Karya ini ditulis di London dalam musim panas tahun 1850, di bawah pengaruh yang jelas dari kaum kontra-revolusi, yang baru saja diselesaikan. Karya ini muncul pada tahun 1850 dalam terbitan ke-5 dan ke-6 dari Neue Rheinische Zeitung, sebuah majalah ekonomi politik yang dieditori oleh Karl Marx di Hamburg. Teman-teman politik saya di Jerman ingin melihatnya dalam bentuk buku, dan dengan ini saya memenuhi keinginan itu, karena, sayangnya, masalah itu masih saja menarik perhatian dalam ketepatan waktu.
Karya ini tidak dimaksudkan untuk menyajikan bahan-bahan yang terkumpul secara terpisah. Sebaliknya, semua bahan yang ada hubungannya dengan pemberontakan petani dan Thoman Muenzer telah diambil dari karya Zimmermann yang bukunya, meskipun menunjukkan lubang-lubang di sana-sini, namun masih merupakan sajian terbaik dari fakta itu. Lagi pula, Zimmermann tua sangat menyukai masalah ini. Insting revolusioner yang sama, yang di sini membuatnya menjadi pembela kelas-kelas tertindas, belakangan juga telah membuatnya menjadi salah seorang tokoh sayap kiri ekstrem terbaik di Frankfurt.
Meskipun demikian, apabila penyajian kembali dari Zimmermann itu kurang memiliki pertalian internal, apabila ia tidak berhasil dalam menunjukkan kontroversi politik maupun agama pada jaman itu sebagai pencerminan dari perjuangan kelas yang terjadi secara serentak, apabila ia memandang perjuangan kelas hanya antara para penindas dan yang ditindas, antara baik dan buruk, dan kemenangan akhir ada di pihak yang jahat, apabila pandangannya yang mendalam pada kondisi sosial yang yang menentukan pecahnya pergulatan itu beserta hasil akhirnya yang luar biasa buruknya, maka hal itu merupakan kesalahan jamannya ketika buku itu muncul. Meskipun demikian, untuk jamannya, dan di antara karya-karya idealistis di Jerman tentang sejarah, karya itu masih tetap tampak menonjol karena ditulis dengan suasana hati yang sangat realistis.
Buku ini, meskipun hanya menyajikan arus sejarah perjuangan secara garis besarnya saja, tetapi juga akan memberikan penjelasan tentang asal mula perang tani itu, sikap berbagai kelompok yang muncul dalam perang, teori-teori politik dan agama di mana kelompok-kelompok itu berjuang keras untuk menjelaskan posisi mereka masing-masing, dan akhirnya, hasil pergulatan itu sendiri seperti ditentukan oleh kondisi kehidupan sosio-historisnya, untuk menunjukkan konstitusi politik Jerman pada waktu itu, pemberontakan untuk melawannya, dan untuk membuktikan bahwa teori-teori politik dan agama bukanlah merupakan penyebabnya, tetapi merupakan hasil dari tahap perkembangan pertanian, industri, tanah dan terusan air, perdagangan dan keuangan, yang muncul pada waktu itu di Jerman. Hal ini, yang merupakan satu-satunya konsep materialisme dan histori, berasal, bukan dari diri saya sendiri, tetapi dari Marx, dan dapat dijumpai dalam karyanya tentang Revolusi Prancis tahun 1848-9, yang diterbitkan dalam majalah yang sama, dan dalam karyanya “Brumaire ke-18 tentang Louis Bonaparte.”
Persamaan antara Revolusi Jerman tahun 1525 dan Revolusi Prancis tahun 1848-9 sudah terlalu sangat jelas sehingga dapat ditinggalkan seluruhnya tanpa perlu diperhatikan lagi. Meskipun demikian, bersama-sama dengan peristiwa-peristiwa dalam kedua kasus itu, seperti misalnya, penumpasan oleh pasukan-pasukan dari para pangeran terhadap salah satu pemberontakan setelah pemberontakan yang lainnya, bersama-sama dengan perumpamaan yang kadang-kadang lucu pada tingkah laku kelas menengah kota, maka perbedaan itu menjadi sangat jelas.
“Siapa yang mendapat keuntungan dari Revolusi tahun 1525 itu? Para pangeran. Siapa yang mendapat keuntungan dari Revolusi tahun 1848 itu? Para pangeran besar Austria dan Prusia. Di belakang para pangeran tahun 1525, berdirilah kelas menengah bawah di kota-kota, yang dibelenggu dengan alat berupa pajak. Di belakang para pangeran besar tahun 1850, berdirilah borjuasi besar modern, yang dengan cepat menaklukkan mereka dengan alat berupa utang negara. Di belakang borjuasi besar, berdirilah kaum proletar.”
Saya minta maaf karena dalam paragraf ini saya telah menyebutkan terlalu banyak penghargaan yang diberikan kepada borjuasi Jerman. Memang sebenarnyalah, mereka mempunyai kesempatan untuk “dengan cepat menaklukkan” kekuasaan monarki dengan alat berupa utang negara. Dulu, tidak pernah mereka memanfaatkan kesempatan seperti ini.
Austria jatuh sebagai anugerah ke pangkuan borjuasi seusai perang tahun 1866, tetapi borjuasi tidak memahami bagaimana caranya memerintah. Hanya ada satu hal yang mampu dilakukan: yaitu, menyerbu para pekerja begitu mereka mulai mengendalikan pemerintahan. Dan mereka masih dapat memegang kendali hanya karena orang-orang Hongaria memerlukannya.
Dan di Prusia? Sesungguhnyalah, utang negara telah meningkat dengan pesat. Defisitnya telah menjadi sifat yang permanen. Pengeluaran negara terus bertambah, selama bertahun-tahun. Borjuasi memiliki mayoritas di Dewan. Tidak ada pajak yang dapat dinaikkan dan tidak ada utang yang dapat dibuat tanpa persetujuan mereka. Tetapi di manakah kekuasaan mereka dalam Negara? Hal itu baru terjadi beberapa bulan yang lalu, ketika deficit tampak dengan jelas, sehingga lagi-lagi mereka mendapatkan kedudukan yang paling menguntungkan. Mereka seharusnya dapat memperoleh konsesi yang sangat besar dengan cara mempertahankan keadaan itu. Lalu bagaimanakah reaksi mereka? Ternyata mereka menganggap konsesi itu sudah mencukupi ketika pemerintah mengijinkan mereka menyerahkan sembilan juta, tidak hanya untuk satu tahun saja, tetapi untuk dikumpulkan setiap tahun tanpa batas.
Saya tidak ingin menyalahkan “kaum nasionalis liberal” di Dewan secara lebih banyak daripada yang semestinya. Saya tahu bahwa mereka telah ditinggalkan oleh massa yang berdiri di belakang mereka, oleh massa borjuasi. Massa ini tidak ingin memerintah. Sehingga tahun 1848 masih ada di dalam tulang-tulangnya.
Tentang mengapa borjuasi Jerman telah mengembangkan watak yang luar biasa ini, hal itu akan kita diskusikan di belakang nanti.
Meskipun demikian, pada umumnya, kutipan di atas secara sempurna telah terbukti benar. Mulai tahun 1850, negara-negara kecil senantiasa mengalami kemunduran, sehingga hanya berfungsi sebagai pendongkrak bagi berbagai intrik Prusia maupun Austria. Austria dan Prusia terlibat dalam pergulatan yang semakin hebat dalam memperebutkan keunggulan mereka. Akhirnya, benturan yang menakutkan itu pun terjadilah pada tahun 1866. Austria, dengan tetap mempertahankan semua provinsinya, berhasil menaklukkan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, seluruh Prusia bagian utara, sambil membiarkan nasib tiga negara di selatan tetap terkatung-katung di udara. Dalam semua aktivitas besar dari negara-negara itu, hanya yang berikut ini yang istimewa pentingnya bagi kelas pekerja Jerman.
Pertama, bahwa hak pilih secara universal telah memberikan kekuasaan kepada para pekerja untuk secara langsung diwakili di dalam dewan-dewan legislatif.
Kedua, bahwa Prusia telah memberikan contoh yang baik dengan mencaplok tiga buah mahkota raja berkat kasih Tuhan. Bahwa setelah pelaksanaan operasi ini, mahkotanya sendiri juga tetap dipertahankan berkat kasih Tuhan, dengan kemurnian yang sama seperti yang dinyatakannya sendiri, sehingga kaum nasionalis liberal sekali pun tidak mempercayainya lagi.
Ketiga, bahwa hanya ada satu musuh Revolusi yang serius di Jerman pada saat sekarang ini — yaitu, pemerintah Prusia.
Keempat, bahwa Austria-Jerman sekarang akan terpaksa bertanya kepada diri mereka sendiri tentang apa yang sebenarnya mereka inginkan, menjadi orang Jerman atau Austria, kepada siapa mereka ingin bersandar, ke Jerman atau ke tambahannya yang luar biasa berupa transleithania itu. Tampaknya sudah jelas untuk waktu yang lama bahwa mereka melepaskan yang satu atau yang lainnya. Meskipun demikian, hal ini terus saja ditutup-tutupi oleh demokrasi borjuis kecil.
Mengenai kontroversi lainnya yang penting di seputar tahun 1866 yang dibahas secara mendalam di antara “kaum nasionalis liberal” dan partai rakyat secara berlebihan dan menjadi sangat memuakkan, maka semuanya itu beberapa tahun kemudian akan menunjukkan bahwa dua pandangan ini bergulat dengan sengitnya hanya karena mereka ada di kutub yang berlawanan dari kebodohan yang sama.
Dalam kondisi sosial di Jerman, tahun 1866 nyaris tidak mengubah apa pun. Ada beberapa reformasi borjuis: menyeragamkan takaran dan timbangan, kemerdekaan bergerak, kemerdekaan perdagangan, dsb. — yang semuanya ada dalam batas-batas yang sesuai dengan birokrasi, bahkan tidak sampai pada apa yang telah beberapa waktu lamanya dimiliki oleh beberapa negara Eropa barat lainnya, dan membiarkan kejahatan yang utama, yaitu sistem konsesi birokratis, tetap tak tergoyahkan. Mengenai proletariat, kemerdekaan bergerak, dan tentang kewarganegaraan, penghapusan paspor dan pembuatan undang-undang lainnya yang serupa, semuanya itu menjadi ilusi belaka, sehingga menyesatkan, akibat praktek polisi yang sekarang ini.
Yang jauh lebih penting daripada gerakan-gerakan besar yang dilakukan oleh negara dalam tahun 1866 adalah pertumbuhan perdagangan dan industri Jerman, kereta api, telegraf, dan pelayaran kapal uap samudera sejak tahun 1848. Kemajuan ini mungkin masih tertinggal jika dibandingkan dengan Inggris atau bahkan Prancis, tetapi hal itu tidak terdengar untuk Jerman, dan telah melakukan lebih banyak lagi selama dua puluh tahun jika dibandingkan dengan yang mungkin dilakukan sebelumnya dalam seabad. Jerman telah terseret, secara serius dan tidak dapat dicabut kembali, ke dalam perdagangan dunia. Modal yang diinvestasikan ke dalam industri telah menjadi berlipat ganda dengan pesatnya. Posisi borjuasi menjadi membaik seiring dengan kemajuan ini. Tanda yang meyakinkan dari kemakmuran industri — yaitu, spekulasi — telah berkembang menjadi kaya raya, para pangeran dan para bangsawan dibelenggu dalam kereta kemenangannya. Modal Jerman sekarang membangun kereta api Rumania dan Rusia, padahal, baru lima belas tahun yang lalu, kereta api Jerman pergi untuk mengemis kepada para pengusaha Inggris. Kemudian, bagaimana mungkin borjuasi tidak memenangkan kekuasaan politik, dan berperi laku begitu pengecutnya terhadap pemerintah?
Inilah kemalangan borjuasi Jerman yang datang terlalu terlambat — sehingga menjadi sangat cocok dengan tradisi Jerman yang tercinta itu. Periode kenaikannya bersamaan dengan waktu ketika borjuasi di negara-negara Eropa barat lainnya secara politis menempuh jalan yang menurun. Di Inggris, borjuasi dapat menempatkan wakilnya yang sebenarnya, Bright, ke dalam pemerintahan hanya dengan memperluas hak pilih yang dalam jangka panjangnya pasti akan mengakhiri dominasinya yang mutlak. Di Prancis, borjuasi, yang hanya selama dua tahun, yaitu tahun 1949-50, telah mendapatkan kekuasaan sebagai sebuah kelas di bawah rezim republiken, mampu melanjutkan keberadaan sosialnya hanya dengan memindahkan kekuasaannya ke Louis Bonaparte dan pasukannya. Di bawah kondisi saling ketergantungan yang meningkat luar biasa dari ketiga negara Eropa yang paling progresif sekarang ini, maka lebih tidak mungkin lagi bagi borjuasi Jerman untuk secara luas menggunakan kekuasaan politiknya sementara kelas yang sama itu juga dapat hidup lebih lama di Inggris dan Prancis. Ini merupakan suatu kekhususan bagi borjuasi, yang membedakannya dari semua kelas yang lainnya, bahwa satu titik tertentu telah dicapai dalam perkembangannya yang setelah setiap peningkatan dalam kekuasaannya, yaitu, setiap pembesaran modalnya, hanya cenderung akan membuatnya semakin tidak mampu mempertahankan dominasi politiknya. “Di belakang borjuasi besar berdirilah kaum proletar.” Ketika mengembangkan industrinya, perdagangannya, dan sarana komunikasinya, borjuasi juga menghasilkan proletariat. Pada suatu titik tertentu, yang seharusnya tidak perlu muncul secara serentak dan pada tahap perkembangan yang sama di mana-mana, ia mulai mencatat bahwa dirinya yang kedua ini telah menjadi lebih besar daripada dirinya. Sejak saat itu, ia kehilangan kekuasaan untuk dominasi politiknya yang eksklusif. Sehingga ia mulai mencari sekutu untuk berbagi kekuasaan, atau untuk menyerahkan semua kekuasaan, apabila keadaannya memang menuntut demikian.
Di Jerman, titik balik ini tiba untuk borjuasi sudah sejak tahun 1848. Tetapi borjuasi menjadi ketakutan, tidak hanya terhadap proletariat Jerman, tetapi lebih-lebih terhadap proletariat Prancis. Perang bulan Juni, tahun 1848, di Paris, menunjukkan kepada borjuasi apa yang dapat diperkirakan bakal terjadi. Proletariat Jerman cukup gelisah untuk membuktikan kepada borjuasi bahwa benih revolusi telah ditebarkan pula di tanah Jerman. Sejak hari itu, sisi dari aksi politik borjuasi telah patah. Borjuasi mencari-cari sekutu. Ia menjual dirinya sendiri kepada sekutu-sekutu itu dengan harga berapa pun, dan tetap demikian itulah yang terjadi.
Sekutu-sekutu ini semuanya berubah menjadi reaksioner. Mereka atau sekutu ini adalah kekuasaan raja, dengan pasukannya dan birokrasinya, mereka adalah para bangsawan besar, mereka adalah kaum Junker kecil; bahkan mereka adalah juga para pastor. (Kaum Junker = kaum bangsawan muda Jerman.) Borjuasi telah membuat begitu banyak perjanjian dan perserikatan dengan semuanya itu untuk menyelamatkan kulitnya yang berharga, sehingga ia sekarang tidak perlu lagi melakukan barter. Dan semakin berkembangnya proletariat yang membuatnya semakin merasa sebagai satu kelas yang harus bertindak dengan satu tindakan pula, maka menjadi semakin lemah pulalah borjuasi itu jadinya. Ketika Prusia, yang strateginya menakjubkan buruknya, ternyata mendapatkan kemenangan atas Austria, yang strateginya lebih menakjubkan lagi buruknya, di Sadowa, maka sulitlah untuk mengatakan siapa yang menarik nafas lega yang lebih dalam, apakah borjuasi Prusia, yang menjadi partner pada kekalahan di Sadowa itu, atau rekannya di Austria.
Kelas menengah atas kita tahun 1870 juga berbuat dengan cara yang sama dengan kelas menengah moderat tahun 1525 ini. Mengenai borjuasi kecil, para tukang ahli, dan para pedagang, mereka ini tetap tidak berubah. Mereka ini semuanya berharap untuk meningkat menjadi borjuasi besar, sehingga mereka ini menjadi ketakutan, kecuali jika mereka ini terdesak turun dan menjadi bagian dari kelas proletariat. Karena ada di antara ketakutan dan harapan, maka mereka ini kadang-kadang berjuang untuk menyelamatkan kulitnya yang sangat berharga dan bergabung dengan para pemenang jika pergulatan itu usai. Begitulah watak mereka ini.
Kegiatan sosial dan politik dari proletariat mempunyai kecepatan yang sama dengan kecepatan dari pertumbuhan industri sejak tahun 1848. Peranan para pekerja Jerman, seperti yang dinyatakan dalam serikat pekerja mereka, termasuk dalam rapat umum, organisasi politik, dan asosiasi mereka, pada pemilihan umum, dan dalam apa yang disebut Reichstag (Majelis atau Dewan) itu saja, sudah cukup menjadi petunjuk adanya transformasi yang datang memasuki Jerman selama dua puluh tahun terakhir ini. Dengan demikian, pantaslah untuk mendapatkan pujian, karena dengan sendirian saja, para pekerja Jerman ini mampu mengirimkan para pekerjanya dan para wakil pekerjanya ke parlemen — yaitu, suatu prestasi yang sampai sekarang belum pernah dicapai, baik di Inggris maupun di Prancis.
Meskipn demikian, bahkan proletariat pun menunjukkan suatu kesamaan dengan tahun 1525. Kelas-kelas dari penduduk yang sepenuhnya dan secara permanen tergantung hidupnya pada upah itu sekarang, seperti pada waktu itu, masih merupakan minoritas di kalangan rakyat Jerman. Kelas ini juga terpaksa mencari sekutu. Yang belakangan ini (sekutu itu) hanya dapat diketemukan di kalangan borjuasi kecil, proletariat tingkat rendah di kota-kota, para petani kecil, dan para buruh tani.
Mengenai borjuasi kecil telah disebutkan di atas. Kelas ini sama sekali tidak dapat diandalkan apabila kemenangan telah diperoleh. Karena pada waktu itulah, suara hiruk pikuk mereka di tempat minum bir tidak mengenal batas waktu. Meskipun demikian, ada juga unsur-unsur yang baik di kalangan mereka, yang atas kemauan mereka sendiri, mengikuti para pekerja.
Sedangkan lumpenproletariat, yaitu, sampah masyarakat atau unsur-unsur busuk dari semua kelas, yang mendirikan tempat-tempat tinggal seadanya di kota-kota besar, merupakan yang terburuk dari semua sekutu yang memungkinkan. Mereka ini benar-benar merupakan penjahat bayaran, benar-benar merupakan kelompok yang kurang ajar. Jika para pekerja Prancis, selama berlangsungnya revolusi, menggoreskan di dinding rumah-rumah: Mort aux voleurs! (Bunuh para pencuri!) dan bahkan menembak mati dalam jumlah banyak, dan mereka melakukannya, bukan karena bersemangat terhadap harta atau hak milik, tetapi karena mereka secara tepat menganggapnya perlu untuk menjauhi gerombolan itu. Setiap pimpinan buruh, sekali pun hanya menggunakan kaum proletar selokan ini sebagai pengawal atau pendukung saja, sudah membuktikan dirinya sebagai pengkhianat terhadap gerakan buruh.
Para petani kecil (sedangkan para petani kaya digolongkan sebagai borjuasi) tidak homogen. Mereka ini, baik yang hidup dalam perhambaan atau perbudakan karena terikat pada majikan dan bangsawan yang memilikinya, maupun karena borjuasi telah gagal menjalankan tugasnya dalam membebaskan orang-orang itu dari perbudakan, tidak akan sulit untuk diyakinkan bahwa keselamatan itu, bagi mereka, hanya dapat diharapkan dari kelas pekerja. Demikian pula halnya dengan mereka yang menjadi penyewa, yang keadaannya nyaris sama dengan yang terjadi di Irlandia. Uang sewanya begitu tinggi, sehingga, bahkan pada musim panen yang normal sekali pun, petani dan keluarganya ini nyaris tidak dapat mencukupi kehidupan minimumnya; sedangkan di musim panen yang buruk, ia benar-benar kelaparan. Apabila ia tidak mampu membayar uang sewanya, maka nasibnya benar-benar ada di bawah belas kasihan tuan tanahnya. Sedangkan borjuasi, baru terpikir untuk memberikan bantuan, kalau sudah dipaksa. Kalau begitu, ke manakah para penyewa ini harus mencari bantuan di luar para pekerja?
Ada kelompok petani lainnya, yaitu mereka yang memiliki sebidang tanah yang sempit. Dalam banyak hal, mereka ini begitu terbebani dengan hipotek (semacam tanggungan / jaminan untuk pinjaman / utang) sehingga ketergantungan mereka kepada lintah darat sama dengan ketergantungan penyewa tanah kepada tuan tanahnya. Apa yang mereka peroleh itu praktis hanya merupakan upah yang sangat kecil, dan yang menjadi sangat tidak menentu akibat silih bergantinya panen yang buruk dan yang baik itu. Orang-orang ini sedikit pun tidak dapat berharap mendapatkan apa pun dari borjuasi, karena borjuasilah — yang di sini berwujud sebagai kapitalis lintah darat — yang memeras darah kehidupan mereka. Meskipun demikian, para petani ini masih saja melekat pada tanah miliknya, walaupun dalam kenyataannya tidak lagi menjadi miliknya, tetapi menjadi milik lintah darat itu. Kepada orang-orang ini perlu dijelaskan bahwa hanya suatu pemerintahan dari rakyat sajalah yang dapat mengubah semua hipotek atau utang itu menjadi utang negara, dan dengan jalan itu bunga utang atau uang sewa pun dapat diturunkan, sehingga mereka pun dapat membebaskan diri mereka dari para lintah darat. Akan tetapi, hal ini baru akan dapat dilaksanakan dengan baik hanya oleh kelas pekerja saja.
Di mana pun pemilik tanah besar dan menengah tampak menonjol, di situ pula buruh tani merupakan kelas yang paling banyak jumlahnya. Kasus seperti inilah yang terdapat di seluruh Jerman bagian utara dan timur, sehingga di sini pulalah para pekerja industri di kota dapat menemukan sekutu alami mereka yang paling banyak. Demikian pula halnya dengan kapitalis yang berlawanan dengan kaum pekerja industri, tuan tanah besar atau penyewa tanah besar berlawanan dengan buruh tani. Tindakan yang dapat membantu yang satu harus juga dapat membantu yang lain. Para pekerja industri dapat membebaskan diri mereka sendiri hanya dengan mengubah modal borjuasi, yaitu, bahan mentah, mesin, dan alat-alat, bahan makanan yang diperlukan untuk industri, menjadi milik sosial, milik mereka sendiri, untuk mereka gunakan secara bersama-sama. Begitu pula halnya, para buruh tani dapat dibebaskan dari kesengsaraannya yang sangat buruk itu hanya ketika sasaran kerja utama mereka, yaitu tanah itu sendiri, ditarik dari kepemilikan pribadi para petani kaya dan para bangsawan feodal yang lebih besar lagi, dan diubah bentuknya menjadi milik sosial untuk digarap melalui asosiasi buruh tani berdasarkan kepentingan bersama. Dan di sinilah kita sampai pada keputusan Kongres Sosialis Internasional di Basel (Swiss). Untuk kepentingan masyarakatlah pengubahan kepemilikan tanah ini menjadi milik nasional untuk kepentingan umum. Keputusan ini dibuat terutama untuk negara-negara dengan kepemilikan tanah yang besar, dengan perusahaan pertanian yang besar, dengan satu majikan dan banyak buruh tani dalam setiap tanah hak milik. Kondisi seperti inilah yang masih menonjol di Jerman, dan di samping Inggris, keputusan itu merupakan yang paling tepat waktu untuk Jerman. Proletariat di daerah pertanian, yaitu para buruh tani, merupakan kelas yang anggotanya banyak dikerahkan untuk menjadi tentara pasukan milik para pangeran yang jumlah perajuritnya sangat baanyak itu. Inilah kelas yang, berkat hak pilih universalnya, dapat mengirimkan ke dalam parlemen massa yang besar dari kaum Junker dan para majikan feodal. (Kaum Junker = kaum bangsawan muda Jerman.) Meskipun demikian, mereka juga merupakan kelas yang paling dekat dengan para pekerja industri di kota. Mereka juga sama-sama memiliki kondisi hidup, yang bahkan masih jauh lebih sengsara jika dibandingkan dengan para pekerja di kota. Meskipun menjadi tidak berdaya karena terpecah dan berserakan, namun kelas ini memiliki kekuatan tersembunyi yang sangat terkenal di kalangan pemerintah dan kaum bangsawan sehingga mereka dengan sengaja membiarkan sekolah-sekolah mengalami kemerosotan agar penduduk pedesaan tetap tidak mendapatkan pencerahan, sehingga harus dibangkitkan agar hidup dan ditarik masuk ke dalam gerakan buruh. Ini merupakan tugas yang paling mendesak dari gerakan buruh Jerman. Sejak hari ketika massa buruh tani dapat memahami kepentingan mereka sendiri, maka pemerintahan feodal, birokratis, dan borjuis, yang reaksioner akan menjadi tidak mungkin ada di Jerman.