis memperkuat sekuat-kuatnya negara proletariat sebagai alat terpenting unutk menjalankan perjuangan mengganyang imperialisme dalam skala dunia dan untuk menindas sisa-sia pengaruh khas borjuis di dalam negeri. Ini berarti bahwa tidaklah mungkin, tidaklah bertanggungjawab dan tidaklah sesuai dengan semangat internasionale proletar untuk sudah mempersoalkan secara praktis tentang masyarakat komunis di satu atau di beberapa negeri selama masih ada imperialisme di dunia. Bayangkanlah, di satu atau beberapa negeri manusia berusaha mati-matian supaya mereka sendiri bisa hidup dengan produksi materil yang berlimpah-limpah, masing-masing bekerja menurut kemampuannya dan menerima menurut kebutuhannya –– dan dalam masyarakat modern kebutuhan manusia luar biasanya banyaknya–– sedangkan di bagian yang sangat besar dari negeri-negeri di dunia masih terdapat bangsa-bangsa yang dijajah dan mayoritas daripada rakyat masih hidup tertindas serta papa dan sengsara. Seandainya yang demikian itu bisa dicapai, maka kita bertanya: di manakah pengsuborninasian perjuangan proletar yang sudah menang kepada kepentingan-kepentingan perjuangan proleter pada skala dunia, di manakah kesanggpuna dan kerelaan memberikan pengorbanan nasional yang sebesar-besarnya daripada nasion-nasion yang sudah mencapai kemenangan atas borjuasi guna kepentingan menggulingkan kapital internasional?
Adanya negara sosialis menunujukkan masih adanya kelas-kelas bermusuhan dan masih adanya perjuangan kelas.Lenin menjelaskan bahwa “Sosialisme berarti penghapusan kelas” dan untuk penghapusan kelas-kelas maka tugas yang paling sukar bukannya menggulingkan tuan tanah dan kapitalis, tapi “menghapuskan perbedaan antara buruh dengan petani, yaitu menjadikan mereka semuanya buruh”. Tugas terakhir ini memerlukan waktu yang sangat lama. Lenin kemudian menandaskan: “Bila kelas-kelas lenyap diktator akan menjadi tidak perlu. Tanpa diktator proletarioat kelas-kelas tidak akan lenyap.” (W.I. Lenin, Ekonomi dan Politik Selama Masa Diktatur Proletariat, penerbit “Pembaruan”, halaman 17-18 dan 23). Mengabaikan hal ini berarti mengabaikan ajaran Lain yang terpenting mengena negara.
Tidak dapat dibantah bahwa masih adanya ancaman-ancaman agresi, intervensi dan subversi imperialis –dan ancaman-ancaman ini tidak akan berhenti selama masih ada imperialisme betapapun imperialisme dan tokoh-tokohnya dibagus-baguskan oleh kaum revisionis– sangat membatasi negeri sosialis dalam membangun ekonominya karena:
Pertama, bagian yang sangat besar dari pendapatan nasional harus digunakan untuk keamanan negara, untuk membangun dan memelihara pertahanan nasional yang kuat dan paling modern. Ini sangat membatasi dana-dana untuk membangun proyek-proyek raksasa guna mengembangkan tenaga-tenaga produktif setinggi-tingginya yang mutlak diperlukan guna memproduksi barang-barang yang melimpah-limpah banyaknya. Juga karena pertimbangan-pertimbangan keamanan, misalnya kemungkinan akan terjadinya bomberdemen oleh imperialis, keleluasaan membangun proyek-proyek raksasa menjadi terbatas. Apalagi kalau diingat bahwa negeri sosialis yang sudah maju harus membantu tanpa pamrih negeri-negeri sosialis yang belum maju guna memodernisasi pertahanan negeri mereka, karena yang harus diselamatkan ialah seluruh kubu sosialis.
Kedua, keharusan membantu dan menyokong sepenuhnya perjuangan untuk memenangkan revolusi negeri-negeri lain baik demi kepentingkan mengkonsolidasi kemenangan-kemenangan revolusi negeri sosialis sendiri maupun dalam rangka tugas harus “sanggup dan rela memberikan pengorbanan nasional sebesar-besarnya demi kepentingan menggulingkan kapita internasional.” Negeri-negeri sosialis harus membantu tanpa cadangan dan tanpa pamrih perjuangan revolusioner rakyat-rakyat di negeri-negeri lain, termasuk pembebasan nasional rakyat AAA.
Ketiga, pengaruh ideologi yang datangnya dari negara-negara imperialis. Hal ini tentu hanya dapat diatasi apabila ada Partai Marxis-Leninis yang sejati, yang terus-menerus melakukan pendidikan revolusioner di kalangan massa rakyat.
Kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa karena kelengahan, kurang kewaspadaan, kurang kesadaran terhadap ancaman-ancaman imperialisme,dankurang teguh berpegang pada motor revolusi dunia –yaitu perjuangan kelas– karena pikiran-pikiran revisionis modern, maka sosialisme yang sudah dicapai bisa dibahayakan, dirongrong oleh sisa-sia kapitalisme atau oleh benih-benih baru daripada kapitalisme.
Oleh karena itu, tugas pokok pembangunan ekonomi di negeri-negeri sosialis seharusnya mengkonsolidasi ekonomi sosialis lebih lanjut dan memperkuat negara proletariat. Inilah program yang obyektif. Kaum imperialis tentu tidak senang diperkuatnya negara proletariat, tetapi kaum komunis tidak memerlukan pujian dari kaum imperialis.
Program pembangunan masyarakat komunis dalam keadaan dunia dewasa ini, dimana masih terdapat imperialisme di dunia, adalah program yang subyektif dan program demikian melemahkan gerakan revolusioner dalam skala dunia. Apa sebabnya? Prasyarat bagi pembangunan masyarakat komunis adalah perdamaian, sedangkan kenyataan dunia sekarang masih menghadapi dua kemungkinan, kemungkinan damai dan kemungkinan perang. Akibat daripada program subyektif tentang pembangunan komunisme iala mengidealisasi situasi internasional sekarang. Kaum imperialis dan tokoh-tokohnya yang haus perang dan agresif, yang di mana-mana mengadakan intervensi, subversi dan agresi dibagus-baguskan seolah-olah mereka “cinta damai” dan “berpikiran sehat”. Mengidealisasi kaum imperiais secara begini satu dan tak terpisahkan dari program-program subyektif pembangunan komunisme, karena kalau kaum imperialis tidak mau “damai” maka lenyaplah dasar untuk adanya program semacam itu. Program yang subyektif mengakibatkan penilaian-penilaian mengenai situasi dan tindakan-tindakan yang subyektif pula, sehingga wajarlah timbulnya keruwetan, demoralisasi dan kekacauan-kekacauan barisan-barusan tertentu daripada GKI, dalam gerakan revolusioner kelas buruh dan Rakyat sedunia.
Dengan program subyektif ini kontradiksi antara sosialisme dengan imperialisme menjadi dikaburkan dan ilusi ditimbulkan bahwa imperialisme akan mati dengan sendirinya apabila ekonominya sudah diungguli oleh negeri-negeri sosialis. Dengan demikian nasib umat manusia menjadi dipermainkan.
Program pembangunan masyarakat komunis di sesuatu negeri sosialis tidak hanya bersifat merintangi perkembangan gerakan revolusioner rakyat sedunia, tetapi juga merintangi pembanunan sosialis yang baik di negeri sosialis itu, sebab program demikian juga melemahkan ideologi rakyat pekerja di negeri sosialis yang bersangkutan. Kesadaran politik rakyat menjadi merosot dan semangat berjuangnya menjadi kendor, karena mereka dididik hidup dalam fatamorgana, kepada mereka dibayangkan yang tidak bener mengenai imperialisme dan perjuangan kelas dalam skala dunia. Sudah tentu program yang subyektif itu juga sangat mengendorkan solidaritas internasional rakyat pekerja di negeri sosialis yang membangun “komunisme” itu, karena mereka sengaja atau tidak sengaja dididik dalam semangat untuk hidup memisahkan diri dari kesengitan perjuangan kelas dan membangun “masyarakat komunis” untuk sendiri. Mereka bisa menyesali perjuangan revolusioner di negeri-negeri lain dengan alasan bisa “membahayakan” usaha-usaha mereka “membangun komunisme”. Kelemahan ideologi dan kemerosotan kesadaran politik lebih menjadi-jadi lagi jika ditambah dengan sikap tidak kritis terhadap pernyataan-pernyataan dekaden kebudayaan borjuasi dan dengan semangat egoisme negara besar.
Berhubungan dengan hal ini pula perlu diperhatikan bahwa pun pembangunan sosialis di berbagai negeri sosialis sedang mengalami ujian. Pembangunan sosialis di mana pun sampai sekarang ini masih dalam eksperimen. Semua negeri sosialis, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menghadapi tantangan restorasi kapitalisme. Pengalaman semua negeri sosialis membuktikan tepatnya peringatan Lein yang mengandung kewaspadaan yang tinggi bahwa “Peralihan dari kapitalisme ke komunisme merupakan suatu zaman sejarah lengkap. Selama zaman ini belum berakhir, kaum penghisap dengan tiada terelakkan terus-menerus mengharapkan resotarasi.” (W.I. Lenin, Revolusi Proletar dan Renegat Kautsky, Selected Works, Vol. II, Part 2, hal 61). Gejala-gejala seperti adanya tanda-tanda restorasi kapitalisme, disproposisi antara produksi dengan pasar, antara industri dengan pertanian, antara industri nuklir dengan industri biasa dan antara perkembangan ekonomi di negeri sosialis yang satu dengan negeri sosialis yang lain membutuhkan perhatian penuh agar bisa segera diatasi. Tak dapat disangkal, bahwa kekuasaan sosialis dengan alatnya yang paling ampuh, yaitu diktatur proletariat, sepenuhnya mampu mengatasi gejala-gejala itu, lain halnya dengan krisi-krisis yang timbul secara periodik dalam ekonomi kapitalis yang merupakan aspek integral dari sistem kapitalis itu sendiri. Tetapi kalau sesuatu negeri sosialis sudah berbicara tentang pembangunan komunisme, sedangkan gejala-gejala yang demikian itu ternyata belum teratasi, sikap itu tak lain adalah sikap subyketif dan berarti memperlamah kemampuan untuk lulus dalam ujian yang sedang dialami itu.
Kita ajukan hal-hal di atas bukan karena ingin mencampuri program-program partai komunis sekawan. Juga bukan karena kita tidak ingin cepat-cepat ada masyarakat komunis di duia, sebaliknya justru karena kita ingin melihat diwujudkannya masyaarkat Komunis dalam masa yang paling cepat menurut ukuran sejarah masyarakat. Tetapi jalan yang paling dekat untuk sampai ke masyarakat demikian bukannya dengan membikin dan melaksanakan program pembangunan komunisme yang subyektif sekarang ini, tapi justru dengan meninggalkannya dan mengerahkan segenap tenaga untuk membangun sosialisme yang baik dan mengganyang imperialisme dengan kekuatan maksimal.
Jalan yang demikian dekat untuk sampai ke masyarakat komunis tidak ada, kecuali sama sekali menghancurkan lebih dahulu imperialisme di seluruh bumi.
Denan mengajukan pikiran di atas, sekaligus kita mengoreksi pikiran yang pernah ada di kalangan kaum Komunis Indonesia tentang adanya kemungkinan terbentuknya masyarakat Komunis di satu atau di beberapa negeri selagi imperialisme masih bercokol. Kita tidak ingin memaksakan pendapat kita pada Partai Komunis lain, tetapi kita hanya minta dipahami mengapa kita menganggap tidak tepat program-program membangun masyarakat komunis dalam dunia yang masih ada imperialisme.
6. Gerakan Komunis Internasional
Kawan-kawan tercinta!
Beberapa bulan lampau Partai kita telah mengirimkan sebuah delegasi persahabatan ke beberapa negeri sosialis, yaitu ke Uni Soviet, Kuba, Republik Demokrasi Jerman, RRC dan Republik Rakyat Demokratis Korea dan telah mengadakan pembicaraan bersahabat dengan pimpinan partai kominis di negeri-negeri tersebut. Mengenai pembicaraan itu, titik beratnya mengenai GKI, saya atas anama delegasi telah memberi laporan-laporan kepada Politbiro dan kepada rapat kader tanggal 29 September 1963. Saya tidak akan mengulangi segala apa yang sudah saya laporkan itu.
Pada kesempatan ini saya hanya menekankan beberapa hal, terutma mengenai perlunya kita lebih teguh lagi mempertahankan sikap bebas dan sama derajat atau hak sama dalam hubungan dengan partai-partai komunis dan buruh negeri-negeri lain. Sikap ini bukan hanya telah membantu kita dalam menentukan sikap yang tepat terhadap berbagai persoalan GKI, tetapi juga telah membikin Partai kita lebih mudah dipahami oleh massa rakyat Indonesia. Dengan sikap bebas dan sama derajat ini kita telah menjadi lebih kritis untuk lebih menyatupadukan barisan Partai dengan persoalan-persoalan kongkrit revolusi Indonesia dan dengan massa rakyat Indonesia. Berkat sikap yang tepat ini pengaruh buruk daripada pertentangan dalam GKI tidak merembes ke dalam partai kita, malahan pertentangan-pertentangan itu telah menjadi “Universitas Marxisme-Leninisme” bagi barisan Partai kita. Kita bukan hanya tidak melarang tapi malahan menganjurkan kepada anggota-anggota partai kita supaya mempelajari pendirian-pendirian yang bertentangan dengan Partai-partai komunis dan Buruh, sudah tentu mempelajarinya dengan kritis dan dengan tujuan untuk mempercepat kemenangan revolusi Indonesia dan revolusi dunia.
Selain daripada itu, kita telah menyimpulkan bahwa GKI sekarang sedang mengalami seleksi, kristalisasi dan konsolidasi, dan bahwa dalam GKI sekarang terdapat 4 tipa Partai Komunis dan Buruh, yaitu:
Partai kita termasuk tipe pertama.
Partai kita tidak boleh mencampuri kehidupan internal partai lain. Tetapi partai kita tidak mungkin berdiam diri jika partai-partai komunis di banyak negeri sudah main pecat, di banyak negeri sudah beridiri lingkaran-lingkaran Marxis-Leninis dan malahan di berbagai negeri sudah berdiri partai-partai Marxis-Leninis yang baru, karena kita dalampergaulan antar-partai-partai komunis sedunia akan berhubungan dengan macam-macam lingkaran dan partai-partai itu.
Kita kaum Komunis Indonesia akan terus bersikap seobyektif mungkin terhadap diferensiasi dan seleksi yang sedang terjadi di dalam partai-partai komunis di banyak negeri dewasa ini, dan dalam hal ini pegangan kita ialah Marxisme-Leninisme, internasionale proletar dan prinsip-prinsip revolusioner dari Deklarasi Moskow 1957 dan pernyataan Moskow 1960.
Partai kita akan bersikap seobyektif mungkin dan sesabar mungkin dalam menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat yang timbul dalam GKI dan dalam mengurus hubungan bilateral kita dengan partai-partai sekawan. Bersamaan dengan itu kita akan menjelaskan sejelas-jelasnya pendirian-pendirian kita.
Kebenaran sikap bebas dan sama derajat kita sudah teruji dalam praktik. Tetapi, walaupun demikian kita harus terus menerus menegaskan sikap ini, baik di dalam Partai dan Kepada massa Rakyat di dalam negeri maupun kepada partai-partai dan kelas buruh sedunia. Di dal;am partai harus ditegas-tegaskan untuk membangkitkan daya kreatif massa anggota partai dalam mentrapkan kebenaran universal Marxisme-Leninisme pada praktik kongkrit revolusi Indonesia. Kepada massa rakyat di luar partai perlu ditegas-tegaskan supaya jelas bagi mereka posisi kita dalam soal GKI dan bahawa persoalan GKI adalah juga soal massa Rakyat Indonesia, khususnya bahwa melawan revisionisme bukan hanya soal kaum komuns, tetapi soal semua patriot yang berjuang melawan imperialisme, kolonialisme, dan neo-kolonialisme. Kepada partai-partai sekawan dan kelas buruh sedunia harus kita jelaskan sikap ini guna memudahkan saling mengerti dan kalau ada perbedaan pendapat, tidaklah disebabkan oleh karena salah paham, tetapi memang berdasarkan perbedaan pendapat yang sungguh-sungguh.
Kaum reaksioner dalam negeri, mulai anasir-anasir DI samapai kaum kapitalis birokrat, dala percobaannya “menyangkal” sikap bebas PKI suka mengatakan bahwa “PKI bersikap tidak kritis terhadap Moskow,” “PKI mengekor Peking,” tetapi bersamaan dengan itu mereka juga berkata bahwa PKI sudah menjadi “nasionalis”, dan sebagainya. Mereka menjadi kacau sendiri.
Tetpi sikap bebas PKI berbicara sendir, makin lama ia makin dibenarkan oleh Massa Komunis, dan oleh kaum revolusioern non-Komunispun, makin dihargai dan dihormati.
Setelah kaum reaksioner, seperti terbangun dari tidurnya sewaktu matahari sudah tinggi, menyadari bahwa PKI memang bersikap bebas dan kritis dalam mengambil pengalaman-pengalaman partai-partai komunis dan buruh negeri-negeri lain, dan lebih-lebh setelah mereka menyadari bahwa sikap bebas dan kritis PKI itu menguntungkan revolusi dan rakyat dan sebaliknya merugikan kontra-revolusi dan musuh-musuh rakyat lainnya, maka setiap perbedaan sikap antara PK dan PKUS (misalnya dalam hal mengkritik atau tidak mengritik revisionisme Yugoslavia, membantu atau tidak membantu pemerintah Nehru, menyokong atau tidak menyokong perjanjian trinegara tentang larangan terbatas percobaan nuklir) digunakan oleh musuh-musuh rakyat dengan tujuan supaya PKI bersikap yang sebaliknya, yaitu supaya PKI bersikap tidak kritis dan tidak bebas. Lihatlah –sekarang musuh-musuh rakyat itu yang menghasut-hasut PKI supaya mengekor…..! Sekalilagi, mereka menjadi bingung sendiri. Demikian ampuhnya sikap bebas PKI.
Tidak. PKI tidak akan melepaskan sikap bebasnya, sekarang tidak dan kapanpun tidak. Seperti sudah berkali-jali kita terangkan dan buktikan dengan kenyataan, sikap ini bukan hanya menguntungkan gerakan kiri di Indonesia, tetapi juga menguntungkan seluruh nasion-nasion yang kini sedang dalam perjuangan hidup mati melawan imperialisme, koloniliamse dan neo-kolonialisme.
Di antara kaum komunis di luar negeri pun ada yang tidak begitu gembira dengan sikap bebas PKI. Bahkan –baiklah tidak saya sembunyikan– ada kawan-kawan di luar negeri yang menuduh PKI “nasionalistis”. Mereka menganggap semboyan “meng-Indonesiakan Marxisme-Leninisme” itu sebagai semboyan yang bertentangan dengan Marxisme-Leninisme. Saya tidak suka kepada cara-cara otoriter yang sedikit-sedikit mengatakan “kalau Lenin masih hidup tentu Lenin membenarkan kami,” dan sebagainya, tetapi karena yang kami Indonesiakan itu Marxisme-Leninisme dan bukan yang lain, dan karena praktek membuktikan bahwa hal ini hal yang baik dan berguna, kami pun bertanya: Seandainya Marx, Engels dan Lenin masih hidup, apakah mereka bersedih atau bahagia jika partai-partai komunis mentrapkan ajaran-ajaran mereka secara setia dan kreatif? Untuk diapakan itu Marxisme-Leninisme jika ia di Indonesia tidak di-Indonesia-kan, di India tidak di-India-kan, di Australia tidak di-Australia-kan? Lalu apa yang dimaksudkan Lenin bahwa ajaran Marxisme harus “diterjemahkan”, kalau bukan justru pemaduan kebenaran-kebenaran umunya dengan praktek-praktek kongkrit revolusi suatu negeri? Dengan mengindonesiakan Marxisme-Leninisme kaum kaomunis Indonesia sekaligus melawan revisionisme, baik modern maupun klasik, dan melawan dogmatisme, baik modern maupun klasik.
Kawan-kawan di luar negeri yang tidak begitu gembira dengan sikap bebas PKI sering mengatakan bahwa “PKI dalam soal-soal dalam negeri luwes, tetapi dalam soal-soal internasional ketat.” Kawan-kawan itu mengacaukan antara dua macam kontradiksi. Terhadap siapa PKI bersikap luwes dan terhadap siapa PKI bersikap ketat? PKI bersikap luwes terhadap sekutu-sekutu PKI dalam fron nasional –apakah ini salah? PKI bersikap ketat terhadap musuh-musuh rakyat yaitu kaum imperialis Amerika Serikat dan kaum imperialis lainnya –apakah ini salah? Ya, PKI juga bersikap ketat terhadap musuh-musuh rakyat dalam negeri, seperti terhadap tuan Hatta, Sukiman, Sjarir, Natsir, Katosuwriyo dan lain-lain –apakah ini salah? Ataukah kawan-kawan itu barangkali menghendaki supaya PKI “berbalik-kanan-jalan”, bersikap ketat terhadap sekutu-sekutu dalam fron nasional, dan bersikap luwes terhadap musuh-musuh rakyat di dalam negeri dan terhadap kaum imperialis? Kalau memang ini yang dikehendaki, maka PKI, maaf saja, tidak bersedia mengikuti nasehat demikian, karena nasehat itu akan menjerumuskan revolusi Indonesia, karena nasehat itu menganjurkan avonturisme dalam fron persatuan nasional dan menganjurkan kapitulasi terhadap musuh-musuh di dalam negeri dan terhadap imperialisme!
Dalam menghadapi soal-soal dalam GKI, PKI dari semula sampai sekarang dan seterusnya bersikap konsekuen. PKI berpegang teguh pada Marxisme-Leninisme, pada internasionalisme proletar, pada prinsip-prinsip revolusioner Deklarasi Moskow 1957 dan Pernyataan Moskow 1960.
Dari polemik GKI belakangan ini dapat diketahui, bahwa diskusi di antara partai-partai Komunis dan Buruh tidakhanya terhadi di Moskow di tahun 1957 dan 1960, tetapi juga di tempat-tempat lain, misalnya Bukares, juga di tahun 1960. Orang dapat meneliti sikap-sikap yang diambil utusan-utusan PKI dalam pertemuan-pertemuan itu, dan tidak satu halpun PKI bersikap tidak konsekuen. PKI konsekuen dalam penilaiannya terhadap Stalin, yaitu bahwa walaupun Stalin telah melakukan kesalahan-kesalahan tertentu, tetapi ia tetap seorang Marxis-Leninis yang besar, yang jasanya terhadap pembangunan sosialimse Uni Soviet, penglikuidasian trotskisme, pengancuran fasisme dalam Perang Dunia II, pembelaan dan pengembangan teori Marxisme-Leninisme secara kreatif dan terhadap gerakan kelas buruh internasional umumnya tidak ternilai besarnya. PKI konsekuen dalam sikapnya terhadap Albania, yaitu menganggap Albania sebagai negara sosialis dan Partai Buruh Alabania sebagai partai Marxis-Leninis dan maka itu setiap pengecaman, apalagi yang terbuka, terhadap Albania dan PBA adalah tidak tepat. PKI juga konsekuen dalam sikap-sikapnya terhadap revisionisme Yugoslavia, yaitu bahwa seperti dikatakan Pernyataan Moskow 1960 Liga Komunis Yugoslavia itu adalah pengkhianat terharap Marxisme-Leninisme yang melakukan kegiatan-kegiatan subersif terhadap kubu sosialis dan GKI dan maka itu perlawanan terhadapnya merupakan tugas wajib bagi setiap Partai Marxis-Leninis. Dan dalam semua hal lainnya PKI bersikap konsekuen.
Baru-baru ini kita merayakan ulang tahun III dimaklumkannya Pernyataan Moskow, tepatnya pada hari 11 Desember yang lalu. Kitanya hanya bisa bergembira bahwa praktek revolusioner selama 3 tahun ini, di Asia, Afrika, Amerika Latin dan di penjuru dunia yang manapun, membuktikan bahwa pernyataan itu benar-benar teruji, tepat dan mengilhami. Jika kita benar-benar berpegang teguh pada Penyataan itu, berpegang teguh pada isi dan semangatnya yang revolusioner, berpegang teguh dalam kata-kata dan perbuatan, dan tidak secara liberal dan anarkis merevisi sendiri-sendiri bagian ini atau bagian itu daripadanya, maka persatuan Marxis-Leninis dalam GKI bisa ditegaskan dan GKI sebagai gerakan yang paling perkasa di zaman kita ini bisa dimpimpin maju merebut satu kemenangan demi satu kemenangan.
Keadaan GKI sekarang tidak gelap dan kapan pun tidak akan gelap. Dewasa ini, walaupun ada perbedaan-perbedaan pendapat yang serius dalam GKI, tapi semua negeri bersinar cahaya Marxisme-Leninisme. Ada cahaya yang besar dan ada cahaya yang kecil; gelap semata-mata tidak ada. Biarpun betapa kecilnya cahaya Marxisme-Leninisme di sesuatu negeri, ia adalah satu-satunya cahaya bagi seluruh rakyat pekerja di negeri itu. Oleh karena itulah tidak ada alasan sama sekali untuk pesimis. Alasan penuh bagi kita untuk mengibarkan tinggi-tinggi panji optimisme revolusioner dalam GKI sekarang ini.
Bagaimana tentang kemungkinan-kemungkinan pertemuan internasional Partai-partai Komunis dan Buruh? Tentang ini kita tetap berpendapat bahwa pada satu waktu yang tepat setelah melalui persiapan yang cukup, pertemuan demikian pasti akan dilangsungkan.
Dalam keadaan di mana pada dewasa ini perundingan-perundingan bilateral belum cukup dilakukan untuk mencapai penyelesaian mengenai perbedaan-perbedaan pendapat antara sementara Partai-partai komunis, misalnya antara PKUS dan KPC, maka kita berpendapat perundingan-perundingan bilateral harus diteruskan sebelum melangsungkan pertemuan internasional semua Partai.
Kita ingin supaya pertemuan internasional partai-partai komunis dan buruh memperkuat gerakan Marxisme-Leninisme dan internasionalisme proletar, dan memperkuat serta memperkembangkan prinsip-prinsip revolusioner dari Deklarasi dan Pernyataan Moskow. Kita tidak ingin pertemuan internasional memperlemah semua ini.
Sambil menunggu tibanya waktu yang baik untuk mengadakan pertemuan internasional Partai-partai Komunis dan Buruh, Partai Komunis Indonesia akan terus mengganjang revisionisme dengan mengibarkan tinggi-tinggi 6 panji, yaitu:
Mengibarkan 6 panji ini berarti:
Dengan mengibarkan 6 panji ini kita maju terus mengganyang imperialisme dan revisionisme serta memperkuat GKI.
Kawan-kawan tercinta!
Dalam bulan April tahun ini kita telah mengakhiri Plan 3 tahun II dengan sukses. Apakah hasil-hasil terpenting yang dicapai oleh Partai kita dengan berachirnya Plan 3 tahun II artinya sesudah kita dua kali menyelesaikan Plan 3 Tahun?
Setelah menyelesaikan dua kali Plan 3 Tahun tentang pembangunan ideologi dan organisasi Partai, dua hal yang terpenting yang sudah kita capat, yaitu:
Kesimpulan-kesimpulan apa yang dapat kita tarik dari dua fakta ini?
Pertama, Partai kita yang Marxis-Leninis pada pokoknya telah mengintegrasikan diri dengan kaum tani, dan ini berarti pada pokoknya telah tercipta dan makin terkonsolidasi persekutuan kelas buruh (yang diwakili oleh kaum Komunis) dengan kaum tani.
Kedua, dengan makin terkonsolidasinya persekutuan kelas buruh dan kaum tani, fron persatuan nasional di negeri kita mendapat landasan yang kuat dan militan, dan karenanya berangsur-angsur menjadi makin tak terkalahkan.
Ketiga, dengan makin luasnya jumlah kaum tani dipimpin kaum komunis maka bertambah besarlah jaminan untuk mematahkan tiap usaha pecahbelah dari kaum soska, sayap kanan kaum agama, naska (nasionalis kanan) dan kaum reaksioner lainnya yang mempertentangkan suku dengan suku, daerah dengan pusat (separatisme) dan kekuatan-kekuatan dalam fron nasional.
Juga dapat disimpulkan, bahwa pada pokoknya PKI telah berhasil mengindonesiaklan Marxisme-Leninisme, yang pada hakekatnya berarti mengintegrasikan PKI yang Marxis-Leninis dengan kaum tani.
Pada tempatnyalah jika Sidang Pleno II CC kita ini menyampaikan penghargaan dan salut yang tinggi kepada segenap anggota dan kader Partai kita yang dengan semangat keberanian dan ketekunan yang besar telah bekerja keras untuk mencapai hasil-hasil yang gemiliang ini. Khususnya kepada kader-kader yang bekerja di kalangan kaum tani kita menyampaikan salut yang setinggi-tingginya. Hati dan pikiran CC Partai kita serta segenap anggota dan kader Partai yang bekerja di kota-kota akan senantias bersama mereka.
Sudah tentu soal mengindonesiakan Marxisme-Leninisme bukan hanya soal mengintegrasikan Partai kita dengan kaum tani, tetapi lebih luas lagi, yaitu mengintegrasikan Partai dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan praktek kongkrit revolusi negeri kita, dengan kaum buruh, pemuda, intelegensia, winita, sastrawan dan seniman, penduduk miskon kota, dan lain-lain: dengan persoalan-persoalan politik, ekonomi, kebudayaan, ilmu dan sebagainya. Tetapi kunci daripada semuanya ialah mengintegrasikan Partai Kita yang Marxis-Leninis secara total dengan kaum tani, karena revolusi kita pada taraf sekarang pada hakekatnya ialah revolusi agraria, bahwa hakekatnya dan praktek utama sehari-hari daripada mengindonesiakan Marxisme-Leninisme ialah mengintegrasikan Partai kita dengan kaum tani.
Kita akan beromong-kosong tentang pemecahan masalah sandang pangan yang syarat mutalnya ialah pelaksanaan program agraria yang radikal, kalau kita tidak menginetegrasikan Partai kita secar total dengan kaum tani. Jika kita tidak melakukan pengintegrasian tersebut kita juga beromong-kosong tentang menyelesaikan revolusi nasional dan demokratis, tentang mengubah sistem masyarakat melalui jalan mengganyang penghisapan besar desa dan kota, tentang mengindustrialisasi dan memodernisasi Indonesia, dan lebih-lebih lagi tentang sosialisme.
Tapi hasil-hasil yang sudah kita capai seperti diterangkan di atas adalah bukti-bukti bahwa kita tidak beromong kosong, anggota-anggota dan kader-kader serta segenap barisan Partai kita bersungguh-sungguh. Kita ingin orang-orang revolusioner di luar barisan komunis juga bersungguh-sungguh dan kita mendorong mereka supaya menjadi demikian.
Tetapi apa mau dikata kalau banyak di antara mereka hanya mau beromong kosong tentang menyelesaikan kesulitan-kesulitan sandang pangan, menyelesaikan revolusi, melawan penghisap-penghisap besar, mengindustrialisasi dan memodernisasi negeri, tentang Sosialisme dan sebagainya. Kita tidak bisa melarang mereka beromong-kosong. Tapi yang penting ialah, bahwa kita tidak beromong-kosong, bahwa kita kaum Komunis sungguh-sungguh mengamalkan segala yang baik yang kita katakan. Hanya dengan demikian kita bisa menjadi pengemban sejati Amanat Penderitaan Rakyat, pengabdi sejati dan juru selamat sejati daripada rakyat. Menjadi juru selamat rakyat bukan monopoli Komunis, ini terang. Tapi juga terang, bahwa kalau mau menjadi juru selamat rakyat haruslah sungguh-sungguh dan kalau sungguh-sungguh tidak akan bisa lain kecuali sampai kepada kesimpulan bahwa langkah pertama ke arah ini ialah mengutamakan perjuangan revolusioner kaum tani, melaksanakan program agararia yang radikal agar semboyan “tanah hanya untuk kaum tani yang menggarap tanah” dapat dilaksanakan.
Kita belum puas dan tidak mungkin puas dengan apa yang sudah kita capai dengan pekerjaan kita di kalangan kaum tani. Kita harus memperhebat pekerjaan ideologi, politik dan organisasi agar Partai kita dengan kaum tani seperti kuku dengan daging. Untuk ini kader-kader PKI harus “keranjingan gerakan tani”.
Teori revolusi yang waktu-waktu belakangan kita rumuskan dengan sangat sederhana, yaitu: 1, 1, 2, 3, 4, atau do, do, re, mi, fa, menekankan tentang mahapenntingnya pekerjaan di kalangan kaum tani. 1 (yang pertama) berarti satu pelopor, yaitu kelas buruh; 1 (yang kedua) berarti satu kekuatan pokok, yaitu kaum tani; 2 berarti dua kekuatan yang menjadi basis fron persatuan nasional, yaitu kaum buruh dan kaum tani yang bersektutu erat; 3 berarti tiga kekautan pendorong revolusi, yaitu kaum buruh, kaum tani dan borjuai kecil, jadi semua rakyat pekerja; dan 4 berarti empat kekuatan fron nasional, yaitu kaum buruh, kaum tani, borjuasi kecil dan borjuasi nasional. Jadi, kaum tani merupakan kekautan pokok, salah satu daripada dua kekautan yang menjadi basis fron persatuan nasional, salah satu daripada tiga kekautan pendorong revolusi, dan salah satu dari empat kekuatan fron persatuan nasional. Begitu pentingnya kedudukan kaum tani dalam revolusi kita, sehingga tidak mungkin revolusi kita menang tanpa mengorganisasi dan memobilisasi berpuluh-puluh juta kaum tani. Massa kaum tani tidak hanya merupakan kekuatan yang menentukan dalam melaksanakan tahap pertama, tahap nasional dan demkratis dari revolusi kita, tetapi juga untuk tahap kedua, tahap sosialis, karena kaum tani adalah massa rakyat yang sangat luas yang berkepentingan akan dibangunnya masyarakat sosialis, dan karena kaum tani akan menjadi soko guru daripada basis perekonomian sosialis kita nanti. Jadi, bekerja di kalangan kaum tani sekarang tidak hanya untuk menyelesaikan revolusi nasional-demokratis, tetapi juga bekerja untuk kepentingan hari depan revolusi. Semakin baik pekerjaan kita sekarang di kalangan kaum tani, maka akan semakin lebih cepat selesainya revolusi nasional-demokratis dan akan lebih baiklah sosialisme yang kita bangun di kemudian hari.
Sebagian dari anggota-anggota dan kader-kader Partai kita bekerja dan bertempat tinggal di kota-kota. Banyak di antara mreka yang masih berpikir bahwa soal pekerjaan di kalangan kaum tani bukan soal mereka. Dengan berpikiran demikian sebenarnya mereka melepaskan diri dari kegiatan pokok Partai kita. Tanpa menyatukan diri dengan kegiatan pokok Partai kita adalah tidak mungkin menjadi seorang anggota Partai yang baik.
Apakah dengan demikian berarti Partai menuntut supaya kader-kader kota kita semua boyongan ke desa dan menelantarakan pekerjaan di kalangan kaum buruh, intelegensia, dan golongan-golongan lainya dari penduduk kota? Sudah tentu tidak demikian, kita tidak mungkin menelantarakna pekerjaan di kota, apalagi pekerjaan di kalangan kaum buruh, oleh karena itu tidak mungkin menelantarakan pekerjaan di kalangan kelasnya sendiri.
Yang kita harapkan dari anggota-anggota dan kader-kader Partai di kota ialah supaya mereka menyatukan diri dengan kegiatan pokok Partai, kegiatan di kalangan kaum tani, suapa menyadari sedalam-dalamnya peranan menentukan kaum tani dalam memenangkan revolusi Indonesia. Untuk ini pertama-tama mereka harus mengintegrasikan pikirannya dengan gerakan revolusioner kaum tani, dan untuk ini mutlak mereka harus menerima tanpa cadangan program agraria Partai, memahami program ini sebaik-baiknya, memahami seluk-beluk hubungan-hubungan kelas di desaa, memahami perjuangan kaum tani dan secara kreatif serta wajar menghubungkan kegiatan mereka di kota dengan perjuangan kaum tani. Mereka harus menyatukan pikirannya dengan pikiran penduduk desa yang paling miskin, yaitu buruh tani dan tani miskin. Pikiran mereka harus “pikiran revolusi tani”, pikiran bahwa kunci revolusi kita adalah desa, bahwa pelaksanaan secara konsekuen daripda UUPBH dan UUPA merupakan syarat yang menguntungkan untuk selanjutnya melaksanakan program agraria yang radikal.
Masih banyak kader kota kita yang acuh tak acuh terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi kaum tani, yang tidak berusaha untuk mengetahui isi UUPBH dan UUPA. Padahal kedua undang-undang ini adalah hasil perjuangan sengit kaum tani di bawah pimpinan Partai. Mereka tidak ambil peduli terhadap perjuangan dan kesulitan-kesulitan kaum tani dalam merealisasi kedua undang-undang tersebut. Jika dibiarkan begini, banyak kader kota kita hanya akan menjadi orang-orang revolusioner amatir, orang-orang yang tidak mampu ambil bagian dalam revolusi secara sungguh-sungguh. Mempunyai kader-kader kota yang demikian tentulah bukan maksud kita. Oleh karena itulah Partai kita di masa datang harus menjadikan mereka orang-orang revolusioner sejati lewat gerakan-gerakan turun ke bawah, lewat sekolah-sekolah Partai, seminar-seminar dan diskusi-diskusi agar mereka mengitegrasikan pikirannya dengan perjuangan kaum tani, menghubungkan kegiatan di kota secara kreatif dan wajar dengan perjuangan kaum tani dan membantu perjuangan itu. Dalam hal membantu gerakan tani adalah sangat penting peranan kader-kader serikat buruh-serikat buruh revolusioner yang bekerja di sektor-sektor transport dan komunikasi, agraria dan lain-lainnya yang banyak hubungannya dengan desa.
Kader-kader kota kita pada umumnya adalah kader-kader baik, mereka mudah mengerti hal ikhwal, mereka adalah pekerja-pekerja sosial dan politik yang cekatan, cinta dan percaya pada Partai dan pada umumnya tah mendahulukan kepentingan Partai dan revolusi.
Kader-kader kita menyadari bahwa semua revolusi nasional-demokratis di Asia menang dan dapat disusul dengan pembangunan sosialis yang cepat adalah terutama berkat adanya pengintegrasian Partai-partai Marxis-Leninis dengan kaum tani di negeri-negeri yang bersangkutan. Revolusi Kuba memang juga karena itu. Ya, pengalaman kita sendiripun menunjukkan hal yang sama tentang pentingnya peranan kaum tani. Kita berhasil membaski pemberontakan “PRRI-Permesta” karena Angkatan Bersenjata Republik mendapat bantuan dari massa kaum tani. Gerombolan bersenjata kontra-revolusioner DI-TII dan RMS baru dapt ditumpas setelah kaum tani bangkit menumpasnya bersama dengan Angkatan Bersenjata Republik. Di mana kaum tani belum bangkit, misalnya di Sulawesi Selatan tidak mungkin ada harapan gerombolan kontra-revolusioner Kahar Muzakar dapat dibasmi sampai ke akar-akarnya. Kekuatan militer saja tidak mungkin membasminya.
Pengalaman Revolusi 1945 juga menunjukkan hal yang sama mengenai mahapentingnya peranan kaum tani. Walaupun tuntutan Revolusi Agustus sampai sekarang belum dirampungkan, tetapi revolusi ini telah mencapai hasil-hasil penting tertentu dan telah memberi pelajaran yang sangat penting tentang mutlaknya peranan kaum tani dalam revolusi. Revolusi 1945 mengajarkan bahwa:
Pendeknya, soal kaum tani atau desa adalah soal menang atau kalahnya revolusi, dan bahkan soal hidup matinya kader-kader revolusioner. Juga keselamatan kader-kader revolusioner dikota-kota dan pemecahan masalah nasional yang penting banyak tergantung pada pekerjaan revolusioner di desa-desa di kalangan kaum tani.
Sekarang seluruh Partai dengan semangat banteng yang berkobar-kobar, dengan tekad bulan “maju terus, pantang mundur,” sendang melaksanakan “Gerakan Awalan” dari Plan 4 Tahun tentang Kebudayaan, Ideologi dan Organisasi. Sudah tentu semua jatah dari Plan yang bersegi banyak itu harus dilaksanakan. Tetapi sekejappun tidak boleh kita lupakan bahwa pelaksanaan Plan ini harus dihubungkan secara erat dengan garis mengkonsolidasi pengintegrasian Partai kita dengan kaum tani. Apa artinya ini? Arinya ialah bahwa pekerjaan kebudayaan kita harus tertumata ditujukan untuk meningkatkan taraf kebudayaan kaum tani dan membangkitkan semangat serta kegembiraan berjuang kaum tani. Artinya ialah, bahwa pekerjaan ideologi kita harus terutama ditujukan untuk mengintegrasikan labih lanjut pikiran semua kader Partai dengan kaum tani untukmemperkuat Ideologi proletar dan kader-kader yang bekerja di kalangan kaum tani. Artinya ialah, bahwa pekerjaan organisasi kita harus terutama ditujukan untuk lebih memperluas dan lebih mengkonsolidasi organisasi Partai dan organisasi massa revolusioner tani kita, supaya terjamin kebulatan pikiran di dalamnya, disiplinnya dan daya juangnya. Pekerjaan Partai di kalangan pemuda harus terutama ditujukan kepada pemuda tani, dikalangan wanita harus terutama di kalangan wanita tani, di kalangan seniman harus terutama di kalangan seniman-seniman desa, di kalangan guru harus terutama di kalangan guru-guru desa, di kalangan anak-anak harus terutama anak-anak kaum tani dan seterusnya.
Tuntutan politik kita yangf terpenting sekarang ialah Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom. Sebagaimana sudah pernah kita simpulkan, soal in bukanlah soal kebenaran ilmiah, soal obyektivitas, soal keadilan menurut azas demokrasi dan patriotisme, karena tuntutan ini jelas ilmiah, obyektif, demokratis dan patriotik. Soalnya ialah, bahwa kelas-kelas lain tidak mau secar suka rela memberi kekuasaan keapda proletariat, walaupun hanya sebagian.
Dengan demikian kelirulah sementara kawan-kawan kita yang hanya pandai menyalah-nyalahkan Presiden Sukarni berhubungan dengan terbentuknya Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom. Dilihat dari segi perjuangan kelas, dan kita tidak bisa lain kecuali melihatnya dari segi ini, berbicara saja Presiden Sukarno tentang keharusan adanya Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom, artinya tentang ikut sertanya kaum Komunis dalam kekuasaan negara, adalah sudah baik. Ini lebih baik daripada Presiden tidak berbicara tentang itu, dan jauh lebih baik lagi jika dibandingkan dengan kaum naska (nasionalis kanan), sayap kanan kaum agama, bekas-bekas Masyumi-PSI yang bersembunyi dalam SOKSI dan orang-orang reaksioner lainnya yang menentangnya. Kawan-kawan kita yang hanya pandai menyalah-nyalahkan Presiden Sukarno berhubungan dengan belum terbentuknya Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom, membuat tiga kesalahan yaitu:
Sudah tentu Presiden Sukarno bisa berbuat banyak dalam soal pembentukan Kabinet. Oleh karena itu, Partai kita senantiasa mengajak rakyat untuk terus-menerus mengajukan tuntutan yang benar, adil dan perlu ini kepada Presiden Sukarno. Tetapi, kita tidak bisa mengharapkan sesuatu yang ajaib atau sesuatu yang bersifat filantropis dalam soal kekuasaan negara. Seperti sudah sering dikatakan, soal kekuasaan adalah soal perimbangan kekuatan dan tidak ada satu kelas yang secara sukarela mau membagi kekuasaan dengan kelas lain. Oleh karena itulah, untuk pembentukan Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom kita harus tidak henti-hentinya dengan semangat berkobar-kobar dan kerja tekun melaksanakan garis: mengkonsolidasi kekuatan progresif, bersatu dengan kekuatn tengah dan terus memencilkan kekuatan kepala batu. Dengan perkataan lain, bekerja dari bawah, baik di kalangan Rakyat yang sudah terorganisasi maupun yang belum. Inilah syaratnya untuk mendobrak tembok yang memisahkan proletariat dari kekuasaan negear. Kunci daripada pelaksanaan garis ini, seperti sudah sering kita katakan, ialah pekerjaan kaum komunis di kalangan massa, terutama di kalangan kaum tani.
Gerakan tani revolusioner kita sekarang menghadapi 4 tugas utama, yaitu:
Poros dari 4 tugas ini ialah gerakan “6 baik”, yaitu gerakan
Pelaksanaan 4 tugas ini mendapat kemajuan-kemajian penting pada waktu-waktu belakangan ini.
Macetnya pelaksanaan UUPBH dan UUPA telah mendorong kaum tani untuk melaksanakan aksi-aksi sepihak agar UUPBH dan UUPA benar-benar terlaksana. Aksi-aksi sepihak semakin hari makin bertambah luias, oleh karena itu kegitan gerakan tani di hari-hari yang akan datang akan dicirikan oleh aksi-aksi sepihak. Aksi-aksi yang tak dapat dihindarkan ini tentu akan mendapat rintangan-rintangan.
Berdasarkan pengalaman kaum tani sendiri aksi sepihak hanya akan sukses jika dipenuhi paling kurang 3 syarat:
Aksi-aksi sepihak adalah sangat adil dan sangat sah, karena tujuannya tidak lain daripada untuk melaksanakan Undang-undang negara (UUPBH dan UUPA) dengan sungguh-sungguh. Aksi sepihak menguntungkan baik Pemerintah maupun penduduk desa yang sangat luas, dan karena itu aksi-aksi ini harus mampu menarik simpati dan sokongan dari lebih dari 90% penduduk desa dan dari pejabat-pejabat negara yang tidak reaksioner. Juka penduduk kota yang berkepentingan akan meningkatkan produksi pertanian harus memberikan dukungan sepenuhnya kepada aksi-aksi sepihak. Hanya dengan aksi-aksi sepihak sabotase-sabotase yang keterlaluan selama ini dalam pelaksanaan UUPBH dan UUPA dapat diakhiri dan Undang-udang tersebut dapat dilaksanakan.
Jika di muka telah dikatakan bahwa 4 pelaksanaan tugas mendapat kemajuan-kemajuan penting pada waktu-waktu belakangan ini, tidak berarti bahwa sudah ada kekurangan penting yag harus diperbaiki. Kenyataan menunjukkan bahwa belum semua aksi-aksi tani yang langsung berputar di sekitar poros “6 baik”, terutama aksi-aksi tani yang langsung menghadapi tuan tanah seperti menurunkan sewa, menurunkan bunga pinjaman dan menaikkan upah. Dapat dikatakan bahwa meluas dan mendalamnya aksi-aksi kaum tani melawan tuan tanah dewasa ini masih belum seperti keharusannya. Karena belum luas dan intensifnya pekerjaan penelitian di desa, maka masih agak banyak Comitee di daerah pertanian yang belum berhasil membangkitkan dan memperbaiki pimpinan terhadap kaum tani untuk berjuang melawan penghisapan tuan tanah. Dengan demikian masih terdapat Comitee-comitee Partai di daerah pertanian yang belum mendapatkan pengalaman langsung melawan tuan tanah, mulai dari pekerjaan penelitian untuk mengetahui siapa-siapa tuan tanah, bagaimana cara-cara penghisapan yang mereka lakukan, sampai pekerjaan membangkitkan kaum buruh tani dan tani miskin guna melakukan aksi-aksi mulai yang paling ringan sampai yang berat.
Ditinjau dari segi metode memimpin sudahlah jelas, bahwa tanpa pengalaman langsung, Comitee-comitee Partai tak akan berhasil baik memadukan seruan-seruan umum denan tuntunan kongkrit. Oleh karena itu, pekerjaan meluaskan dan menyempurnakan penelitian di desa harus dilakukan sungguh-sungguh sampai di CS-CS dan CSS-CSS daerah petanian. Selain itu, jika kita mempersoalkan memperbaiki pimpinan terhadap kaum tani, maka kita harus memeriksa aparat kita untuk tugas tersebut. Aparat-aparat Partai untuk melaksanakan tugas ini harus terus diperbaiki. Harus diteruskan langkah-langkah untuk menumbuhkan kader-kader dari kalangan buruh tani dan tani miskin dan menempatkan mereka itu dalam pimpinan, baik di dalam Comitee-comitee Partai di daerah pertanian maupun dalam ormas tani revolusioner.
Gerakan tani kita menghadapi gelombang pasang yang lebih besar. Menghadapi ini ada tiga sikap yang dapat diambil oleh partai-partai politik, golongan-golongan dan tokoh-tokoh perseorangan, yaitu: pertama, berdiri di depan kaum tani dan memimpinnya; kedua, berdiri di belakang atau di samping kaum tani sambil mencela dan mengejeknya; dan ketiga, berdiri berhadapan dengan sangkur terhunus melawan kaum tani. Kita kaum komunis sudah lama memproklamasikan pendirian kita, yaituberdiri di depan dan memimpin perjuangan revolusioner kaum tani bersama kaum tani menyadarkan dan menarik mereka yang mengejek, dan melawan dengan teguh siapa saja yang menentang perjuangan kaum tani ini. Pendirian ini akan kita bela mati-matian, dengan semangat banteng yang lebih berani dan dengan tekad “maju terus, pantang mundur.” Dengan berbuat demikian berarti kita melawan sabotase-sabotase terhadap pelaksanaan UUPBH dan UUPA serta mendorng pelaknsanaan landreform sesuai dengan Ketetapan-ketetapan MPRS, Dekon, dan dokumen-dokumen negara lainnya.
Pada akhir April tahun ini kita telah menutup Plan 3 Tahun Kedua dengan sukses yang cukup besar, baik dalam jumlah anggota maupun dalam jumlah organisasi Partai, sedangkan para kader dan mayoritas anggota Partai menjadi lebih terdidik danlam politik dan teori Marxisme-Leninisme. Keanggotaan partai sekarang telah mencapai julah lebih dari dua setengah juta, dan Partai telah menjadi Partai massa dan Partai kader sekaligus. Tetapi kebesaran Partai kita sekarang masih jauh dari cukup jika dibandingkan dengan besarnya tugas-tugas yang kita hadapi, baik tugas-tugas nasional maupun internasional.
Walaupu Plan 3 Tahun Kedua selama masa kerjanya berada diatas ranjau SOB sehingga di banyak daerah kawan-kawan kita mengalami kesulitan-kesulitan besar dalam pelaksanaan Plan, tetapi mata plan yang penting-penting dapat dipenuhi semua dengan 100% atau mendekati 100%. Di antara 11 jatah terpenting hampir separohnya mencapai angka lebih dari 100%, sedangkan lainnya mendekati angga 100% dan hanya 1 yang kurang dari 50%, yaitu jatah mengenai iuran.
Sekarang hanya Irian Barat yang belum ada Comitee Daerah Besar PKI berhubung daerah ini Demokrasi Terpimpin belum berjalan dan partai-parta masih dilarang berdiri. Tapi kapan saja larangan itu dicabut, PKI sudah siap membangun CDB dan Comitee-comitee bawahan.
Di 93% dari Daswati II di seluruh negeri sudah ada Comitee Seksi PKI, di 83% dari semua kecamatan atau setingkat kecamatan sudah ada Comitee Subseksi PKI, dan di 62% dari semua desa atau setingkat desa sudah ada Comitee Resort PKI.
Dari pengalaman Plan 3 Tahun Kedua dapat ditarik kesimpulan, bahwa pelaksanaan Plan banyak tergantung pada kebulatan dan kegiatan Comitee basis. Oleh karena itu masalah menghidupkan semua Comitee basis adalah masalah pokok dalam kehidupan organisasi Partai kita. Ini merupakan kunci daripada kegiatan politik massa dan kegiatan basis ormas-ormas revolusioner. Kunci untuk membikin Comitee basis berfungsi sebagaimana mestinya pada umumnya jalan CSS. Oleh karena itu konsentrasi daripada pembangunan organisai Partai kita harus diletakkan pada memperkembangkan CSS yang bula dalam ideologi politik, yang menguasai metode memimpin dan langgam kerja yang baik. Kerja sama dalam CSS harus harmonis, dan untuk ini terutama kontradiksi-kontradiksi intern harus cepat diselesaikan, “tidak boleh dimalamkan” atau dibiarkan berlarut-larut.
Adanya Gerakan Akhiran Plan 3 Tahun Kedua selama 6 bulan telah menimbulkan kegiatan luar biasa. Semangat mengejar jatah-jatang yang ketinggalan telah mendorong kader-kaer Partai mempelajari kembali dokumen-dokumen kongrs, sidang-sidang plon CC dan Konferensi-konferensi Kontrol Plan, dan telah mendorong mereka memperbaiki pelaksanaan metoda memimpin dan langgam kerja.
Plan 4 Tahun tentang Kebudayaan, Ideologi dan Organisasi telah kita mulai pada tanggal 17 Agustus tahun ini. Poros dari Plan 4 tahun kita ialah “10 meningkatkan” yaitu:
Dalam pelaksanaan Plan 4 Tahun, kita sudah mulai dengan Gerakan Awalanyang memakan waktu 3 sampai 6 bulan, yaitu gerakan meratakan pengertian tentang hakekat Plan, bahwa melaksanakan Plan berarti mengubah imbangan kekuatan, mengkonsolidasi kekuatan progresif dan memperkuat fron persatuan, semuanya ini untuk revolusi, Gerakan Awalan adalah persiapan ideologis dan teknis-administratifd agar plan berjalan dengan lancar.
Comitee-comitee yang belum mempunyai aparat Plan supaya selama Gerakan Awalan membentuk aparat Plan, dan yang sudah mempunyai aparat Plan supaya menghidupkan antara lain dengan jalan mewajibkan Biro Plan atau Petugas Plan sekali sebulan memberikan laporan tentang pekerjaannya kepada Dewan Harian atau Sekretaris Comitee. Selama Gerakan Awal, perincian plan harus sampai ke semua CR, agar CR tahu persis apa yang harus dikerjakan dalam rangka Plan 4 Tahun.
Dalam Plan 4 Tahun ini pendidikan filsafat materialisme dialektif dan historis merupakan tugas penting yang tidak boleh sekejappun dilengahkan. Tugas-tugas besar yang dihadapi oleh kaum komunis Indonesia akan dapat dilaksanakan hanya dengan persatuan bulat seluruh barisan kita. Sedangkan kekalahan yang terus diderita kaum reaksioner pasti akan menimbulkan serangan-seranan mereka yang lebih hebat, juga di bidang ideologi. Hanya jika kita menguasai filsafat materialisme dialektif dan historis kita akan dapt menghancurkan semua serangan iitu, menjaga keutuhan kita dan berangsur-angsur menjadikan MDH milik seluruh nasion kita.
Dalam hubungan dengan tugas mengkonsolidasi pengintegrasian Partai dengan kaum tani perlu ditekankan bahwa semua sekolah Partai dari semua tingkat pada hakekatnya adalah “sekolah revolusi tani”.
Kunci daripada pelaksanaan Plan 4 Tahun dibidang Kebudayaan dan ideologi adalah guru. Oleh karena itu, kegiatan mengadakan Sekolah-sekolah Guru dan kursus-kursus Aplikasi Guru harus mendapat perhatian yang sebesar-besarnya.
Pekerjaan Partai di kalangan guru desa, guru sekolah dasar dan sekolah menengah harus diperhebat, karena mereka dapat membantu dalam meningkatkan taraf kebudayaan massa rakyat. Partai kita harus mengadakan kerja sama yang sebaik-baiknya dengan Jawatan Pendidikan Masyarakat dari Departemen PDK.
Guna memenuhi keperluan akan guru yang amat banyak untuk UNRA, Akademi-akademi Marxis dan Universitas-universitas prograsif, harus dipergiat pekerjaan Partai di kalangan intelegensia, menarik mereka lebih banyak ke dalam Partai dan mendidik mereka dalam semangat dan teori Marxisme-Leninisme. Di samping masih ada sementara kawan-kawan dari kalangan inteligensia yang sudah merasa pusa diri dan kendor aktivitasnya, pada umumnya inteligensia Komunis sudah bekerja keras. Sekarang, dalam rangka pelaksanaan Plan 4 Tahun, pekerjaan untuk mreka lebih banyak. Juga dalam rangka mengindonesiakan Marxisme-Leninisme, agar kebenaran-kebenaran umum Marxisme-Leninisme lebih diitegrasikan dengan praktek kongkrit Revolusi Indonesia, Partai mengharapkan kreativitas yang lebih besar dari kader-kader Partai dari kalangan inteligensia. Untuk ini para intelektual Komunis harus lebih tegu melaksanakan semboyan belajar dan bekerja kita, yaotu, “Tahu Marxisme-Leninsme dan kenal Keadaan,” artinya mereka harus lebih banyak belajar teori-teori Marxisme-Leninisme dan harus lebih baik mengenal praktek sosial massa Rakyat, khususnya mengenal seluk beluk perjuangan kelas di negeri kita.
Pekerjaan Partai di kalangan inteligensia mempunya perspektif jang baik. Kesadaran politik inteligensia Indonesia dewasa ini adalah tinggi. Dalam rangka perjuangan melawan imperialisme, dalam mengganyang “Malaysia” dan segala manifestasi neo-kolonialisme di bidang poiitik, ekonomi dan kebudayaan, seperti “peace corps" Amerika Serikat, semakin banyak belajar dan mahasiswa yang ambil bagian. Kesadaran politik yang semakin meningkat ini nampak juga dari aksi-aksi yang terus-menerus dilakukan untuk menyingkikan orang-orang yang anti-Manipol dari Universitas-univesitas.
Dalam rangka pelaksanaan Plan 4 Tahun dan mengembangkan situasi revoluoioner pada umumnya, kita meletakkan banyak harapan kepada para sastrawan, seniman dan pekerja kebudayaan lainnya. Kita mengharap agar supaya mereka menitikberatkan kerja pada kreasi, dan untuk inidisamping terus-menerus memperdalam teori dan politik Mxisme-Leninisme mereks harus lebih banyak turun ke bawah dan banyak menghasilkan tulisan-tulisan dan kreasi-kreasi lain yang artistik, realistik dan revolusioner yang mengandung kekuatan menggugah sehingga mendorong dan menggerakkan aksi-aksi massa. Sampai sekarang kebanyakan kreasi sastra dan seni kita belum sepenuhnya merupakan jawaban (response) terhadap sesuatu tantangan (challenge) politik, ekonomi maupun kebudayaan, tapi pada umumnya masih pada taraf pernyataan setuju atau tidak setuju terhadap situasi, mencela atau memuji. Sebab pokok ialah, karena masih banyak di antara para sastrawan, seniman dan pekerja-pekerja kebudayaan kita lainnya yang belum mengintegrasikan diri sepenuhnya dengan massa Rakyat pekerja. Tetapi bahwa pengintegrasian ini sudah dimulai, adalah sesuatu yang menggembirakan.
Aspek yang menentukan dalam masalah pengintegrasian sastrawan dan seniman dengan massa Rakyat ialah pengintegrasian dalam pikiran, sedangkan turun kebawah untuk menyelami kehidupan dan seluk-beluk perjuangan massa Rakyat dan mendengarkan kritik massa atas karya mereka, adalah bentuk mutlak untuk menguji sampai ke mana sudah terjadinya pengintegrasian dalam pikiran itu. Karena kegiatan kebudajaan kita harus lebih dalam lagi masuk ke tengah-tengah Rakjat pekerja, khususnja kaum tani, maka dalam kreasi harus diperhebat penulisan dan pementasan drama, yang sekaligus berarti peningkatan kegiatan dalam mencipta lagu-lagu perjuangan dan lagu-lagu populer lainnya yang sehat, membuat dekorasi, poster, karikatur dan sebagainya.
Revisionisme bukanlah bahaja jang akut dalam Partai kita. Tetapi tidak dapat disangkal, ia merupakan bahaya yang laten, karena Partai kita bukan sesuatu yang terpisah dari masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia yang mengandung revisionisme. Bidang seni dan sastra adalah sangat perasa, oleh karena itu bidang ini paling mudah menerima dan mengembangkan revisionisme. Para sastrawan dan seniman Komunis harus awas agar dirinya dan lapangannya tidak kena racun revisionisme. Mereka harus berjuang militan melawan gejala-gejala revisionisme di bidang sastra dan seni. Dengan demikian mereka memberi bantuan besar pada Partai dan perjuangan revolusioner Rakyat Indonesia.
Untuk memperbaiki dan menyempurnakan pakerjaan Partai di bidang sastra dan seni, pada bagian pertama tahun depan Comite Central akan menyelenggarakan Konferensi Nasional Sastrawan dan Seniman Progresif terutama sastrawan dan seniman Komunis. Sastrawan dan seniman progresif non-komunis juga kita persilakan untuk ambil bagian dalam konferensi ini.
Berdasarkan pengalaman Partai kita bekerja dengan Plan, pekerjaan dengan Plan harus selalu berpadu dengan memperhebat pekerjaan massa, terutama kaum tani. Oleh karena itulah, salah satu jaminan utama bagi suksesnya pelaksanaan Plan 4 Tahun ialah diperhebatnya pekerjaan menyerempakkan kegiatan melaksanakan Plan dengan kegiatan Partai di kalangan massa kaum tani, massa kaum buruh, massa pemuda, wanita, inteligensia, sastrawan dan seniman, penduduk miskin kota dan lain-lain.
' Di tengah-tengah situasi revolusioner yang rnakin menanjak di mana kaum Komunis umumnya makin dibajakan dalam perjuangan revolusioner ini, terdapat beberapa gelintir kawan kita yang tidak maju seirama dengan perkembangan situasi. Mereka adalah terutama sebagian kecil dari kawan yang duduk dalam Badan Pemerintahan dan Dewan Perwakilan, pendeknja kawan-kawan yang rnendapat fasilitas dalam penghidupan berhubung dengan kedudukannja. Mereka adalah kawan yang baik sebelum mempunyai kedudukan itu, dan sekarangpun kebanyakan di antara mereka tetap baik, tetapi kemudian mereka terpengaruh oleh lingkungan kegiatan di mana terdapat banyak orang-orang yang malas, korup, penjudi, dan tanpa moral. Mreka ini bukanya menggunakan kedudukannya untuk mengkonsolidasi gerakan revolusioner, tetapi untuk “mengonsolidasi diri”. Mereka lupa bahwa mereka adalah pengemban Amanat Penderitaan Rakyat , bahwa mereka mendapat kedudukan berkat mandat Partai dan Rakyat. Pada umumnya yang mereka perbuat tidak sejahat perbuatan orang-orang jahat dari golongan lain, tetapi ini sama sekali bukan alasan untuk membenarkan perbuatan tercela dari orang-orang komunis. Terhadap kawan-kawan yang lemah ini Comitee Partai yang bersangkutan harus bertindah cepat, mengkritik mereka dan di mana perlu mengambil tindakan-tindakan disiplin. Tetapi yang lebih penting lagi ialah mengambil tindakan-tindakan mencegah terjadinya penyelewengan-penyelewengan dan untuk membikin agar kawan-kawan yang berkedudukan itu benar-benar melakukan tugasnya sesuai dengan mandat Partai dan mandat Rakyat, agar mereka maju menjadi kader-kader ahli di bidang pekerjaan masing-masing. Untuk ini semua Comitee yang di bawah pimpinannya terdapat anggota-anggota Badan Perintah dan Dewan Perwakilan harus membentuk komisi khusus, yaitu Komisi Pemerintahan dan Perwakilan (KPP) untuk membantu pekerjaan dan mengawasi serta jika perlu mengkritik tepat pada waktunya (tidak terlambat) kawan-kawan yang menjadi anggota badan-badan tersebut. Bersamaan dengan itu Komisi-komisi Kontrol dari semua Comitee harus diaktifkan. Tiap pelanggaran harus diselesaikan dengan cepat, tepat, teliti, bijaksana dan jelas. Harus dilawan penyelesaian yang berlarut-larut, yang tidak tepat, yang serampangan, yang tidak bijaksana dan kabur.
Apakah kawan-kawan yang duduk dalam Badan-badan Pemerintahan dan Dewan Perwakilan itu tidak boleh menggunakan fasilitas-fasilitas yang didapatnya berhubungan dengan kedudukannya? Tidak. Mereka harus menggunakan sebaik-baiknya segala fasilitas dan kesempatan yang mereka dapat untuk memperbesar pengabdian kepada Rakyat dan revolusi, dan bukan untuk “mengkonsolidasi diri”.
Partai kita menghadapi pekerjaan yang makin besar, baik dalam rangka pelaksanaan Plan 4 Tahun, dalam menanggulangi perkembangan situasi revolusioner yang makin menanjak maupun dalam menanggulangi soal-soal internasional, termasuk soal GKI. Tidak ada kemuliaan yang lebih tinggi bagi kita orang Komunis daripada menjadi partisipan yang aktif dan baik dalam pekerjaan besar ini. Partai kita bukan hanya makin mendapat pengakuan massa Rakyat Indonesia sebagai pelopor gerakan revolusioner di negeri kita, tetapi juga merupakan barusan yang terhormat di dalam GKI.
Kita harus mengkonsolidasi dan mengembangkan semua ciri yang baik dari Partai kita, yang kita simpulkan dari pengalaman-pengalaman perjuangan revolusioner dan pengalaman pembangunan Partai kita sendiri. Ciri-ciri itu antara lain ialah:
Junjunglah tinggi nama baik Partai ini dengan memberikan diri kita sepenuhnya kepada urusan Rakyat kita dan kepada urusan Komunisme.
***
Kawan-kawan yang tercinta!
Sekarang sampai saya pada akhir Laporan Politik ini.
Kita telah meninjau, menilai dan menetapkan tugas-tugas baru kita di bidang politik dalam dan luar negeri serta di bidang pembangunan Partai. Juga berbagai persoalan GKI telah kita bahas dan kita tetapkan tugas-tugas baru kita.
Untuk melaksanakan tugas-tugas baru, kita akan terus mengobarkan semangat banteng di kalangan Rakyat dan anggota-anggota Partai, semangat berdiri di atas kaki sendiri, percaya kepada kekuatan sendiri dan berani, berani, sekali lagi berani. Kita harus bertekad “maju terus, pantang mundur” dalam melaksanakan semua tugas.
Dengan semangat dan tekad itu kita maju untuk landreform yang konsekuen, mengganyang “Malaysia” dan untuk Kabinet Gotong Royong berporoskan Nasakom.
Dengan semanbgat dan tekad itu kita maju mengkonsolidasi pengintegrasian PKI yang Marxis-Leninis dengan kaum tani.
Kita serukan kepada anggota-anggota dan kader-kader Partai supaya terus membajakan diri, menjadikan diri kader-kader Partai yang pandai, berani, dan berkebudayaan!
Maju terus dengan semangat Lima Lebih: Lebih berani, lebih pandai, lebih waspada, lebih gigih dan lebih tekun!
Maju terus dengan mengibarkan tinggi-tinggi panji-panji Tiga Baik kita, baik bekerja, baik belajar, dan baik moral.
Kobarkan semangat banteng! Maju terus, pantang mundur!
Keterangan Kata-kata Asing
Amatir, orang yang mengerjakan sesuatu sebagai kegemaran saja
Anti-segregasi. Segregasi, pemisahan, pengasingan.
Anti-segregasi, penentang terhadap pemisahan, pengasingan antar manusia yang satu dengan yang lain karena perbedaan warna kulit, asal-usul, agama, dll. Misalnya menentang tindakan segregasi yang dijalankan oleh pemerintah AS terhadap orang-orang Negro di Amerika Serikat.
Antusias, gairah
Aspek, segi.
Atmosfir, lapisan udara yang mengelilingi bumi dan yang tebalnya beberapa ratus kilometer dan terdiri dari gas-gas.
Avonturisme, petualangan.
Berdominasi, berkuasa
Bilateral, antara dua pihak.
Bonapartis, penganut Bonaparte, orang yang bernafsu menaklukkan negeri-negeri lain. Kiasan ini diambil dari sejarah Napoleon Bonaparte I (1769-1822), yang menyelewengkan revolusi anti-feodal di Perancis menjadi perang agresi untuk menaklukkan seluruh Eropa.
Boom, konjuntur tinggi, tahap dalam perkembangan ekono kapitalis di mana terdapat kemakmuran semu. Tahap ini biasanya disusul dengan krisis.
Contractorship. Contractor, pemborong.
Contractorship, suatu sistem kerjasama yang menyerahkan pengerjaan sesuatu usaha kepada contractor. Misalnya di bidang perminyakan di Indonesia, sumber-sumber minyak adalah milik negara, tetapi lewat sistem contractorship pengerjaannya diserahkan kepada pihak contracktor asing. Hasilnya dibagi sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan di dalam contractorship itu. Dalam prakteknya contractor-lah yang berkuasa atas perusahaan itu.
Cursif, huruf miring.
Defisit, kekurangan, ketekoran.
Degenerasi, kemerosotan.
Dekaden, kemerosotan, keruntuhan.
Dekorasi, hiasan, pajangan.
Demoralisasi, kebejatan akhlak.
Deposit, endapan
Diferensiasi, memilah-milahkan, membeda-bedakan.
Diinvestasi, ditanam
Diskriminasi, pembedaan, misalnya berdasarkan agama, ras dan sebagainya.
Disepensasi, pembebasan dari sesuatu tugas/kewajiban.
Disproporsi, ketidakseimbangan.
Disubordinasikan, ditundukkan.
Egoisme, mementingkan kepentingan diri sendiri.
Eropa centris, yang berpusat pada atau bertitik tolak dari Eropa.
Experimen, percobaan untuk mencapai hasil tertentu.
Eksploitasi, penghisapan.
Fasilitet/fasilitas, kesempatan, kelonggaran, kemungkinan, kemudahaan.
Fatamorgana, penglihatan semu, sehingga tampak pemandangan-pemandangan indah dan sebagainya yang sebenarnya tidak ada. Sering terjadi di padang pasir sebagai akibat pemantulan sinar-sinar cahaya dalam lapisan-lapisan udara.
Gendarme, polisi militer dengan tugas-tugas khusus; digunakan untuk menggambarkan kekuatan-kekuatan bersenjata kaum imperialis yang ditempatkan di mana-mana di dunia ini untuk melindungi kepentingan-kepentingan kaum imperialis dari serangan gerakan-gerakan revolusioner.
Geografis, geografi, ilmu bumi.
Geografis, yang berkenaan dengan ilmu bumi.
Global strategy, siasat yang diatur meliputi seluruh dunia; misalnya AS menetapkan global strategy untuk menghancurkan kubu sosialis dan seluruh gerakan revolusioner sedunia dengan menempatkan pangkalan-pangkalan militernya, dengan mendirikan pemerintah-pemerintah boneka di mana-mana, dan sebagainya.
Harmonis, selaras, seimbang, sesuai.
Humanisme, aliran yang mengutamakan kemanusiaan, yang ingin mengembangkan sifat-sifat luhur yang diaggap khas bagi semua manusia.
Humanisme mula-mula lahir di Itali sebagai gerakan kebudayaan dalam abad XIV dan kemudian meluas ke Jerman, Nederlan, Perancis dan Inggris. Sebagai suatu gerakan sosial ia mempunyai pengaruh terhadap usaha untuk melepaskan umat manusia dari belenggu pandangan-pandangan keagamaan zaman tengah besert segala kepincangannya. Dalam masa melawan segala sesuatu yang bersifat feodal humanisme borjuis memaink peranan progresif, tetapi setelah sistem kapitalisme itu berada dalam sekaranya maka humanisme menjadi senjata untuk membertahankan sistem kapitalis dengan menyebar-nyebarkan pandanagn bahwa jika seluruh umat manusia yang berkemauan baik mau bekerjasama, maka semua masalah politik dan ekonomi di dunia ini akan dapat dipecahkan. Humanisme berkembang menjadi apa yang disebut humanisme universal terutama dalam masa krisis umum kapitalisme. Humanisme denan begitu melemahkan perjuangan kelas, mendorong kolaborasi kelas dengan meletakkan harapannya pada maksud-maksud baik pemimpin-pemimpin. Dewasa ini humanisme telah menjadi alat kaum revisionis modern untuk menghaburkan perjuangan kelas.
Ilusi, khayalan.
Indoktrinasi, doktrin, ajaran, paham.
Indoktrinasi, memaksukkan ajaran atau paham tertentu kepada seseoran.
Infiltrasi, penyusupan ke dalam organisasi atau barisan lawan untuk dapat mempengaruhi, memperoleh bahan-bahan keterangan dan sebagainya tentang lawan itu.
Integral, sesuatu keutuhan, menyeluruh.
Integrasi, penyatuan diri dengan sesuatu, menjadikan sesuatu bagian yang tak terpisahkan dari yang lain.
Intimidasi, gertakan, usaha menakut-nakuti.
Intrik, tipu-daya, menghasut ke sana-ke mari.
Kapitulasi, menyerah kepada lawan; tidak melakukan perjuangan.
Karantina, tempat yang dipisahkan dari umum di mana orang-orang yang terkena penyakit menular diasingkan supaya penyakitnya tidak menular ke orang lain atau supaya orang-orang yang tinggal di tempat itu tidak dipengaruhi oleh hal-hal di luarnya.
Kaum Jakobin, golongan yang konsekuen revolusioner dalam Revolusi Besar Perancis (1789-1794) dengan politik “demokrasinya yang tak terbatas”, menghancuran terhadap belenggu-belenggu feodal, dan pengorganisasian perang rakyat untuk mempertahankan tanah air terhada tentara-tentara intervensionis dari kontra-revolusi di Eropa.
Kolaborasi, kerjasama dalam arti menyerah mengenai kepentingan pokok.
Kolone V, kolone, barisan. Kolone V, barisan kaum reaksioner, musuh-musuh Rakyat,yang menyusup ke dalam gerakan-gerakan progresif untuk mengacau, memecah-belah, melakukan sabotaso, pembunuhan, pekerjaan mata-mata dan sebagainya. Istilah ini berasal dari Perang Dalam Negeri di Spanyol. Sewaktu Franco siap untuk melancarkan serangan terhadap Madrid yang dibela oleh kaum Republiken, dia berkata: “Saya memiliki 4 kolone di luar Madrid, siap untuk menyerang, dan disamping itu, kolone V di dalam madrid.”
Komplit, lengkap, paripurna, tidak ada sesuatu yang ketinggalan.
Konfederasi, perserikatan di antara negara-negara yang masing-masing berdaulat.
Konfrontasi, hadap-hadapan, perlawanan.
Konsepsi, pikiran, pengertian, paham, pendapat.
Konseptor, yang punya atau membuat konsep.
Konsesi, apa yang diberikan atau didapat dari sikap mengalah atau mengalah sebagian.
Konsultasi, meminta pendapat, bertukar pikiran.
Konsumen, sipemakai bahan-bahan mentah atau barang jadi.
Kontrol, pengawasan.
Kordinasi, penyelarasan.
Kreasi, yang bersifat ciptaan.
Kriminil, bersifat pidana.
Kristalisasi, mejadikan sesuatu pada dan keras, bersih dari noda seperti hablur.
Kulturil, kebudayaan.
Latent, diam, tersembunyi, tidak aktif. Bahaya yang laten, bahaya yang terus menerus.
Latifundis, tuan tanah atau penguasa tanah yang luasnya sampai beribu-ribu hektar. Latifundis sekarang ini banyak terdapat di Amerika Latin.
Linea recta, sama sekali/lansung berlawanan.
Logis, masuk akal.
Manifestasi, pernyataan, perwujudan.
Manipulasi, penipuan, perbuatan curang seperti menggelapkan, menimbun barang untuk spekulasi, dan sebagainya.
Majoritet, bagian terbesar, jumlah terbanyak.
Maximal, yang sebanyak-banyaknya.
Memodernisasi, modern, hal-hal baru yang sesuai dengan zaman yang sudah maju. Memodernisasi, membikin segala sesuatu modern sesuai dengan tingkat perkembangan terakhir. Terutama yang dimaksud di sini adalah membikin tenaga-tenaga produktif Indonesia modern.
Mendevaluasi, menurunkan nilai uang terhadap emas.
Mendiskreditkan, menerjemahkan sesuatu/seseorang agar tidak disukai.
Mengidealisasi, menjadikan sesuatu menurut keinginan atau cita-cita yang lepas dari kenyataan obyektif.
mengkonsolidusi. memperkukuh, memperteguh.
menu. daftar makanan.
metafisis. metode jang bukan dialektis.
multilateral. meliputi berbagai pihak.
non-aligned. Tidak bersekutu dengan salah satu blok didunia ini
otomasi. menggunakan lebih banjak mesin yang mengerjakan berbagai tingkat dari suatu prose produksi dengan hanya sedikit memerlukan tenaga manusia.
Otoriter, yang berkuasa, , jang resmi, jang berwibawa.
packing. pembungkusan, pengepakan.
partisipan. peserta, seorang yang ambil bagian di dalam suatu peristiwa.
Pengkonversian, konversi, izin yang diberikan oleh raja-raja di Jawa kepada onderneming asing untuk mengusahakan separo tanah garapan Rakyat selama 50 tahun. Tanah konversi adalah tanah yang sedemikian itu. Pengkonversian, menjadikan tanah rakyat tanah konversi.
Penglikuidasian, peniadaan, pembubaran.
Pentorpedoan, penggagalan.
Perdagangan transito, perdangan yang sifatnya menyalurkan, jadi bukan untuk dipakai di negeri yang bersangkutan, tetapi untuk diteruskan/disalurkan ke negeri lain.
Phobi, ketekutan yang amat sangat akan sesuatu.
Pilot proyek, proyek yang dibangun untuk dijadikan contoh dan teladan.
Polemik, pertengkaran, perbantahan, perdebatan.
Posisi komando, kedudukan memimpin.
Potensi, kekuatan, tenaga.
Preferensi, hak pengistimewaan, memberikan perlakuan yang utama dan lebih baik kepada pihak tertentu. Misalnya dalam hal impor, memberikan preferensi kepada negeri tertentu dengan menetapkan bea masuk yang lebih rendah, barang yang tinggi untuk barang hasilnya, dan sebagainya.
Production-sharing, bagi hasil produksi.
Produsen, si penghsail, pembuat bahan-bahan mentah atau barang jadi.
Pro memori, untuk diingat, istilah ini digunakan dalam anggaran belanja terutama anggaran belanja negara mengenai pengeluaran-pengeluaran yang pada saat anggaran itu dibikin belum dapat dipastikan jumlahnya.
Proteksi, perlindungan. Dalam ekonomi memberikan proteksi kepada industri nasional yang masih lemah dengan mengenakan bea masuk yang tinggi terhadap jenis berang hasil yang dibuat oleh industri nasional tadi. Lewat cara itu industri nasional akan mampu bersaing dengan industri luar negeri.
Provokator, orang yang memancing sesuatu kejadian dengan maksud yang jahat.
Radikal, yang bersifat mengadakan perubahan sampai ke akar-akarnya, dengan sempurna.
Rasialisme, ras, induk bangsa. Kesatuan umat manusia yang mempunyai ciri-ciri jasmani yang sama seperti kulit, rambut, mata dan sebagainya. Rasialisme, paham yang didasarkan pada membeda-bedakan, mengunggulkan sesuatu ras.
Respek, rasa hormat dan penghargaan.
Restorasi, memulihkan kembali.
rezim. kekuasaan negara, biasanya digunakan dengan maksud mencela kekekuasaan yang bersangkutan.
routine/rutine. yang dilakukan berulang-ulang, sehari-hari.
santase. gertakan.
satelit. pengikut yang mengekor saja.
seleksi. pemisahan antara yang baik dengan yang jelek, antara barang jang sejati dengan yang palsu.
Self-supporting. mencukupi sendiri; self-supporting beras artinya bahwa beras jang dihasilkan di dalamnegeri bisa mencukupi kebutuhan negeri jang bcrsangkutan sehingga idak perlu mengimpot lagi.
simpati. minat, rasa setuju, rasa suka, kecenderungan
sinyalemen. isyarat, pertanda.
mensinyalir, memberi isyarat, pertanda
separatis. jang bersifat memisahkan diri.
skala. Ukuran, taraf.
social-control. pengawasan oleh masyarakat.
social-participation. pengikutsertaan masyarakat.
social-support. dukungan atau sokongan masyarakat.
Soliduritet/solidaritas. setiakawan.
sortering. memisah-misahkan dan menggolongkan barang dagangan (bahan mentah maupun barang jadi) menurut mutunya.
Sovinisme, salahsatu bentuk nasionalisme borjuis – khususnya dari kaum penjajah dan imperialis–jang membangkitkan penghinaan dan kebencian terhadap Rakyat, ras dan nasion lain di kalangan massa. Cara terpenting untuk mencapai tujuan itu ialah membela lewat propaganda resmi, film, kesusasteraan, dan sebagainya. “teori ras" jang mencirikan bangsa-bangsa lain –mereka yang berada di bawah penindasan atau jang direncanalran untuk dijajah– “rendah", “tidak mampu memerintah sendiri" dan lain sebagainya.
Spekulasi, perbuatan-perbuatan nekad (di lapangsn ekonomi maupun politik) untuk mencapai tujuan tertentu yang diharap-harapkan.
Sponsoring country, negeri jang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan sesuatu peristiwa/kejadian internasional.
Stabilisasi, kemantapan, membikin sesuatu keadaan berlangsung terus. Stabilisasi politik bisa mempakan usaha reaksi untuk mempertahankan kekuasaannya tanpa “gugatan" kekuatan progresif.
Status quo. keadaan sekarang sebagai sesuatu jang tidak mengalami perubahan dan tetap sebagaimana adanya.
Subsidi, sokongan yang umumnya diberikan oleh pemerintah kepada badan-badan partikelir. Misalnya kepada perguruan', badan-badan sosial dan sebagainya.
Tarif, daftar harga atau sewa.
Terisolasi. terpisah, terasing.
Toleran, sifat tenggang-menenggang, sifat saling-memberi.
Unilatera,. sepihak.
Universi, berlaku untuk seluruh dunia, untuk seluruh umat manusia.
Upgrading, memperbaiki mutu bahan mentah, barang jadi dengan mengadakan proses-proses pengolahan tertentu. Misalnya, di masa jang lalu karet Indonesia harus melalui upgrading di Singapura.
Vital, yang memberi hidup, syarat mutlak untuk hidup; dengan demikian yang vital adalah sesuatu yang amat penting, bersifat hajati.