MIA > Bahasa Indonesia > Karya Marxis > Trotsky
Penerjemah: Pandu Jakasurya. Disunting oleh Ted Sprague (8 Agustus 2015)
Sumber: "On organizational problems", Leon Trotsky, November 1935. “The Crisis of the French Section”, Pathfinder Press, 1977.
Petikan dari Trois points c'est tout oleh Fred Zeller. Diterjemahkan oleh Naomi Allen. Berikut adalah catatan percakapan Trotsky dengan Zeller di Norwegia, yang dimuat pertama kali dalam La Verite, 19 September 1947. Tidak diragukan bahwa apa yang dituturkan oleh Trotsky ini terkondisi oleh fakta bahwa Zeller bukan anggota Bolshevik-Leninist Group (BLG).
Trotsky menanyakan pendapat saya tentang para pemimpin Bolshevik-Leninist Group di Paris. Saya berbicara tentang mereka dengan hati-hati. Kemudian suasana hening menyusul.
“Anda tahu,” kata Trotsky, “tidak ada banyak pilihan! Anda harus bekerja dengan apa yang ada di tangan Anda. Itu tidak selalu mudah. Ketika saya tiba di Prinkipo[1], saya menerima banyak surat dari para militan yang antusias, yang menawarkan diri untuk datang mengunjungi saya. Di Prancis, saya harus menaruh kepercayaan saya kepada para militan yang, secara keseluruhan, memiliki perspektif-perspektif yang sama dengan Oposisi Rusia. Saya harus menolak para skeptis dan para diletan. Gerakan harus membuktikan dirinya dengan bergerak maju dengan berani. Kita harus memiliki sebuah terbitan berkala, pertama-tama untuk membela dan menyebarluaskan gagasan-gagasan kita dan tanggapan kita terhadap para pemfitnah Stalinis, dan kemudian, sedikit demi sedikit, untuk menghimpun kembali ke dalam sebuah organisasi semua orang yang sepakat dengan kita dan ingin berjuang. Jadi, kendati persahabatan yang saya rasakan dengan Monatte, Rosmer, atau Louzon, ketidaksepakatan-ketidaksepakatan kami tentang peran partai dan serikat-serikat buruh, di antara hal-hal yang lain, tidak memungkinkan kerja yang konstruktif dengan para militan anarko-sindikalis dari Revolution Prolitarienne. Berkenaan dengan Treint, yang dengannya saya melakukan korespondensi yang panjang, adalah sukar kalau bukan mustahil untuk mengumpulkan kelompok kecilnya di seputar sahabat-sahabat saya karena permusuhan mereka yang keras. Lebih-lebih, menarik bagaimana Treint berhasil membuat banyak musuh di semua pihak!
"Saya juga menerima kunjungan dari Maurice dan Magdeleine Paz. Tapi apa yang bisa saya lakukan? Kendati saya menghargai bakat dan keinginan mereka untuk menolong saya, saya tidak merasakan percikan api yang bisa menolong saya untuk memilih mereka. Sesuatu yang sangat penting tidak ada: hasrat untuk bertindak, untuk berjuang dengan terang-terangan, untuk menegaskan diri sendiri, dan, bila perlu, mengorbankan segalanya demi kemandirian gagasan. Saya tidak merasakan hal itu pada diri dua penggemar Komunisme ini. Jadi…
“Ketika Raymond Molinier tiba, seorang anak muda berumur 25, penuh dengan rencana, keyakinan, antusiasme, semangat, kendati mungkin agak avonturis, dan setelah dia Naville, Gerard Rosenthal, si muda Van, dan yang lain-lainnya, mereka adalah orang-orang yang saya percayai. Tapi karakter-karakter mereka yang sulit dan pertentangan yang tidak terelakkan dari orang-orang di kalangan mereka sendiri tidak selalu membuat kerja kolektif mudah. Saya tahu itu; saya tahu persis. Lalu kenapa? Tak diragukan, kedatangan para pejuang yang baru dan muda di dalam organisasi Prancis akan mengkonsolidasikan semua ini…”
Trotsky sering menekankan problem-problem organisasional [dalam percakapan kami]. Ia dengan tepat menilai penting hal-hal ini.
“Bila kita tidak melatih para administrator yang baik, yang serius, pada tiap level gerakan, kita tidak akan menang, bahkan bila kita benar lebih dari seribu kali. Apa yang selalu kurang dimiliki oleh kaum Bolshevik-Leninis – khususnya di Prancis – adalah para organisator, para bendahara yang baik, pembukuan yang akurat, dan terbitan-terbitan yang bisa dibaca dan diperiksa dengan baik.”
Perbedaan paling serius yang saya miliki dengan Trotsky – bila saya berani mengatakannya – adalah tentang Sentralisme demokratik; dengan konsepsinya yang sangat otoritarian, bagi saya Sentralisme demokratik tampak sama berbahayanya dengan metode Sosial Demokrasi, yang tidak pernah mengizinkan anggota-anggota biasa mempengaruhi kepemimpinan partai dengan cara yang signifikan. Trotsky, kendati dengan kuat menegaskan bahwa Biro Politik Lenin telah menerapkan suatu sentralisme yang “demokratis” sementara Stalin menerapkan suatu sentralisme yang “birokratik”, ingat bahwa ia pernah tampil menentang Sentralisme demokratik dalam Kongres II (dari Partai Buruh Sosial Demokratik Rusia, 1903); sesuatu yang kemudian memisahkannya dari Lenin untuk beberapa tahun lamanya.
“Namun,” imbuhnya, “lagi-lagi Lenin benar. Tanpa sebuah partai yang tersentralisir dengan kuat, kita tidak akan pernah bisa merebut kekuasaan. Sentralisme berarti memfokuskan upaya organisasional yang maksimum pada satu ‘tujuan’. Ini adalah satu-satunya cara untuk memimpin jutaan orang dalam pertempuran melawan kelas-kelas yang berpunya. Bila kita sepakat dengan Lenin, bahwa kita hidup di dalam epos imperialisme, tahapan terakhir dari kapitalisme, maka kita harus memiliki sebuah organisasi revolusioner yang cukup fleksibel untuk bergumul dengan problem-problem perjuangan bawah tanah, sebagaimana halnya problem-problem perebutan kekuasaan. Karena itu, mutlak diperlukan suatu partai yang tersentralisir dengan kuat, yang mampu mengorientasikan dan memimpin massa, serta memimpin perjuangan raksasa yang harus mereka menangkan. Karena itu, mutlak juga kebutuhan untuk secara kolektif membuat otokritik yang loyal pada tiap-tiap tahapan.”
Ia menambahkan bahwa penerapan sentralisme tidak boleh skematis, tapi harus berkembang dari situasi politik. Sebagai contoh ia mengutip Partai Komunis Rusia pada 1921, yang bergerak dari tipe organisasi militer yang ultra-sentralistik, yang dituntut oleh sebuah perang sipil, ke sebuah organisasi yang berdasarkan pada sel-sel pabrik sebagai konsekuensi dari keperluan membangun kembali perekonomian:
“Di antara kongres yang satu dan kongres yang berikutnya, Komite Pusat dan Politbironya memimpin partai dan mengawasi secara ketat di setiap tingkatan eksekusi kebijakan yang diputuskan oleh mayoritas. Tidaklah diperbolehkan untuk terus-menerus kembali kepada masalah orientasi dan dengan demikian mengganggu eksekusi kebijakan yang telah diputuskan partai.”
Ia juga sering kembali pada salah satu bahaya terbesar yang menghadang garda depan buruh: sektarianisme, yang menghabiskan energi, membuat layu, mendemoralisir, dan mengucilkan:
“Itulah yang mengancam Seksi Prancis. Itulah salah satu alasan utama mengapa kami mendesak para kamerad kami untuk masuk ke dalam SFIO (Partai Sosialis Prancis) sebagai sebuah ‘tendensi.’ Pengalaman ini terbukti baik, dimana kerja di dalam SFIO memampukan mereka untuk bekerja secara mendalam di kalangan massa, untuk mengkonfirmasi ketepatan kebijakan mereka, memperluas pengaruh mereka, dan mengkonsolidasi diri mereka secara organisasional.
“Seumur hidupnya Lenin bertempur melawan penyimpangan-penyimpangan sektarian yang akan dan telah memisahkan kaum revolusioner dari gerakan-gerakan massa serta dari pengertian yang jelas atas situasi. Beberapa kali ia harus bertempur melawan kaum ‘Bolshevik Tua’, yang, di tengah ketidakhadirannya, tidak sanggup berbuat lebih banyak dari sekadar berupaya menyesuaikan realitas dengan ‘dokumen-dokumen keramat’.”
Trotsky mengingat apa yang terjadi pada 1905, ketika – di tengah ketidakhadiran Lenin – kaum Bolshevik hanya memainkan peranan yang kecil karena posisi sektarian yang mereka adopsi terhadap Soviet Petrograd:
"Rutinitas teoretis, ketiadaan kreativitas politik dan taktis ini, tidak bisa menggantikan wawasan yang luas dan pengertian yang jelas, kemampuan untuk mengukur hal-hal ihwal dengan sekali pandang, kemampuan untuk ‘merasakan’ sebuah situasi sementara memilah benang-benang utamanya dan mengembangkan sebuah strategi yang menyeluruh. Dalam sebuah periode revolusioner dan khususnya dalam periode insureksi, kualitas-kualitas ini menjadi sangat menentukan.”…
Trotsky berulang kali kembali pada kebutuhan untuk memperkuat ikatan-ikatan persaudaraan di kalangan para kamerad dalam perjuangan:
“Mutlak perlu bagi kita untuk memelihara, memperkuat, dan menjaga ikatan-ikatan itu,” ulangnya. “Seorang buruh yang berpengalaman adalah sebuah kapital yang tak ternilai bagi organisasi. Dibutuhkan bertahun-tahun untuk mendidik seorang pemimpin. Karena itu kita harus melakukan segala sesuatu yang mungkin untuk menyelamatkan seorang anggota. Jangan menghancurkan dia bila dia melemah, tapi tolonglah dia untuk mengatasi kelemahannya, untuk melampaui momen keraguannya.
“Jangan pernah melupakan mereka yang ‘jatuh’. Tolonglah mereka untuk kembali ke organisasi, bila tidak ada sesuatu yang tidak dapat diobati pada level moralitas revolusioner.”
Ketika kami berjalan di sepanjang sisi gunung di senja hari, ia mendiskusikan kesehatan jasmani para anggota, apa yang hari ini kita namakan ‘bentuk’ yang di dalamnya mereka berada. Ia berpikir perihal memperhatikan mereka yang telah menjadi lelah, tentang memelihara kekuatan orang-orang yang paling lemah:
“Lenin selalu menaruh perhatian pada kesehatan para kolaboratornya. ‘Kita harus berjalan sejauh mungkin dalam pertempuran dan jalannya panjang,’ katanya.”
Atmosfer internal organisasi membuatnya khawatir. Di dalam gerakan-gerakan garda depan kecil yang bertarung melawan arus, perselisihan-perselisihan internal sering kali sangat keras dan panas. Setelah dikeluarkan dari SFIO, Kelompok Bolshevik-Leninis pecah menjadi banyak faksi yang bermusuhan:
“Bila para kamerad mau melihat sedikit melampaui diri mereka sendiri dan mengarahkan upaya-upaya mereka pada kerja eksternal dan praktis, ‘krisis’ itu akan selesai dengan sendirinya,” kata Trotsky. “Tetapi kita selalu perlu memastikan agar atmosfernya tetap sehat dan iklim internal bisa diterima oleh setiap orang. Para kamerad harus bekerja dengan segenap hati mereka dan dengan keyakinan yang sebesar-besarnya.
“Membangun partai revolusioner menuntut kesabaran dan kerja keras. Dengan cara apapun, orang yang terbaik tidak boleh dipatahkan semangatnya, dan kita harus cakap bekerja dengan setiap orang. Setiap orang adalah sebuah tuas yang dapat digunakan sepenuhnya untuk memperkuat partai. Lenin menguasai seni untuk melakukan hal itu. Setelah diskusi yang paling panas dan paling polemis, ia tahu bagaimana caranya melunakkan pernyataan-pernyataan yang ofensif dan disayangkan.”
Bagi Trotsky hal esensial dalam periode ke depan adalah penciptaan sebuah aparatus organisasional. Tanpa sebuah aparatus mustahil kita dapat menerapkan sebuah kebijakan: semuanya hanya menjadi sesumbar hampa tanpa bobot yang riil. Kesulitan di dalam konstruksi besar manusia adalah memilih kepribadian yang tepat untuk situasi tertentu. Seni dari seorang organisator adalah kemampuan untuk membuat sejumlah individu bekerja bersama sehingga tiap-tiap orang masing-masing saling melengkapi. Sebuah “aparatus” adalah seperti sebuah orkestra, dimana tiap-tiap instrumen musik mengekspresikan suaranya sendiri dalam keterpaduan, tanpa menarik perhatian kepada dirinya sendiri, dan dengan demikian menciptakan harmoni.
“Hindarilah penempatan anggota-anggota yang memiliki kemampuan yang setara dan temperamen yang serupa dalam komite-komite kerja yang sama,” kata Trotsky.
“Mereka akan saling menihilkan dan hasil-hasil yang direncanakan tidak akan tercapai.
“Belajarlah bagaimana caranya memilih kamerad-kamerad yang cocok untuk tugas tertentu; jelaskan dengan sabar apa yang diharapkan dari mereka; bertindaklah dengan luwes dan taktis – itulah cara membangun kepemimpinan yang benar.
"Percayakanlah inisiatif maksimum kepada kamerad-kamerad yang bertanggungjawab di bidang mereka masing-masing. Bila mereka melakukan kekeliruan, koreksilah dengan memberi penjelasan yang bersahabat bahwa kekeliruan ini telah merugikan partai secara keseluruhan. Jangan mengambil langkah-langkah administratif kecuali dalam kasus-kasus yang luar biasa serius. Sebagai aturan umum, setiap orang harus dimungkinkan untuk maju, berkembang, dan mengalami peningkatan.
“Jangan biarkan diri kita tenggelam dalam detil-detil sekunder yang menutupi situasi keseluruhan. Lakukan hanya apa yang mampu kita lakukan dengan kekuatan yang ada di tangan kita. Jangan lebih dari itu, kecuali, tentunya, dalam situasi-situasi yang menentukan.”
Pak Tua ini menambahkan bahwa syaraf para kamerad tidak boleh ditegangkan terus menerus. Setelah bekerja keras, kita perlu menarik nafas, mencari pijakan kita, memulihkan energi, dan beristirahat. Pada level kerja organisasional, kita harus metodis dan teliti, jangan mengandalkan faktor keberuntungan sama sekali.
“Apapun yang kita lakukan, arahkan dan fokuskanlah diri kita pada sebuah gol, bahkan bila gol ini sangat sederhana; berupayalah untuk mencapainya. Lakukanlah cara ini dalam setiap tahapan organisasi. Kemudian kita harus mengembangkan sebuah rencana jangka pendek atau jangka panjang, dan arahkanlah diri kita pada rencana itu, dengan tidak menjadi lemah, dengan sekuat tenaga. Itulah satu-satunya cara untuk bergerak maju dan membuat seluruh organisasi bergerak maju.”
Pada suatu pagi kurir membawa selebaran-selebaran dan sebuah buletin internal dari kaum Bolshevik-Leninis Prancis. Membaca selebaran-selebaran itu, Trotsky terlihat tidak sabar dan gusar. Dengan sebuah krayon merah, ia menyilang dan menggarisbawahi tanpa henti, dan kemudian berkata dengan keras:
“Buletin-buletin kalian, yang dicetak dengan mesin stensil ini, sangat jelek. Membacanya membuat saya sangat gusar. Seperti jurnal-jurnal dan terbitan-terbitan kalian lainnya. Saya bertanya kepada diri saya sendiri, bagaimana mungkin dengan mesin-mesin modern, kalian bisa menerbitkan dokumen-dokumen yang mungkin bagus secara politik namun tidak bisa dibaca. Berkonsultasilah dengan para ahli di bidang ini. Percayalah pada saya, buruh tidak akan berusaha membaca selebaran yang dicetak dengan jelek.
“Saya ingat selebaran-selebaran pertama saya, yang diterbitkan oleh lingkaran kami di Odessa. Saya menulis selebaran-selebaran itu dengan tinta ungu, mencetak huruf-hurufnya secara manual. Kemudian tulisan-tulisan itu dipindahkan ke lembaran gelatin dan diterbitkan dalam lusinan salinan. Tentu saja kami menggunakan alat-alat yang primitif, tapi selebaran-selebaran kami sangat bisa dibaca … dan mereka membuat jalan mereka sendiri!”
Kritik-kritiknya yang paling kuat adalah tentang majalah-majalah kami:
“Sebuah koran revolusioner harus ditujukan terutama dan di atas segalanya kepada kaum buruh. Tapi cara kalian menyusun dan mengedit koran La Verite (yang kala itu merupakan koran kaum Bolshevik-Leninis) membuatnya lebih menyerupai sebuah jurnal teoretis ketimbang koran. Ini menarik bagi kaum intelektual, bukan buruh. Di lain pihak, kalian telah menghasilkan terbitan-terbitan yang baik dari koran Revolution.
“Tapi apa yang tidak diperbolehkan dan memalukan adalah membiarkan koran-koran terbit dengan begitu banyak salah ketik dan transposisi-transposisi pengetikan, yang memberi kesan kecerobohan yang tidak bisa ditolerir dan kriminal.
“Koran adalah wajah partai. Buruh akan menilai partai berdasarkan korannya. Orang-orang yang menjadi sasaran koran bukanlah orang-orang yang dengan kuat mendukung kalian, dan mereka bahkan bukan simpatisan organisasi kalian. Jangan menggunakan bahasa yang terlalu tinggi yang lalu membuat pembaca koran kalian takut. Pembaca koran kalian tidak boleh dibuat berpikir: ‘Saya sama sekali tidak memahami mereka’ karena kemudian ia tidak akan lagi membelinya.
“Koran kalian harus di-lay out dengan baik, sederhana, dan jelas, dengan slogan-slogan yang selalu bisa dimengerti. Buruh tidak memiliki waktu untuk membaca artikel-artikel teoretis yang panjang. Ia membutuhkan laporan-laporan singkat dengan gaya yang baik. Lenin berkata, ‘Untuk memiliki sebuah koran yang baik, kita harus menulis dengan hati kita.’
“Berhentilah berpikir bahwa kita sedang menulis bagi diri kita sendiri atau bagi anggota kita sendiri. Bagi mereka ada majalah-majalah teoretis dan buletin-buletin internal. Koran kaum buruh harus hidup, juga humoris. Buruh suka kaum penguasa dicemooh dan diekspos dengan bukti yang faktual.
“Juga buatlah para kamerad buruh dalam organisasi kalian menulis dalam koran. Tolonglah mereka dengan cara yang bersahabat. Kalian akan melihat bahwa sangat sering artikel yang singkat dan sederhana dari seorang buruh, tentang suatu fakta tertentu dari eksploitasi kapitalis, sangat superior bila dibandingkan dengan artikel yang akademis dan terpelajar. Ambillah artikel-artikel Lenin di Pravda sebagai sebuah model. Artikel-artikel itu sederhana, hidup, menarik untuk dibaca, dan begitu menggugah bagi buruh di pabrik Putilov maupun mahasiswa di universitas.”
Ketika saya menuturkan kepada Trotsky tentang kesulitan-kesulitan keuangan, problem-problem yang dimunculkan oleh penerbitan reguler La Verite atau Revolution, dan segala sesuatu yang menyangkut koran, selebaran pabrik, dan pergeseran-pergeseran personil, Pak Tua itu berkata kepadaku:
“Apa yang dipikirkan dengan baik akan bisa diekspresikan dengan jelas, ... dan ... cara mengatakannya akan dengan mudah ditemukan. Hingga pada tingkatan di mana kita memiliki sebuah visi teoretis yang jelas, kita juga akan memiliki kehendak politik untuk membuatnya efektif. Bila Anda berkeinginan kuat untuk berhasil dalam apa yang Anda pahami dengan jelas, maka Anda juga akan sanggup menemukan caranya.”
[1] Prinkipo adalah sebuah pulau di Turki, tempat pengasingan Trotsky yang pertama ketika dia dibuang oleh birokrasi Stalinis dari Uni Soviet. Dia tinggal di pulau ini dari 1929 hingga 1933, dan dari tempat ini mengorganisir Oposisi Kiri.