Manifesto Partai Komunis

Karl Marx & Frederick Engels (1848)


Ditulis: akhir 1847

Pertama kali diterbitkan: 21 Februari 1848

Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari: "Manifesto of the Communist Party". Marx & Engels Collected Works, Volume 6. Lawrence & Wishart, 2010. hal 477-519.

Penerjemah: Ted Sprague (1 November 2023)


Ada hantu berkeliaran di Eropa – hantu Komunisme. Semua Kekuatan di Eropa lama telah berhimpun ke dalam satu persekutuan suci untuk mengusir hantu ini: Paus dan Tsar, Metternich[1] dan Guizot[2], kaum Radikal Prancis[3] dan mata-mata polisi Jerman.

Di manakah ada partai oposisi yang tidak dicaci sebagai Komunis oleh lawan-lawannya yang berkuasa? Di manakah ada Oposisi yang tidak melempar kembali tuduhan Komunisme, baik terhadap partai-partai oposisi yang lebih maju maupun terhadap lawan-lawannya yang reaksioner?

Kita dapat menarik dua kesimpulan dari fakta ini:

I. Komunisme telah diakui oleh semua Kekuatan di Eropa sebagai sebuah Kekuatan pula.

II. Sudah saatnya kaum Komunis harus secara terbuka, di hadapan seluruh dunia, mewartakan pandangan mereka, tujuan mereka, aliran mereka, dan menjawab dongeng kanak-kanak tentang Hantu Komunisme ini dengan Manifesto partainya sendiri.

Untuk mencapai tujuan ini, kaum Komunis dari berbagai bangsa telah berkumpul di London dan menyusun Manifesto berikut ini, untuk diterbitkan dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Flemish dan Denmark.


I. BORJUASI DAN PROLETARIAT[4]

Sejarah dari semua masyarakat yang ada[5] hingga sekarang adalah sejarah perjuangan kelas.

Orang-bebas dan budak, patricia dan plebeian[6], tuan dan hamba[7], guild-master[8] dan journeyman[9], pendeknya, penindas dan yang tertindas, senantiasa ada dalam pertentangan satu sama lain, yang terus bertempur, kadang tersembunyi, kadang terbuka, pertempuran yang setiap kali berakhir entah dalam perombakan masyarakat secara revolusioner atau dalam kehancuran bersama kelas-kelas yang bertentangan ini.

Di masa-masa sejarah yang lebih awal, kita temui hampir di mana-mana tatanan masyarakat yang kompleks, yang terbagi ke dalam berbagai golongan, ke dalam berbagai gradasi kedudukan sosial. Di Romawi kuno, kita temui patricia, ksatria, plebeian, budak; di Abad Pertengahan, tuan feodal, vassal, guild-master, journeymen, apprentice, hamba; di dalam hampir semua kelas ini terdapat lagi berbagai gradasi yang lebih rendah.

Masyarakat borjuis modern yang telah muncul dari reruntuhan masyarakat feodal belumlah menghilangkan antagonisme kelas. Ia hanya menciptakan kelas-kelas baru, kondisi-kondisi penindasan yang baru, bentuk-bentuk perjuangan yang baru, yang menggantikan yang lampau.

Namun, zaman kita, zaman borjuasi, memiliki ciri khas ini: ia telah menyederhanakan antagonisme kelas. Masyarakat secara keseluruhan semakin lama semakin terpecah menjadi dua kamp besar yang saling bermusuhan, menjadi dua kelas besar yang saling berhadap-hadapan – Borjuasi dan Proletariat.

Dari kaum hamba di Abad Pertengahan muncullah warga kota berhak-penuh (chartered burgher) yang bermukim di kota-kota paling awal. Dari kaum burgher inilah elemen borjuasi yang pertama berkembang.

Penemuan benua Amerika dan dikelilinginya Tanjung Harapan membuka lahan baru bagi borjuasi yang sedang bangkit. Pasar-pasar Hindia Timur dan China, kolonisasi Amerika, perdagangan dengan koloni-koloni, bertambah banyaknya sarana pertukaran dan komoditas secara umum, semua ini memberi perdagangan, pelayaran, dan industri sebuah dorongan yang sebelumnya tak pernah terlihat, dan oleh karenanya, mendorong perkembangan pesat elemen-elemen revolusioner dalam masyarakat feodal yang sedang terhuyung-huyung.

Sistem industri feodal, di mana produksi industri dimonopoli oleh gilda-gilda tertutup, sekarang sudah tidak lagi memadai untuk memenuhi permintaan yang semakin membesar dari pasar-pasar baru. Sistem manufaktur menggantikannya. Para guild-master terdesak keluar oleh para pengusaha manufaktur kelas-menengah; pembagian kerja di antara berbagai gilda lenyap di hadapan pembagian kerja di satu pabrik.

Sementara itu pasar terus tumbuh, permintaan terus meningkat. Bahkan pengusaha manufaktur sudah tidak lagi mencukupi. Kemudian, tenaga uap dan mesin merevolusionerkan produksi industri. Kedudukan manufaktur diambil alih oleh Industri Modern raksasa; kedudukan pengusaha industri kelas-menengah digantikan oleh pengusaha industri miliuner, yakni para pemimpin seluruh armada industri, kaum borjuis modern.

Industri modern telah menciptakan pasar dunia, yang jalannya dibuka dengan ditemukannya benua Amerika. Pasar dunia ini telah secara masif memajukan perdagangan, pelayaran, dan perhubungan darat. Kemajuan ini, pada gilirannya, mendorong perluasan industri; dan sebanding dengan semakin meluasnya industri, perdagangan, pelayaran, dan perkeretaapian, kaum borjuis semakin berkembang dan meningkatkan kapitalnya, dan semakin menyingkirkan semua kelas peninggalan Abad Pertengahan.

Oleh karenanya, kita saksikan bagaimana borjuasi modern itu sendiri adalah hasil dari perkembangan yang panjang, dari serangkaian revolusi dalam moda produksi dan pertukaran.

Setiap langkah dalam perkembangan borjuasi disertai dengan kemajuan politik kelas itu. Borjuasi awalnya adalah kelas tertindas di bawah kekuasaan bangsawan feodal, yang lalu menjadi asosiasi bersenjata dan otonom dalam komune[10] Abad Pertengahan; di satu tempat, republik-kota yang merdeka (seperti di Italia dan Jerman); di tempat lain "estate ketiga" monarki yang membayar pajak (seperti di Prancis). Setelah itu, selama periode manufaktur, borjuasi melayani monarki semi-feodal atau absolut guna mengimbangi kaum bangsawan, dan, pada kenyataannya, mereka menjadi batu fondasi dari monarki-monarki besar pada umumnya. Pada akhirnya, semenjak lahirnya Industri Modern dan pasar dunia, borjuasi telah memenangkan segenap kekuasaan politik dalam Negara representatif modern. Lembaga eksekutif Negara modern tidak lain adalah komite untuk mengelola masalah bersama seluruh borjuasi.

Borjuasi, secara historis, telah memainkan peran yang paling revolusioner.

Borjuasi, di mana pun mereka telah meraih kekuasaan, telah mengakhiri semua relasi feodal dan patriarkal. Dengan tanpa belas kasihan mereka telah menghancurkan semua ikatan feodal yang membelenggu manusia pada "atasan alaminya", dan hanya menyisakan hubungan antar manusia yang berdasarkan kepentingan-diri belaka, yang berdasarkan "pembayaran tunai" yang tak-berperasaan. Mereka telah menenggelamkan ekstasi yang paling surgawi dari gairah keagamaan, dari antusiasme kesatriaan, dari sentimentalisme filistin, ke dalam lautan beku perhitungan yang egois. Mereka telah mereduksi harga diri menjadi nilai-tukar. Sebagai ganti dari kebebasan dalam undang-undang yang tak terhitung banyaknya, mereka telah menetapkan satu kebebasan yang tak berhati-nurani – Perdagangan Bebas. Pendek kata, mereka telah menggantikan eksploitasi yang berkedok ilusi keagamaan dan politik dengan eksploitasi yang terang-terangan, tidak tahu malu, langsung, dan brutal.

Borjuasi telah melucuti kemuliaan dari setiap pekerjaan yang selama ini dihormati dan dikagumi. Mereka telah mengubah para dokter, pengacara, pendeta, penyair, ilmuwan, menjadi pekerja-upahan yang dibayarnya.

Borjuasi telah mengoyak tabir sentimental keluarga, dan mereduksi relasi keluarga menjadi semata relasi uang.

Borjuasi telah menyingkapkan bagaimana gairah Abad Pertengahan yang brutal itu, yang begitu dikagumi oleh kaum reaksioner, disertai dengan kemalasan yang paling lamban. Merekalah yang pertama kali menunjukkan apa yang dapat dihasilkan oleh aktivitas manusia. Mereka telah menghasilkan keajaiban-keajaiban yang jauh melampaui piramida Mesir, akuaduk Romawi, dan katedral Gotik; mereka telah meluncurkan ekspedisi-ekspedisi yang membuat semua Exodus [migrasi besar] dan ekspedisi militer Perang Salib di masa lalu tampak kerdil.

Borjuasi tidak dapat eksis tanpa terus-menerus merevolusionerkan alat-alat produksi, dan dengan demikian merevolusionerkan relasi produksi, dan dengan itu merevolusionerkan segenap relasi dalam masyarakat. Sebaliknya, syarat pertama bagi keberadaan semua kelas industrial sebelumnya adalah melestarikan moda produksi lama dalam bentuknya yang tak berubah. Revolusionerisasi terus menerus atas produksi, disrupsi yang tak putus-putusnya atas semua kondisi sosial, ketidakpastian serta pergolakan yang tiada henti, semua ini membedakan zaman borjuis dari semua zaman sebelumnya. Semua relasi yang kaku, dengan prasangka dan opini lama yang menyertainya, tersapu bersih; semua relasi yang baru terbentuk menjadi usang sebelum mereka menjadi kaku. Semua yang padat larut ke udara, semua yang suci menjadi ternoda, dan manusia pada akhirnya dituntut menghadapi kondisi kehidupannya yang sesungguhnya dan hubungannya dengan sesamanya dengan kepala dingin.

Kebutuhan untuk terus memperluas pasar bagi produk-produknya mendorong borjuasi untuk menyebar ke seluruh permukaan bumi. Mereka harus bersarang di mana-mana, bertempat di mana-mana, membangun hubungan di mana-mana.

Lewat eksploitasinya atas pasar dunia, borjuasi telah memberikan karakter kosmopolitan pada produksi dan konsumsi di setiap negeri. Mereka telah menghancurkan fondasi nasional yang melandasi industri, dan ini membuat resah kaum Reaksioner. Semua industri nasional yang sudah tua telah dihancurkan atau tengah dihancurkan setiap harinya. Mereka digantikan oleh industri-industri baru – dan pengenalan industri-industri baru ini adalah perkara hidup mati bagi semua bangsa beradab – oleh industri-industri yang tidak lagi menggunakan bahan mentah dari dalam negeri, tetapi bahan mentah dari wilayah-wilayah yang paling jauh; industri-industri yang produknya dikonsumsi, tidak hanya di dalam negeri, tetapi di seluruh penjuru dunia. Menggantikan kebutuhan-kebutuhan lama yang dipenuhi oleh produksi dalam negeri, kita temui kebutuhan-kebutuhan baru yang mesti dipenuhi oleh produk-produk dari negeri-negeri yang jauh dengan iklim yang asing. Menggantikan keterisolasian dan swasembada lokal dan nasional yang lama, kita temui kesalingtergantungan universal antar bangsa, yang menjalin hubungan ke seluruh penjuru. Ini berlaku untuk produksi material dan juga produksi intelektual. Kreasi intelektual tiap-tiap bangsa menjadi milik bersama. Kesepihakan dan kepicikan nasional menjadi semakin mustahil, dan dari beragam sastra nasional dan daerah lahirlah sastra dunia.

Lewat perkembangan pesat alat-alat produksi dan sarana-sarana komunikasi, borjuasi merengkuh semua bangsa, bahkan yang paling barbar sekalipun, ke dalam peradaban. Komoditas dengan harga murah adalah meriam yang digunakannya untuk merobohkan semua Tembok Besar China dan menundukkan kebencian kaum barbar yang keras kepala terhadap orang asing. Borjuasi memaksa semua bangsa, dengan ancaman kepunahan, untuk mengadopsi moda produksi borjuis; mereka memaksa semua bangsa untuk memperkenalkan apa yang disebutnya peradaban ke tengah-tengah masyarakat mereka, yakni untuk turut menjadi borjuis. Dalam kata lain, borjuasi menciptakan dunia seturut citranya sendiri.

Borjuasi telah menundukkan desa di bawah dominasi kota. Mereka telah membangun kota-kota besar, telah meningkatkan secara masif populasi kota dibandingkan populasi desa, dan oleh karenanya telah membebaskan sebagian besar populasi dari kepicikan kehidupan desa. Seperti halnya mereka telah membuat desa bergantung pada kota, borjuasi telah membuat negeri-negeri barbar dan semi-barbar bergantung pada negeri-negeri beradab, bangsa tani bergantung pada bangsa borjuis, Timur bergantung pada Barat.

Borjuasi kian menghapus kondisi keterpencaran populasi, alat produksi, dan properti. Mereka telah memadatkan penduduk, memusatkan alat produksi, dan mengkonsentrasikan properti ke tangan segelintir orang. Konsekuensi yang niscaya mengalir dari ini adalah sentralisasi politik. Provinsi-provinsi yang berdiri sendiri-sendiri, atau terhubungkan secara longgar, dengan kepentingan, hukum, pemerintahan dan sistem pajak yang terpisah satu sama lain, menjadi tersatukan ke dalam satu bangsa, dengan satu pemerintahan, satu undang-undang, satu kepentingan-kelas nasional, satu perbatasan, dan satu tarif bea masuk.

Borjuasi, selama kekuasaannya yang baru berumur kurang dari seratus tahun, telah menciptakan kekuatan produktif yang lebih masif dan lebih kolosal daripada semua generasi terdahulu. Ditundukkannya kekuatan Alam oleh manusia, teknik mesin, aplikasi ilmu kimia di bidang industri dan pertanian, pelayaran kapal uap, perkeretaapian, telegraf listrik, pembukaan lahan pertanian di semua benua, kanalisasi sungai, kota-kota baru yang bermunculan – siapa di abad-abad sebelumnya yang bisa menduga kekuatan produktif semacam itu terlelap di pangkuan kerja sosial?

Kita saksikan bagaimana alat-alat produksi dan alat-alat pertukaran, yang menjadi fondasi bagi borjuasi, diciptakan dalam masyarakat feodal. Pada tahapan tertentu dalam perkembangan alat-alat produksi dan pertukaran ini, kondisi-kondisi di mana masyarakat feodal berproduksi dan bertukar, organisasi pertanian dan industri manufaktur feodal, dalam kata lain, relasi-relasi properti feodal menjadi tak lagi kompatibel dengan kekuatan produktif yang telah berkembang; relasi-relasi ini menjadi belenggu. Mereka harus dihancurkan; mereka akhirnya dihancurkan.

Sebagai gantinya tampillah persaingan bebas, yang disertai dengan tatanan sosial dan politik yang sesuai dengannya, dan kekuasaan ekonomi dan politik kelas borjuis.

Proses yang serupa kini sedang berlangsung di depan mata kita sendiri. Masyarakat borjuis modern, dengan relasi produksi, pertukaran dan propertinya, sebuah masyarakat yang telah menciptakan alat-alat produksi dan pertukaran yang maha besar, adalah seperti penyihir yang tak lagi mampu mengendalikan kekuatan alam gaib yang telah dipanggilnya. Selama puluhan tahun terakhir, sejarah industri dan perdagangan tidak lain adalah sejarah pemberontakan kekuatan produktif modern melawan kondisi produksi modern, melawan relasi properti yang merupakan syarat bagi keberadaan kelas borjuis dan kekuasaannya. Kita cukup menyebut krisis-krisis komersial, yang terjadi secara periodik dan mengancam eksistensi seluruh masyarakat borjuis, dan setiap kalinya semakin mengancam. Dalam krisis ini, tidak hanya sebagian besar produk yang sudah ada, tetapi juga kekuatan produktif yang telah tercipta sebelumnya, secara periodik hancur. Dalam krisis ini, merebaklah epidemi yang pada masa-masa sebelumnya akan tampak begitu absurd – epidemi overproduksi. Masyarakat tiba-tiba menemukan dirinya kembali ke barbarisme; seakan-akan paceklik dan perang besar telah menghentikan pasokan semua sarana penghidupan; industri dan perdagangan seperti hancur lebur; dan mengapa? Karena terlalu banyak peradaban, terlalu banyak sarana penghidupan, terlalu banyak industri, terlalu banyak perdagangan. Kekuatan produktif yang dimiliki masyarakat tak lagi memajukan perkembangan kondisi properti borjuis; sebaliknya, kekuatan produktif tersebut telah menjadi terlampau kuat bagi kondisi properti borjuis. Kondisi properti borjuis membelenggu kekuatan produktif, dan ketika kekuatan produktif ini mengatasi belenggu tersebut, ini menciptakan kekacauan dalam seluruh masyarakat borjuis dan membahayakan eksistensi properti borjuis. Kondisi-kondisi masyarakat borjuis terlalu sempit untuk mewadahi kekayaan yang diciptakan olehnya. Dan bagaimana borjuasi mengatasi krisis ini? Di satu sisi dengan menghancurkan secara paksa sebagian kekuatan produktif; di sisi lain, dengan penaklukan pasar baru, dan dengan eksploitasi yang lebih menyeluruh terhadap pasar lama. Dalam kata lain, dengan membuka jalan bagi krisis yang lebih luas dan lebih destruktif, dan dengan mengurangi sarana-sarana untuk mencegah krisis.

Senjata yang digunakan borjuasi untuk menumbangkan feodalisme kini berbalik melawan borjuasi itu sendiri.

Tetapi, borjuasi tidak hanya telah menempa senjata yang akan membawa maut bagi dirinya sendiri, mereka juga telah melahirkan manusia yang akan menggunakan senjata tersebut – kelas buruh modern – kaum proletar.

Dalam proporsi yang sama dengan perkembangan borjuasi, yakni kapital, berkembang pula proletariat, yaitu kelas buruh modern – kelas pekerja, yang hidup hanya selama mereka memperoleh pekerjaan, dan yang memperoleh pekerjaan hanya selama kerjanya memperbesar kapital. Buruh-buruh ini, yang harus menjual diri mereka sepotong-sepotong, adalah komoditas, seperti semua barang dagangan lainnya, dan sebagai konsekuensinya mereka terpapar pada semua perubahan kompetisi, pada semua fluktuasi pasar.

Berkat penggunaan mesin secara luas, dan pembagian kerja, kerja kaum proletar telah kehilangan semua karakter individualnya, dan, sebagai konsekuensinya, semua daya tariknya. Dia menjadi pelengkap mesin, dan yang dibutuhkan darinya hanyalah kecakapan yang paling sederhana, paling monoton, dan paling mudah dipelajari. Dengan demikian, biaya produksi dari seorang buruh dibatasi, hampir sepenuhnya, pada kebutuhan pokok yang ia perlukan untuk bertahan hidup dan berkembang biak. Tetapi harga komoditas, dan oleh karenanya juga harga kerja[11], setara dengan biaya produksinya. Oleh sebab itu, semakin kerja menjadi tidak menarik dan memuakkan, maka semakin rendah upah. Terlebih lagi, sebanding dengan meningkatnya penggunaan mesin dan pembagian kerja, maka beban kerja juga meningkat, entah melalui perpanjangan jam kerja, intensifikasi kerja atau peningkatan laju mesin, dsb.

Industri modern telah mengubah bengkel kecil milik tuan patriarkal menjadi pabrik besar milik kapitalis industrial. Massa buruh, yang dijejalkan ke dalam pabrik, diorganisasi seperti serdadu. Sebagai serdadu dalam angkatan industri, mereka ditempatkan di bawah komando para perwira dan sersan dalam tatanan hierarki yang sempurna. Mereka tidak hanya dijadikan budak kelas borjuis dan budak Negara borjuis; mereka setiap harinya dan setiap jamnya diperbudak oleh mesin, oleh mandor, dan di atas segalanya, oleh tiap-tiap pengusaha manufaktur borjuis. Semakin terang-terangan despotisme ini menyatakan profit sebagai tujuan dan maksudnya, maka semakin picik, semakin keji, dan semakin pahit despotisme ini.

Semakin kerja manual tidak membutuhkan kecakapan dan tenaga fisik, dalam kata lain, semakin industri modern menjadi berkembang, maka semakin kerja laki-laki digantikan oleh kerja perempuan. Perbedaan umur dan jenis kelamin tidak lagi memiliki validitas sosial yang unik bagi kelas buruh. Semua orang adalah perkakas kerja, yang nilainya ditentukan oleh umur dan jenis kelamin mereka.

Begitu buruh selesai dieksploitasi oleh pemilik pabrik dan ia menerima upahnya, dia kemudian dieksploitasi oleh lapisan borjuasi lainnya: tuan tanah, pemilik toko, pegadaian, dsb.

Lapisan bawah kelas menengah – pengusaha kecil, pedagang kecil, dan rente kecil, pengrajin dan petani – mereka semua perlahan-lahan tenggelam menjadi proletariat, sebagian karena kapital mereka yang kecil tidaklah memadai untuk beroperasi dalam skala Industri Modern, dan mereka tersingkirkan oleh kompetisi dengan kapitalis besar, sebagian karena keahlian khusus mereka dibuat menjadi tak berharga oleh metode produksi yang baru. Dengan cara demikianlah proletariat direkrut dari semua kelas dalam masyarakat.

Proletariat melalui berbagai tahapan perkembangan. Dengan kelahirannya, mereka memulai perjuangan melawan borjuasi. Awalnya perjuangan ini dilakukan oleh buruh secara individual, kemudian oleh semua buruh di satu pabrik, kemudian oleh semua buruh dari satu industri, di satu daerah, melawan individu borjuis yang secara langsung mengeksploitasi mereka. Mereka mengarahkan serangan mereka bukan melawan relasi produksi borjuis, tetapi melawan instrumen produksi itu sendiri; mereka menghancurkan barang-barang impor yang bersaing dengan kerja mereka, mereka menghancurkan mesin, mereka membakar pabrik-pabrik, dengan jalan kekerasan mereka mencoba memulihkan status pekerja Abad Pertengahan yang sudah sirna itu.

Pada tahapan ini, kaum buruh masih merupakan massa yang inkoheren, yang berserakan di seluruh negeri, dan terpecah belah karena persaingan di kalangan mereka sendiri. Bila mana mereka bersatu untuk membentuk badan yang lebih kompak, ini bukanlah konsekuensi dari persatuan aktif mereka sendiri, tetapi karena persatuan kaum borjuis, yang terpaksa menggerakkan seluruh kaum proletar, dan terlebih lagi, untuk sementara mampu melakukan ini. Oleh karenanya, pada tahapan ini, kaum proletar tidak melawan musuh mereka, melainkan musuh dari musuh mereka, yakni sisa-sisa monarki absolut, tuan tanah, borjuasi non-industrial, dan borjuasi kecil. Maka, seluruh gerakan yang historis itu terkonsentrasikan di tangan borjuasi; setiap kemenangan yang diraih adalah kemenangan bagi borjuasi.

Namun dengan perkembangan industri, kaum proletar tidak hanya bertambah jumlahnya; mereka juga terkonsentrasikan dalam massa yang lebih besar, kekuatannya bertambah besar, dan mereka semakin merasakan kekuatan tersebut. Kepentingan dan kondisi kehidupan kaum proletar yang awalnya beragam itu kian hari kian menjadi sama, seiring dengan dihapuskannya semua perbedaan kerja oleh mesin dan dengan ditekannya upah ke tingkat yang sama rendahnya. Kompetisi yang terus tumbuh di antara kaum borjuis, dan krisis-krisis komersial yang diakibatkannya, membuat upah buruh semakin berfluktuasi. Kemajuan mesin, yang semakin pesat perkembangannya, membuat kehidupan buruh semakin rentan; konflik antara individu buruh dan individu borjuasi kian hari kian mengambil karakter konflik antar dua kelas. Setelah itu, buruh mulai membentuk organisasi Serikat Buruh untuk melawan kaum borjuis; mereka berhimpun bersama untuk mempertahankan upah mereka; mereka mendirikan organisasi yang permanen untuk mempersiapkan diri mereka dalam menghadapi bentrokan dengan kaum borjuis yang sesekali terjadi. Di sana sini, konflik ini meledak menjadi kerusuhan.

Kadang-kadang buruh menang, tetapi hanya untuk sementara waktu. Buah kemenangan mereka yang sesungguhnya bukanlah terletak pada hasil langsungnya, tetapi pada persatuan buruh yang semakin meluas. Persatuan ini dibantu oleh sarana komunikasi yang semakin berkembang, yang diciptakan oleh industri modern, dan yang menghubungkan buruh dari satu daerah dengan buruh dari daerah lain. Hubungan inilah yang diperlukan untuk menyatukan berbagai perjuangan lokal, yang semuanya memiliki karakter yang sama, menjadi sebuah perjuangan antar-kelas yang nasional. Tetapi setiap perjuangan kelas adalah perjuangan politik. Bagi kaum burgher Abad Pertengahan, dengan jalan raya mereka yang buruk itu, persatuan ini membutuhkan waktu ratusan tahun; tetapi bagi kaum proletar modern, berkat perkeretaapian, persatuan ini dicapai hanya dalam beberapa tahun saja.

Pengorganisasian kaum proletar menjadi sebuah kelas, dan, sebagai konsekuensinya menjadi sebuah partai politik, terus terusik lagi dan lagi oleh persaingan di antara buruh sendiri. Tetapi kaum proletar terus bangkit kembali, lebih kuat, lebih tegas, dan lebih perkasa. Mereka memaksa para pembuat undang-undang untuk mengakui kepentingan khusus buruh, dengan mengambil peluang dari perpecahan di antara borjuasi itu sendiri. Dengan cara inilah undang-undang sepuluh-jam-kerja di Inggris dimenangkan.[12]

Konflik antar kelas-kelas dari masyarakat lama, dalam banyak cara, mendorong maju perkembangan proletariat. Borjuasi menemukan diri mereka terus terlibat dalam konflik. Awalnya dengan aristokrasi; lalu, dengan selapisan borjuasi yang kepentingannya telah menjadi antagonistis dengan kemajuan industri; setiap saat dengan borjuasi dari negeri-negeri asing. Dalam semua konflik ini, borjuasi terpaksa memanggil proletariat, meminta bantuannya, dan dengan demikian menyeretnya ke dalam arena politik. Maka dari itu, borjuasi sendirilah yang menyediakan proletariat dengan elemen pendidikan politik, dalam kata lain, borjuasi membekali proletariat dengan senjata untuk melawan dirinya sendiri.

Lebih jauh lagi, seperti yang telah kita saksikan, karena kemajuan industri selapisan kelas penguasa tereduksi menjadi proletariat, atau setidaknya terancam keberadaannya. Ini juga menyuplai proletariat dengan elemen pencerahan dan progresif yang segar.

Akhirnya, ketika perjuangan kelas mendekati momen penentuannya, proses kehancuran yang berlangsung di dalam tubuh kelas penguasa, bahkan di dalam seluruh lapisan masyarakat lama, menjadi begitu mencolok dan eksplosif, sehingga selapisan kecil kelas penguasa memisahkan dirinya dan bergabung dengan kelas revolusioner, yaitu kelas yang menggenggam masa depan di tangannya. Oleh karena itu, sebagaimana pada periode sebelumnya ada selapisan bangsawan memihak ke sisi borjuasi, jadi sekarang selapisan kaum borjuis memihak ke proletariat, dan terutama selapisan ideolog borjuis yang telah memahami secara teoretis gerakan sejarah secara keseluruhan.

Dari semua kelas yang berdiri menghadapi borjuasi hari ini, proletariat adalah satu-satunya kelas yang betul-betul revolusioner. Kelas-kelas yang lain membusuk dan akhirnya lenyap ditelan Industri Modern; proletariat adalah produk unik dan esensial dari Industri Modern.

Lapisan bawah kelas menengah, pengusaha manufaktur kecil, pedagang kecil, pengrajin, petani, mereka semua berjuang melawan borjuasi, untuk menyelamatkan eksistensi mereka sebagai bagian dari kelas menengah. Maka dari itu mereka tidak revolusioner, melainkan konservatif. Terlebih lagi, mereka reaksioner, karena mereka berusaha memutar balik roda sejarah. Kalaupun kebetulan mereka revolusioner, mereka demikian hanya karena transisi mereka yang tak terelakkan ke kelas proletar; jadi mereka membela bukan kepentingan mereka hari ini, tetapi kepentingan mereka di masa depan; mereka mencampakkan pendirian mereka sendiri guna menempatkan diri mereka pada pendirian proletariat.

Kelas lumpenproletar, yaitu massa dari lapisan terbawah masyarakat lama yang membusuk secara pasif, kadang-kadang dapat terseret ke dalam gerakan oleh revolusi proletar; namun, kondisi kehidupannya jauh lebih menyiapkannya untuk menjadi massa bayaran kelompok reaksioner.

Dalam kehidupan kaum proletar, kondisi-kondisi masyarakat lama praktis sudah dihancurkan. Kaum proletar tidak memiliki properti. Relasinya dengan istri dan anak-anaknya sudah sama sekali berbeda dari relasi keluarga borjuis. Baik di Inggris maupun di Prancis, di Amerika maupun di Jerman, industri modern dan dominasi kapital atas buruh telah melucuti darinya semua karakter nasional. Baginya, hukum, moralitas, dan agama hanyalah prasangka borjuis, yang di belakangnya bersembunyi berbagai kepentingan borjuis.

Semua kelas terdahulu yang telah memenangkan kekuasaan berusaha mengonsolidasikan kedudukan yang telah mereka peroleh dengan menundukkan seluruh masyarakat pada moda apropriasi mereka. Kaum proletar tidak dapat menguasai kekuatan produktif masyarakat kecuali dengan menghapus moda apropriasi borjuis, dan dengan demikian juga menghapus semua moda apropriasi terdahulu. Mereka tidak memiliki sesuatu pun untuk dilindungi dan dikonsolidasikan; misi mereka adalah menghancurkan segala bentuk perlindungan dan jaminan bagi kepemilikan pribadi.

Semua gerakan historis sebelumnya adalah gerakan kaum minoritas, atau demi kepentingan minoritas. Gerakan proletar adalah gerakan kaum mayoritas besar yang sadar-diri dan mandiri, demi kepentingan mayoritas besar. Proletariat, yakni strata terbawah masyarakat hari ini, tidak dapat bergerak, tidak dapat bangkit, tanpa menghancurkan seluruh lapisan superstruktur yang melandasi tatanan masyarakat yang berlaku.

Meski bukan dalam substansi, namun dalam bentuk, perjuangan proletariat melawan borjuasi mulanya adalah perjuangan nasional. Proletariat di tiap-tiap negeri, tentu saja, pertama-tama harus berhadapan dengan borjuasinya sendiri.

Dalam menggambarkan fase perkembangan proletariat yang paling umum, kita dapat saksikan perang sipil yang kurang lebih terselubung yang bergolak dalam masyarakat, sampai titik di mana perang tersebut meledak menjadi revolusi secara terbuka, dan di mana penggulingan borjuasi dengan kekerasan menyiapkan fondasi bagi kekuasaan proletariat.

Hingga kini, seperti yang telah kita lihat, setiap bentuk masyarakat didasarkan pada antagonisme antara kelas penindas dan kelas tertindas. Tetapi untuk menindas suatu kelas, kondisi-kondisi tertentu harus dijamin bagi kelas tersebut di mana ia setidaknya dapat melanjutkan keberadaannya sebagai budak. Kaum hamba, pada jaman perhambaan, mengangkat dirinya menjadi anggota komune, seperti halnya kaum borjuis kecil, di bawah penindasan absolutisme feodal, berhasil berkembang menjadi borjuis. Sebaliknya buruh modern, alih-alih menjadi lebih makmur seiring dengan perkembangan industri, justru semakin terpuruk di bawah kondisi keberadaan kelasnya sendiri. Dia menjadi fakir miskin, dan kemelaratan tumbuh lebih cepat daripada populasi dan kekayaan. Dan di sini menjadi jelas bahwa borjuasi sudah tak lagi layak menjadi kelas penguasa dalam masyarakat, dan memaksakan relasi kepemilikannya pada masyarakat sebagai hukum yang berlaku. Ia tidak layak untuk memerintah karena ia tidak kompeten dalam menjamin keberadaan budaknya di dalam perbudakannya, karena ia membiarkan budaknya terpuruk sampai ke keadaan di mana ia harus memberi makan budaknya, alih-alih diberi makan oleh budaknya. Masyarakat sudah tidak dapat lagi hidup di bawah borjuasi ini, dengan kata lain, keberadaannya sudah tidak lagi kompatibel dengan masyarakat.

Syarat esensial bagi keberadaan dan kekuasaan kelas borjuis adalah terbentuknya dan bertambah besarnya kapital; syarat bagi keberadaan kapital adalah kerja-upahan. Kerja-upahan bersandar sepenuhnya pada kompetisi di antara buruh. Kemajuan industri, yang pendorong tak-sadarnya adalah borjuasi, menggantikan keterisolasian buruh, yang disebabkan oleh kompetisi, dengan terhimpunnya buruh secara revolusioner, lewat serikat buruh. Oleh karena itu, perkembangan Industri Modern menggerogoti fondasi di mana borjuasi berproduksi dan mengapropriasi produk. Borjuasi terutama menciptakan penggali liang kuburnya sendiri. Kejatuhan borjuasi dan kemenangan proletariat sama-sama tak terelakkan.


II. KAUM PROLETAR DAN KAUM KOMUNIS

Apa posisi kaum Komunis sehubungan dengan kaum proletar secara keseluruhan?

Kaum Komunis tidak membentuk partai tersendiri yang bertentangan dengan partai-partai kelas buruh lainnya.

Mereka tidak memiliki kepentingan yang terpisah dari kepentingan kaum proletar secara keseluruhan.

Mereka tidak menegakkan prinsip-prinsip sektarian mereka sendiri, yang mereka jadikan pola untuk membentuk gerakan proletar.

Kaum Komunis dibedakan dari partai-partai kelas buruh lainnya hanya dalam hal berikut: 1) Dalam perjuangan nasional kaum proletar di berbagai negeri, mereka menunjukkan serta mengedepankan kepentingan bersama seluruh proletariat, terlepas dari semua kebangsaan. 2) Dalam berbagai tahapan perkembangan yang harus dilalui oleh gerakan kelas buruh dalam melawan borjuasi, mereka senantiasa dan di mana pun mewakili kepentingan gerakan secara keseluruhan.

Oleh karenanya, kaum Komunis, di satu sisi, adalah lapisan termaju dan paling tegas dari semua partai kelas buruh di semua negeri, lapisan yang mendorong maju yang lainnya; secara teoretis, tidak seperti massa proletar luas, kaum Komunis memahami secara jelas garis perkembangan, kondisi, dan cita-cita akhir gerakan proletar.

Tujuan langsung kaum Komunis adalah sama dengan tujuan semua partai proletar lainnya: membentuk proletariat sebagai suatu kelas, menumbangkan supremasi borjuis, dan penaklukan kekuasaan politik oleh proletariat.

Proposisi teori kaum Komunis sama sekali tidak didasarkan pada gagasan atau prinsip yang telah diciptakan, atau ditemukan, oleh kaum reformis universal ini atau itu.

Teori Komunis semata-mata mengekspresikan, secara umum, relasi-relasi aktual yang muncul dari perjuangan kelas yang ada, dari gerakan historis yang bergulir di depan mata kita. Penghapusan relasi properti yang ada bukanlah fitur khas komunisme.

Semua relasi properti di masa lalu senantiasa mengalami perubahan historis, sebagai konsekuensi dari perubahan kondisi sejarah.

Revolusi Prancis, misalnya, menghapus relasi kepemilikan feodal dan menegakkan relasi kepemilikan borjuis.

Fitur khas Komunisme bukanlah penghapusan kepemilikan secara umum, tetapi penghapusan kepemilikan borjuis. Tetapi kepemilikan pribadi borjuis modern adalah ekspresi sistem produksi dan apropriasi produk yang final dan paling sempurna, yang berdasarkan pada antagonisme kelas dan eksploitasi banyak orang oleh segelintir.

Dalam artian ini, teori Komunis dapat diringkas dalam satu kalimat: Penghapusan kepemilikan pribadi.

Kami kaum Komunis telah dituduh ingin menghapus properti yang diperoleh oleh seseorang sebagai hasil kerja orang itu sendiri, yakni properti yang dianggap sebagai landasan dari semua kebebasan, aktivitas, dan kemandirian personal.

Properti yang diperoleh dengan membanting tulang, yang diperoleh dari keringat sendiri! Apakah maksud Anda properti pengrajin kecil dan petani kecil, yaitu bentuk properti yang mendahului bentuk properti borjuis? Tidak perlu menghapus itu; perkembangan industri telah menghancurkannya, dan masih menghancurkannya setiap hari.

Atau, yang Anda maksud kepemilikan pribadi borjuis modern?

Tetapi apakah kerja-upahan menciptakan properti bagi buruh? Sama sekali tidak. Kerja-upahan menciptakan kapital, yakni tipe properti yang mengeksploitasi kerja-upahan, yang tidak dapat bertambah besar kecuali dengan memperoleh pasokan kerja-upahan baru untuk dieksploitasi. Properti, dalam bentuknya hari ini, didasarkan pada antagonisme antara kapital dan kerja-upahan. Mari kita periksa kedua sisi antagonisme ini.

Menjadi seorang kapitalis berarti menempati tidak hanya status yang murni personal dalam produksi, tetapi juga status sosial dalam produksi. Kapital adalah produk kolektif, dan hanya dengan aksi gabungan dari banyak anggota, tidak, pada analisa terakhir, hanya dengan aksi gabungan dari semua anggota masyarakat, maka kapital dapat digerakkan.

Oleh karena itu, kapital bukanlah kekuatan personal; kapital adalah kekuatan sosial.

Oleh karenanya, ketika kapital diubah menjadi milik bersama, menjadi milik semua anggota masyarakat, maka milik personal tidak lantas diubah menjadi milik sosial. Hanya karakter sosial dari properti yang diubah. Properti kehilangan karakter kelasnya.

Mari kita kaji kerja-upahan sekarang.

Harga rata-rata kerja-upahan adalah upah minimum, yaitu jumlah sarana penghidupan yang mutlak diperlukan untuk mempertahankan keberadaan minimum buruh sebagai buruh. Jadi, apa yang diapropriasi buruh-upahan lewat kerjanya hanyalah cukup untuk memperpanjang dan mereproduksi keberadaannya yang sekedarnya. Kami sama sekali tidak bermaksud menghapus apropriasi hasil kerja yang personal ini, apropriasi yang diperlukan untuk mempertahankan dan mereproduksi kehidupan manusia, yang tidak menyisakan surplus apa pun untuk bisa memerintah kerja orang lain. Yang ingin kami hapuskan hanyalah karakter menyedihkan dari apropriasi ini, di mana buruh hidup hanya untuk memperbesar kapital, dan buruh hanya diperbolehkan hidup selama kepentingan kelas penguasa memerlukannya.

Dalam masyarakat borjuis, kerja yang hidup adalah alat untuk meningkatkan kerja yang terakumulasi. Dalam masyarakat Komunis, kerja yang terakumulasi adalah alat untuk memperluas, memperkaya, dan memajukan kehidupan buruh.

Dalam masyarakat borjuis, oleh karenanya, masa lalu mendominasi masa kini; dalam masyarakat Komunis, masa kini mendominasi masa lalu. Dalam masyarakat borjuis, kapital memiliki kebebasan dan individualitas, sementara manusia yang hidup tidak bebas dan tidak memiliki individualitas.

Dan penghapusan keadaan demikian disebut oleh kaum borjuis sebagai penghapusan individualitas dan kebebasan! Dan memang begitu. Tujuannya memang adalah penghapusan individualitas borjuis, kemandirian borjuis, dan kebebasan borjuis.

Di bawah kondisi produksi borjuis hari ini, yang dimaksud kebebasan adalah perdagangan bebas, yakni jual beli bebas.

Tetapi jika jual beli lenyap, maka jual beli bebas pun lenyap pula. Semua pembicaraan mengenai jual beli bebas ini, dan semua "kata-kata megah" lainnya mengenai kebebasan secara umum yang diutarakan oleh kaum borjuis, hanya memiliki makna bila dipertentangkan dengan jual beli yang terbatas, dengan pedagang Abad Pertengahan yang terbelenggu, tetapi tidak memiliki makna ketika dipertentangkan dengan penghapusan jual beli, kondisi produksi borjuis, dan kelas borjuis oleh komunisme.

Anda merasa ngeri karena kami ingin menghapus kepemilikan pribadi. Tetapi dalam masyarakat Anda hari ini, kepemilikan pribadi sudah dihapus bagi sembilan puluh persen populasi. Kepemilikan pribadi bagi segelintir orang hanyalah mungkin karena yang sembilan puluh persen tidak memiliki kepemilikan pribadi. Jadi Anda mengutuk kami karena kami ingin menghapus bentuk kepemilikan yang keberadaannya mensyaratkan ketiadaan properti bagi mayoritas besar populasi.

Singkatnya, Anda mengutuk kami karena kami bermaksud menghapus kepemilikan Anda. Memang begitu; itulah yang kami inginkan.

Ketika kerja tidak lagi bisa dikonversi menjadi kapital, uang, atau sewa, menjadi kekuatan sosial yang dimonopoli, dalam kata lain, ketika properti pribadi tidak lagi bisa diubah menjadi properti borjuis, menjadi kapital, sejak saat itu, kata Anda, individualitas lenyap.

Maka dari itu, Anda harus mengakui bahwa yang Anda maksud dengan "individu" tidak lain adalah kaum borjuis, pemilik properti kelas-menengah. Individu ini memang harus disingkirkan dan dibuat menjadi mustahil.

Komunisme tidak merampas kekuasaan seseorang untuk mengapropriasi produk masyarakat; yang dilakukannya hanyalah merampas kekuasaannya untuk menundukkan kerja orang lain lewat moda apropriasi tersebut.

Ada yang mengemukakan keberatan bahwa dengan penghapusan kepemilikan pribadi maka semua orang akan berhenti bekerja, dan kemalasan universal akan merajalela.

Bila memang demikian, masyarakat borjuis sudah seharusnya sejak dahulu runtuh karena kemalasan; karena mereka yang bekerja tidak memperoleh apa-apa, dan mereka yang memperoleh segalanya tidak bekerja. Seluruh keberatan ini tidak lain adalah tautologi: bahwa tidak akan ada lagi kerja-upahan jika tidak ada lagi kapital.

Semua keberatan terhadap moda Komunis dalam memproduksi dan mengapropriasi produk material telah dikemukakan juga dengan cara yang sama terhadap moda Komunis dalam memproduksi dan mengapropriasi produk intelektual. Bagi kaum borjuis, penghapusan kepemilikan kelas berarti penghapusan produksi itu sendiri; sehingga, baginya, penghapusan kebudayaan kelas juga berarti penghapusan semua kebudayaan.

Kaum borjuis meratapi hilangnya kebudayaan tersebut. Namun bagi mayoritas besar rakyat, kebudayaan tersebut hanyalah pelatihan untuk mengubah mereka menjadi mesin.

Tetapi jangan berdebat dengan kami ketika Anda menerapkan standar gagasan borjuis Anda tentang kebebasan, kebudayaan, hukum, dll., pada maksud kami untuk menghapus kepemilikan borjuis. Gagasan Anda hanyalah produk dari relasi produksi borjuis dan kepemilikan borjuis Anda, seperti halnya yurisprudensi Anda hanyalah kehendak kelas Anda yang dijadikan hukum bagi semua orang, kehendak yang karakter dan tujuan utamanya ditentukan oleh kondisi keberadaan ekonomi kelas Anda.

Miskonsepsi egois yang mendorong Anda untuk mengubah bentuk-bentuk sosial yang muncul dari moda produksi dan bentuk kepemilikan Anda saat ini – yang merupakan relasi historis yang lahir dan lenyap seiring dengan perkembangan produksi – menjadi hukum alam dan hukum nalar yang abadi, miskonsepsi ini sama dengan miskonsepsi semua kelas penguasa yang mendahului Anda. Apa yang Anda akui untuk kepemilikan masyarakat kuno, apa yang Anda akui untuk kepemilikan feodal, tidak ingin Anda akui untuk kepemilikan borjuis Anda sendiri.

Penghapusan keluarga! Bahkan orang yang paling radikal pun geram ketika mendengar usulan kaum Komunis yang keji ini.

Apa fondasi dari keluarga borjuis saat ini? Kapital, keuntungan pribadi. Dalam bentuknya yang paling sempurna, keluarga ini hanya ada di kalangan kaum borjuis. Sebagai komplemennya adalah keadaan yang memaksa kaum proletar untuk tidak bisa berkeluarga, dan prostitusi.

Keluarga borjuis akan lenyap ketika komplemennya lenyap, dan keduanya akan lenyap bersama dengan lenyapnya kapital.

Apakah Anda menuduh kami hendak menghentikan eksploitasi anak-anak oleh orang tua mereka? Kami mengakui kejahatan ini.

Tetapi, kata Anda, kami menghancurkan hubungan yang paling sakral ketika kami mengganti pendidikan di rumah dengan pendidikan sosial.

Dan pendidikan Anda! Bukankah itu juga pendidikan sosial, dan ditentukan oleh kondisi sosial di mana Anda mengintervensi secara langsung atau tidak langsung untuk mendidik masyarakat lewat sekolah, dll.? Kaum Komunis tidak menciptakan intervensi masyarakat dalam pendidikan; tetapi kami ingin mengubah karakter intervensi itu, dan menyelamatkan pendidikan dari pengaruh kelas penguasa.

Celoteh kaum borjuis mengenai keluarga dan pendidikan, mengenai hubungan sakral antara orang tua dan anak, menjadi bahkan lebih memuakkan ketika Industri Modern-lah yang telah mengoyak semua ikatan kekeluargaan di antara kaum proletar dan mengubah anak-anak mereka menjadi semata barang dagangan dan perkakas kerja.

Tetapi kalian kaum Komunis ingin memperkenalkan komunitas perempuan, teriak kaum borjuis dengan serentak.

Kaum borjuis memandang istrinya hanya sebagai alat produksi. Dia mendengar bahwa alat-alat produksi akan digunakan bersama, dan tentu saja dia hanya dapat menyimpulkan bahwa perempuan pun akan digunakan bersama.

Dia tidak bisa membayangkan bahwa poin utamanya adalah menghapus status perempuan sebagai alat produksi semata.

Tidak ada yang lebih menggelikan daripada kegeraman kaum borjuis kita yang berbudi luhur itu terhadap komunitas perempuan, yang katanya akan didirikan secara terbuka dan resmi oleh kaum Komunis. Kaum Komunis tidak perlu memperkenalkan komunitas perempuan. Ini sudah ada sejak dulu kala.

Kaum borjuis kita, tidak puas dengan meniduri istri dan anak perempuan kaum proletar, dan tidak puas dengan pelacuran, sangat gemar menggoda istri masing-masing.

Pada kenyataannya, perkawinan borjuis adalah sistem komunitas istri bersama; dan maka dari itu, paling banter kaum Komunis hanya bisa dikecam ingin mengganti komunitas perempuan yang secara munafik disembunyikan dengan komunitas perempuan yang sah dan terbuka. Jelas bahwa penghapusan sistem produksi yang ada saat ini akan membawa kita ke penghapusan komunitas perempuan yang muncul dari sistem itu, yaitu penghapusan prostitusi baik yang resmi maupun tidak resmi.

Selanjutnya kaum Komunis dituduh ingin menghapus tanah air dan bangsa

Kaum buruh tidak punya tanah air. Kita tidak bisa merampas dari mereka apa yang tidak mereka miliki. Karena proletariat harus pertama-tama memenangkan supremasi politik, harus bangkit menjadi kelas yang memimpin bangsa, harus menjadi bangsa itu sendiri, maka sejauh itu proletariat bersifat nasional, walaupun tidak dalam pengertian borjuis.

Perbedaan dan antagonisme nasional antar bangsa semakin hari semakin lenyap, berkat perkembangan kelas borjuis, perdagangan bebas, pasar dunia, serta keseragaman moda produksi dan kondisi kehidupan yang menyertainya.

Kekuasaan proletariat akan membuat mereka lenyap bahkan lebih cepat. Aksi bersama, setidaknya dari negeri-negeri kapitalis utama, adalah salah satu syarat pertama bagi emansipasi proletariat.

Seiring dengan berakhirnya eksploitasi manusia oleh manusia lain, maka eksploitasi suatu bangsa oleh bangsa lain juga akan berakhir. Seiring dengan hilangnya antagonisme antar kelas, maka permusuhan antar bangsa juga akan berakhir.

Tuduhan terhadap Komunisme dari sudut pandang agama, filsafat, dan, secara umum, ideologi, tidaklah layak untuk diperiksa secara serius.

Apakah diperlukan intuisi mendalam untuk memahami bahwa ide, pandangan, dan konsepsi manusia, dalam kata lain, kesadaran manusia, berubah dengan setiap perubahan dalam kondisi keberadaan materialnya, dalam relasi sosialnya dan dalam kehidupan sosialnya?

Sejarah filsafat telah membuktikan bahwa produksi intelektual mengubah karakternya seiring dengan perubahan dalam produksi material. Ide yang berkuasa di setiap zaman selalu merupakan ide kelas penguasa.

Ketika orang berbicara tentang ide-ide yang merevolusionerkan masyarakat, mereka hanya mengekspresikan fakta bahwa di dalam masyarakat lama unsur-unsur masyarakat baru telah mulai tercipta, dan bahwa runtuhnya ide-ide lama terjadi beriringan dengan runtuhnya kondisi-kondisi keberadaan yang lama.

Ketika dunia kuno tengah mendekati ajalnya, agama-agama kuno ditaklukkan oleh agama Kristen. Ketika pada abad ke-18 ajaran Kristen tunduk pada pemikiran rasional, masyarakat feodal berjuang mati-matian melawan borjuasi revolusioner. Ide tentang kebebasan beragama dan kebebasan hati nurani hanyalah mengekspresikan dominasi persaingan bebas dalam ranah pengetahuan.

Akan ada orang yang mengatakan: "Memang benar gagasan religius, moral, filsafat, dan yuridis telah berubah sepanjang perkembangan sejarah. Tetapi agama, moralitas, filsafat, ilmu politik, dan hukum, senantiasa tetap bertahan di tengah perubahan ini."

"Selain itu, ada kebenaran abadi, seperti Kebebasan, Keadilan, dsb., yang umum berlaku di semua bentuk masyarakat. Tetapi Komunisme menghapus kebenaran abadi, ia menghapus semua agama, dan semua moralitas, alih-alih menyusun mereka di atas landasan yang baru; oleh karena itu Komunisme bertentangan dengan semua pengalaman sejarah masa lalu."

Apa arti tuduhan ini? Sejarah seluruh masyarakat masa lalu adalah sejarah perkembangan antagonisme kelas, antagonisme yang mengambil bentuk yang berbeda pada zaman yang berbeda.

Tetapi apapun bentuk yang diambilnya, ada satu fakta yang sama dalam semua zaman di masa lalu, yaitu, eksploitasi satu lapisan masyarakat oleh lapisan lainnya. Maka dari itu, tidaklah mengherankan bahwa kesadaran sosial di sama lalu, kendati keragaman yang ditampilkannya, bergerak dalam bentuk umum tertentu, atau ide umum tertentu, yang tidak dapat sepenuhnya lenyap kecuali dengan penghapusan total antagonisme kelas.

Revolusi Komunis adalah perpecahan yang paling radikal dalam relasi properti tradisional; tidaklah mengherankan bahwa perkembangan ide Komunisme berarti perpecahan yang paling radikal dengan ide-ide tradisional.

Tetapi mari kita sudahi berbicara mengenai keberatan kaum borjuis terhadap Komunisme.

Kita telah saksikan di atas, bahwa langkah pertama dalam revolusi kelas buruh adalah menempatkan proletariat ke posisi kelas penguasa, memenangkan perjuangan demokrasi.

Proletariat akan menggunakan kekuasaan politiknya untuk merebut, selangkah demi selangkah, semua kapital dari borjuasi, untuk memusatkan semua alat produksi ke tangan Negara, yaitu proletariat yang terorganisir sebagai kelas penguasa; untuk memajukan kekuatan produktif secepat mungkin.

Tentu saja, awalnya ini hanya bisa dicapai dengan secara despotik melanggar hak kepemilikan dan kondisi produksi borjuis; dalam kata lain dengan kebijakan-kebijakan yang tampaknya secara ekonomi tidak memadai dan tidak bisa dipertahankan, tetapi dalam perjalanannya kebijakan-kebijakan tersebut akan melampaui diri mereka sendiri, menjadi esensial dalam merombak tatanan sosial lama, dan menjadi tak terelakkan sebagai cara untuk sepenuhnya merevolusionerkan moda produksi.

Tentu saja kebijakan-kebijakan ini akan berbeda di setiap negeri.[13]

Namun demikian, di sebagian besar negeri maju, kebijakan-kebijakan berikut umumnya dapat diterapkan:

1) Penghapusan kepemilikan atas tanah dan penggunaan sewa tanah untuk kepentingan umum.

2) Pajak penghasilan progresif yang berat.

3) Penghapusan hak waris.[14]

4) Penyitaan properti semua kaum emigran dan pemberontak.[15]

5) Sentralisasi kredit ke tangan negara, lewat sebuah bank negara dengan modal Negara dan monopoli eksklusif.

6) Sentralisasi sarana komunikasi dan transportasi ke tangan negara.

7) Perluasan pabrik-pabrik dan alat-alat produksi milik Negara; penggarapan tanah-tanah terlantar, dan perbaikan kondisi tanah secara umum berdasarkan rencana bersama.

8) Wajib kerja yang sama bagi semua orang. Pembentukan angkatan kerja, terutama untuk pertanian.

9) Menggabungkan pertanian dengan industri manufaktur; penghapusan secara gradual semua perbedaan antara kota dan desa dengan distribusi penduduk yang lebih merata di seluruh negeri.

10) Pendidikan gratis untuk semua anak di sekolah negeri. Penghapusan buruh anak di pabrik dalam bentuknya yang sekarang ini. Perpaduan pendidikan dengan produksi industri, dsb., dsb.

Ketika perbedaan kelas telah sirna, dan semua produksi telah dipusatkan ke dalam tangan sebuah asosiasi seluruh bangsa, maka kekuasaan publik akan kehilangan karakter politiknya. Kekuasaan politik tidak lain adalah kekuasaan terorganisir suatu kelas untuk menindas kelas lainnya. Bila proletariat selama perjuangannya dalam melawan borjuasi terdorong oleh situasi untuk mengorganisir dirinya sebagai sebuah kelas, bila dengan jalan revolusi proletariat merebut kekuasaan dan menjadi kelas penguasa, dan dengan demikian mengakhiri secara paksa kondisi-kondisi produksi yang lama, maka ia akan, bersamaan dengan kondisi-kondisi tersebut, menghapus kondisi bagi keberadaan antagonisme kelas dan keberadaan kelas umumnya, dan dengan demikian akan menghapus kekuasaan kelasnya sendiri.

Masyarakat borjuis yang lama, dengan kelas-kelasnya dan antagonisme-antagonisme kelasnya, akan digantikan dengan sebuah asosiasi, di mana perkembangan bebas setiap orang merupakan syarat bagi perkembangan bebas semua orang.


III. LITERATUR SOSIALIS DAN KOMUNIS

1. SOSIALISME REAKSIONER

a. Sosialisme feodal

Karena kedudukan mereka dalam sejarah, kaum aristokrat Prancis dan Inggris menemukan diri mereka terpanggil untuk menulis brosur-brosur yang menentang masyarakat borjuis modern. Dalam Revolusi Prancis Juli 1830[16] dan dalam gerakan reforma Inggris[17], kaum aristokrat ini sekali lagi dikalahkan oleh pendatang baru ini. Sejak itu, perjuangan politik yang serius menjadi mustahil. Satu-satunya yang mungkin adalah perjuangan literatur. Tetapi bahkan dalam ranah perjuangan literatur, seruan-seruan lama dari periode restorasi[18] telah menjadi mustahil.

Untuk memperoleh simpati, aristokrasi terpaksa berpura-pura mengesampingkan kepentingan mereka sendiri, dan merumuskan serangan mereka terhadap borjuasi atas nama kepentingan kelas buruh yang terhisap semata-mata. Dengan cara ini, aristokrasi membalas dendam dengan menyindir secara ironis tuan baru mereka dan membisikkan di telinganya ramalan buruk mengenai bencana yang akan datang.

Dengan cara inilah lahir Sosialisme feodal: setengah ratapan, setengah sindiran; setengah gema dari masa lalu, setengah ancaman malapetaka masa depan; kadang-kadang, kritiknya yang pahit, cerdas, dan tajam menusuk kaum borjuis tepat pada ulu hatinya; namun kritiknya selalu menggelikan, karena sama sekali tidak mampu memahami alur sejarah modern.

Untuk menggalang dukungan rakyat di belakang mereka, kaum aristokrat mengibarkan kantong-pengemis proletar sebagai bendera mereka. Namun ketika rakyat melihat lambang kebesaran feodal lama di punggung kaum aristokrat ini, mereka langsung meninggalkan mereka dengan tawa keras yang mengejek.

Sebagian dari kaum Legitimist[19] Prancis dan kelompok "Inggris Muda"[20] memainkan lakon ini.

Dalam menunjukkan bahwa moda eksploitasi mereka berbeda dari moda eksploitasi borjuis, kaum feodal lupa bahwa mereka menghisap di bawah situasi dan kondisi yang sangat berbeda dan yang kini telah usang. Dalam menunjukkan bahwa, di bawah kekuasaan mereka, proletariat modern tidak pernah ada, mereka lupa bahwa borjuasi modern secara tak terelakkan lahir dari rahim masyarakat mereka sendiri.

Mereka tidak menyembunyikan karakter reaksioner dari kritik mereka, di mana tuduhan utama mereka terhadap kaum borjuis tidak lain adalah ini: di bawah rejim borjuis, sebuah kelas tengah dikembangkan yang nantinya akan menghancurkan sampai ke akar-akarnya seluruh tatanan masyarakat lama.

Mereka mengecam borjuasi bukan karena ia telah menciptakan proletariat, melainkan karena ia telah menciptakan proletariat revolusioner.

Oleh karenanya, dalam praktik politiknya, kaum feodal turut menindas kelas buruh; dan dalam kehidupan sehari-harinya, kendati semua bualan besarnya, mereka ikut memungut apel-apel emas yang jatuh dari pohon industri, dan membarter kebenaran, cinta, dan kehormatan, demi perdagangan wol, gula bit dan arak kentang.[21]

Sebagaimana pendeta senantiasa berjalan beriringan dengan kaum tuan tanah, demikian juga Sosialisme Gereja dengan Sosialisme Feodal.

Tidak ada yang lebih mudah daripada memoles asketisme Gereja dengan sepuhan Sosialis. Bukankah ajaran Kristen menentang kepemilikan pribadi, menentang perkawinan, menentang Negara? Bukankah sebagai gantinya Kristen mengajarkan kedermawanan dan kemiskinan, hidup selibat dan mati raga, kehidupan monastik dan Gereja sebagai pengayom? Sosialisme Kristen hanyalah air suci yang digunakan pendeta untuk memberkati kemarahan kaum aristokrat.

b. Sosialisme Borjuis-Kecil

Aristokrasi feodal bukanlah satu-satunya kelas yang telah dihancurkan oleh borjuasi, bukanlah satu-satunya kelas yang kondisi keberadaannya terpuruk dan binasa di bawah masyarakat borjuis modern. Kaum burgher (warga kota) abad pertengahan dan petani kecil adalah cikal bakal borjuasi modern. Di negeri-negeri yang industri dan perniagaannya belum terlalu berkembang, kedua kelas ini masih bertahan hidup di samping kelas borjuasi yang sedang tumbuh.

Di negeri-negeri di mana peradaban modern telah berkembang sepenuhnya, ada kelas borjuis kecil baru yang telah terbentuk, yang terombang-ambing di antara proletariat dan borjuasi, dan terus memperbaharui dirinya sebagai bagian suplemen dari masyarakat borjuis. Namun individu-individu dari kelas ini terus terhempas menjadi proletariat karena kalah berkompetisi dengan industri modern; dan seiring dengan berkembangnya industri modern, mereka bahkan melihat semakin dekatnya momen ketika mereka akan sepenuhnya lenyap sebagai lapisan yang independen dalam masyarakat modern, digantikan oleh mandor, manajer, dan penjaga toko dalam pabrik, pertanian, dan perdagangan.

Di negeri-negeri seperti Prancis, di mana kaum tani mencakup lebih dari separuh populasi, wajar saja bagi para penulis yang berpihak pada proletariat dan menentang borjuasi untuk mengkritik dan menyerang rejim borjuis dari sudut pandang kaum tani dan borjuis kecil, dan dari sudut pandang kelas-kelas perantara ini. Dari sinilah muncul Sosialisme borjuis-kecil. Sismondi[22] adalah pemimpin mazhab ini, tidak hanya di Prancis tetapi juga di Inggris.

Mazhab Sosialisme ini membedah dengan sangat teliti kontradiksi-kontradiksi dalam industri modern. Ia menelanjangi pembelaan-pembelaan munafik dari para ekonom. Ia membuktikan dengan jelas dampak buruk mesin dan pembagian kerja; konsentrasi kapital dan tanah di tangan segelintir orang; overproduksi dan krisis. Ia menunjukkan kehancuran yang tak terelakkan dari borjuis kecil dan tani, kesengsaraan kaum proletar, anarki dalam produksi, kesenjangan yang mencolok dalam distribusi kekayaan, perang dagang antar bangsa yang destruktif, terkoyaknya ikatan moral lama, ikatan keluarga lama, dan ikatan bangsa lama.

Namun, dalam tujuan positifnya, bentuk Sosialisme ini bercita-cita mengembalikan moda produksi dan pertukaran lama, dan bersama itu relasi properti lama, dan bentuk masyarakat lama; atau memaksakan moda produksi dan pertukaran modern ke dalam kerangka relasi properti lama, yang telah dan pasti akan dihancurkan oleh moda produksi tersebut. Kedua cita-cita ini reaksioner dan utopis.

Kata-kata terakhirnya adalah: korporasi gilda untuk manufaktur; relasi patriarkal dalam pertanian.

Akhirnya, ketika fakta-fakta sejarah yang keras kepala telah membubarkan semua dampak penipuan diri sendiri yang memabukkan, bentuk Sosialisme ini berakhir dengan menyedihkan.

c. Sosialisme Jerman atau "Sejati"

Literatur Sosialis dan Komunis Prancis, sebuah literatur yang lahir di bawah tekanan borjuasi yang berkuasa, dan merupakan ekspresi dari perjuangan melawan kekuasaan ini, diperkenalkan ke Jerman saat borjuasi negeri itu baru saja memulai perjuangannya melawan absolutisme feodal.

Para filsuf, calon filsuf, dan kaum intelektual Jerman dengan penuh semangat mengadopsi literatur ini, namun lupa bahwa ketika karya-karya ini berimigrasi dari Prancis ke Jerman, kondisi-kondisi sosial Prancis tidak ikut berimigrasi bersamanya. Bersentuhan dengan kondisi-kondisi sosial Jerman, literatur Prancis kehilangan semua signifikansi praktikal langsungnya dan hanya memiliki aspek yang murni literer. Dengan demikian, bagi para filsuf Jerman Abad Ke-18, tuntutan Revolusi Prancis 1789 tidak lain hanyalah tuntutan "Nalar Praktis"[23] pada umumnya; dan di mata mereka, manifestasi kehendak borjuasi revolusioner Prancis hanyalah mengekspresikan hukum Kehendak murni, yaitu hukum Kehendak sebagaimana seharusnya, hukum Kehendak manusia yang sejati pada umumnya.

Karya para pemikir Jerman semata-mata terdiri dari menyelaraskan gagasan-gagasan Prancis yang baru ini dengan kesadaran filsafati mereka yang kuno, atau lebih tepatnya, menganeksasi gagasan Prancis tanpa mencampakkan sudut pandang filsafat mereka sendiri.

Aneksasi ini dilakukan dengan cara yang sama seperti halnya bahasa asing diapropriasi, yaitu dengan menerjemahkannya.

Diketahui dengan sangat baik bagaimana para biarawan menuliskan riwayat hidup konyol para Santo Katolik di atas manuskrip karya-karya klasik kuno. Para pemikir Jerman membalikkan proses ini. Mereka menuliskan racauan filosofis mereka di belakang filsafat asli Prancis. Misalnya, di belakang kritik Prancis terhadap fungsi ekonomi uang, mereka menulis "Alienasi Kemanusiaan", dan di belakang kritik Prancis terhadap negara borjuis, mereka menulis "Pencopotan Kategori Umum", dan seterusnya.

Mereka memperkenalkan frasa-frasa filosofis yang hampa di belakang kritik historis Prancis, dan menamainya "Filsafat Aksi", "Sosialisme Sejati", "Ilmu Sosialisme Jerman", "Landasan Filosofis Sosialisme", dan seterusnya.

Dengan cara demikian, literatur Sosialis dan Komunis Prancis dikebiri sepenuhnya. Dan, karena filsafat Prancis yang ada di tangan Jerman tidak lagi mengekspresikan perjuangan satu kelas melawan kelas lainnya, para filsuf Jerman merasa telah mengatasi "kepicikan Prancis" dan mewakili bukannya keperluan yang nyata melainkan keperluan akan Kebenaran; bukannya kepentingan proletariat, melainkan kepentingan Sifat Manusia, kepentingan Manusia pada umumnya, yang tidak memiliki kelas, tidak memiliki realitas, yang eksis hanya dalam alam fantasi filosofis.

Sosialisme Jerman ini, yang mengerjakan pekerjaan sekolahnya dengan begitu serius dan khidmat, dan menjajakan barang dagangan murahnya seperti penjual minyak ular, sementara itu perlahan-lahan semakin kehilangan keluguannya yang pedantik.

Perjuangan borjuasi Jerman, dan terutama borjuasi Prusia, dalam melawan aristokrasi feodal dan monarki absolut, dalam kata lain, gerakan liberal, menjadi kian sengit.

Dengan ini, tibalah peluang yang telah lama dinanti-nanti oleh Sosialisme "Sejati", untuk mengkonfrontasi gerakan politik dengan tuntutan-tuntutan politik, untuk melontarkan kritik terhadap liberalisme, terhadap pemerintah yang berkuasa, terhadap kompetisi borjuis, terhadap kebebasan pers borjuis, perundang-undangan borjuis, kebebasan dan kesetaraan borjuis, dan untuk memberitahu massa bahwa mereka tidak akan memperoleh apapun dari gerakan borjuis ini, dan justru akan kehilangan segalanya. Namun Sosialisme Jerman lupa bahwa kritik Prancis mensyaratkan keberadaan masyarakat borjuis, dengan kondisi-kondisi ekonomi yang menyertainya, serta konstitusi politik yang disesuaikan untuknya, yaitu hal-hal yang sebenarnya masih harus dimenangkan oleh gerakan Jerman yang akan datang.

Bagi pemerintahan absolut Jerman, dengan para pendeta, profesor, pejabat daerah, dan birokratnya, Sosialisme ini disambut dengan hangat sebagai alat untuk menakut-nakuti borjuasi.

Ini adalah akhir yang manis, setelah pil pahit berupa cambuk dan peluru yang digunakan oleh pemerintahan absolut Jerman untuk menumpas kebangkitan kelas buruh Jerman.

Sementara Sosialisme "Sejati" ini melayani pemerintah sebagai senjata untuk melawan borjuasi Jerman, dan ia juga pada saat yang sama secara langsung mewakili kepentingan reaksioner kaum Filistin Jerman. Di Jerman, kelas borjuis-kecil, yang merupakan relik abad ke-16, yang sejak itu terus bermunculan dalam berbagai bentuk, adalah basis sosial yang sesungguhnya dari rejim yang ada saat ini.

Melestarikan kelas ini berarti melestarikan rejim yang ada di Jerman saat ini. Supremasi industri dan politik kelas borjuis mengancam kelas borjuis kecil dengan kehancuran yang pasti – di satu sisi, lewat konsentrasi kapital; di sisi lain, lewat kebangkitan proletariat revolusioner. Sosialisme "Sejati" tampaknya membunuh dua lalat ini dengan sekali tepuk. Sosialisme ini menyebar seperti epidemi.

Dengan jubah transendental yang dijahit dari jaring laba-laba yang spekulatif, yang disulam dengan bunga-bunga retorika dan basah dengan embun sentimental yang hangat, kaum Sosialis Jerman menutupi "kebenaran abadi" mereka yang menyedihkan, yang sesungguhnya hanya kulit dan tulang saja; dan ini disajikan sedemikian rupa untuk meningkatkan penjualannya ke publik.

Dan Sosialisme Jerman kian hari kian mengakui perannya sebagai perwakilan utama dari kaum Filistin borjuis-kecil.

Sosialisme Jerman memproklamirkan bangsa Jerman sebagai bangsa teladan, dan kaum Filistin borjuis-kecil Jerman sebagai manusia teladan. Untuk setiap kekejian dari manusia teladan ini, ia memberinya penafsiran Sosialis yang lebih tinggi, yang sungguh berkebalikan dengan wataknya yang sebenarnya. Ia secara langsung menentang kecenderungan Komunisme yang "destruktif yang brutal", dan menyatakan kebencian imparsialnya terhadap semua perjuangan kelas. Dengan beberapa pengecualian, semua karya yang disebut Sosialis dan Komunis yang saat ini (1847) beredar di Jerman merupakan bagian dari literatur yang busuk dan memuakkan ini.

2. SOSIALISME KONSERVATIF ATAU BORJUIS

Sebagian borjuasi ingin memperbaiki problem-problem sosial, guna menjamin keberlangsungan masyarakat borjuis.

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah para ekonom, filantropis, aktivis kemanusiaan, orang-orang yang bertujuan memperbaiki keadaan kelas buruh, organisasi amal, anggota perkumpulan penyayang binatang, anggota perkumpulan anti minuman keras, dan beragam kaum reformis tambal-sulam. Terlebih lagi, bentuk sosialisme ini sudah disusun menjadi sistem yang sempurna.

Kita dapat mengutip karya Proudhon[24] Philosophie de la Misère (Filsafat Kemiskinan) sebagai contoh dari bentuk Sosialisme ini.

Kaum borjuis Sosialis menginginkan semua keuntungan dari kondisi sosial modern tanpa konflik kelas dan bahaya-bahaya yang secara tak terelakkan diakibatkannya. Mereka mendambakan kondisi masyarakat yang ada sekarang, minus elemen-elemen revolusionernya. Mereka menghendaki borjuasi tanpa proletariat. Kaum borjuis tentu saja membayangkan dunia di mana dia berkuasa sebagai dunia yang terbaik; dan Sosialisme borjuis mengembangkan konsepsi yang nyaman ini menjadi sistem yang kurang lebih sempurna. Ketika borjuasi meminta proletariat untuk turut serta merealisasikan sistem itu agar dapat langsung memasuki Yerusalem Baru, yang sesungguhnya dia kehendaki dari proletariat adalah untuk tetap berada di dalam batas-batas masyarakat yang ada dan mencampakkan semua kebenciannya terhadap borjuasi.

Bentuk kedua dari Sosialisme ini, yang lebih praktis tetapi kurang sistematis, bertujuan mengecilkan setiap gerakan revolusioner di mata kelas buruh, dengan menunjukkan bahwa mereka tidak membutuhkan perubahan politik. Yang mereka butuhkan hanyalah perubahan dalam kondisi material kehidupan mereka, perubahan secara ekonomi. Bagi bentuk Sosialisme ini, yang dimaksud dengan kondisi material kehidupan bukanlah penghapusan relasi produksi borjuis, sebuah penghapusan yang hanya bisa dicapai lewat revolusi. Yang dimaksud adalah reforma administratif, yang berdasarkan keberlangsungan relasi produksi borjuis; oleh karena itu reforma ini sama sekali tidak mempengaruhi relasi antara kapital dan buruh, tetapi, paling banter, mengurangi ongkos dan menyederhanakan kerja administratif pemerintahan borjuis.

Sosialisme Borjuis memperoleh ekspresi yang memadai jika, dan hanya jika, ia menjadi kiasan belaka.

Perdagangan bebas: demi kepentingan kelas buruh. Tarif bea: demi kepentingan kelas buruh. Perbaikan kondisi penjara: demi kepentingan kelas buruh. Inilah kata terakhir dari Sosialisme Borjuis, satu-satunya kata yang diutarakannya secara serius.

Ini disimpulkan dalam kalimat: kaum borjuis adalah borjuis, demi kepentingan kelas buruh.

3. SOSIALISME DAN KOMUNISME KRITIS-UTOPIS

Di sini kita tidak berbicara mengenai literatur yang dalam setiap revolusi besar modern selalu menyuarakan tuntutan proletariat, seperti tulisan-tulisan Babeuf[25] dan lainnya.

Upaya langsung pertama kaum proletar untuk mencapai tujuannya sendiri, yang dilakukannya pada masa pergolakan umum, ketika masyarakat feodal sedang ditumbangkan, tentu saja gagal karena proletariat saat itu belumlah berkembang, dan juga karena kondisi ekonomi untuk emansipasinya belumlah tercipta, dan hanya bisa tercipta oleh zaman borjuis yang akan datang. Literatur revolusioner yang menyertai gerakan-gerakan proletariat awal ini tentu saja memiliki karakter reaksioner. Literatur ini mengajarkan asketisme universal dan penyamarataan sosial dalam bentuknya yang paling kasar.

Apa yang disebut sistem Sosialis dan Komunis ini, yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh seperti Saint-Simon, Fourier, Owen, dan lainnya,[26] muncul pada permulaan periode perjuangan antara proletariat dan borjuasi yang pada saat itu belum berkembang.

Para pendiri sistem ini sebenarnya dapat melihat adanya antagonisme kelas, dan juga dampak dari anasir-anasir destruktif dalam masyarakat borjuis yang tengah bangkit. Tetapi yang mereka lihat di hadapan mereka adalah proletariat yang baru lahir, yang sama sekali tidak memiliki inisiatif historis atau gerakan politik yang independen.

Karena antagonisme kelas berkembang seiring dengan perkembangan industri, situasi ekonomi yang mereka temui belumlah menawarkan kepada mereka kondisi-kondisi material bagi emansipasi proletariat. Oleh sebab itu mereka mencari ilmu dan hukum sosial yang baru untuk menciptakan kondisi-kondisi tersebut.

Aktivitas historis digantikan dengan aktivitas yang diciptakan secara pribadi; kondisi-kondisi-kondisi historis untuk emansipasi proletariat digantikan dengan kondisi-kondisi khayalan; dan pengorganisasian proletariat sebagai kelas secara bertahap dan spontan digantikan dengan pengorganisasian masyarakat yang dirancang secara khusus oleh para pendiri sistem Sosialisme Utopis. Di mata mereka, sejarah masa depan diselesaikan dengan propaganda dan dengan mempraktikkan rencana sosial mereka.

Dalam menyusun rencana mereka, mereka sadar bahwa mereka tengah membela terutama kepentingan kelas buruh, sebagai kelas yang paling menderita. Kelas proletariat hanya eksis bagi mereka sebagai kelas yang paling menderita.

Kondisi perjuangan kelas yang belum berkembang, begitu juga keadaan di sekeliling mereka, membuat kaum Sosialis Utopis menganggap diri mereka jauh lebih superior daripada semua antagonisme kelas. Mereka ingin memperbaiki kondisi kehidupan semua anggota masyarakat, bahkan yang paling beruntung. Maka dari itu, mereka biasanya menyerukan gagasan mereka kepada masyarakat secara keseluruhan, tanpa memandang perbedaan kelas; tidak, sesungguhnya mereka lebih memilih berseru kepada kelas penguasa. Karena, bila orang-orang sudah memahami sistem mereka, bagaimana mungkin mereka gagal melihatnya sebagai rencana terbaik untuk bentuk masyarakat yang terbaik?

Oleh karena itu, mereka menolak semua aksi politik, dan terutama semua aksi revolusioner; mereka ingin mewujudkan cita-cita mereka dengan cara damai, yang sudah pasti akan gagal, dan mewartakan Injil sosial baru mereka dengan menunjukkan keteladanan.

Fantasi masyarakat masa depan seperti ini, yang dilukiskan ketika proletariat masih belum berkembang dan hanya memiliki pandangan remang-remang tentang kedudukan mereka sendiri, sesuai dengan hasrat naluriah awal kelas proletariat untuk merombak seluruh masyarakat.

Namun karya-karya Sosialis dan Komunis ini juga mengandung elemen kritis. Mereka menyerang setiap prinsip yang menyusun masyarakat yang ada. Oleh karenanya, karya-karya ini penuh dengan bahan-bahan yang paling berharga untuk mencerahkan kelas buruh. Kebijakan-kebijakan praktis yang diusulkan dalam karya-karya ini – seperti penghapusan perbedaan antara kota dan desa, penghapusan keluarga, penghapusan industri yang dikelola demi kepentingan pribadi, penghapusan sistem kerja-upahan, proklamasi keharmonisan sosial, mengubah fungsi negara menjadi semata pengawas produksi – semua usulan ini mengarahkan kita hanya ke satu tujuan: penghapusan antagonisme kelas, yang pada saat itu baru saja muncul, dan yang dalam karya-karya ini hanya dikenali dalam bentuknya yang paling awal, yang masih samar-samar dan tidak jelas. Maka dari itu, usulan-usulan ini murni bersifat Utopis.

Signifikansi dari Sosialisme dan Komunisme Kritis-Utopis memiliki relasi yang terbalik dengan perkembangan sejarah. Seiring dengan perkembangan perjuangan kelas modern dan semakin perjuangan ini mengambil bentuk yang definit, maka Sosialisme ini – yang memisahkan dirinya dari perjuangan kelas dan menyerang perjuangan kelas – semakin kehilangan semua nilai praktikal dan semua justifikasi teoritis. Oleh karena itu, walaupun para pendiri sistem Sosialis Utopis ini dalam banyak hal revolusioner, semua pengikut mereka tidaklah lebih dari sekte reaksioner belaka. Mereka berpegang teguh pada pandangan asli guru-guru mereka, kendati perkembangan historis kelas proletariat. Oleh karenanya, mereka secara konsisten ingin memadamkan perjuangan kelas dan mendamaikan antagonisme kelas. Mereka masih memimpikan realisasi eksperimen Utopia sosial mereka, mendirikan "phalanstere" terpencil, "Home Colonies" atau "Little Icaria"[27] – yakni Yerusalem Baru – dan untuk merealisasikan semua lamunan ini, mereka terpaksa memohon pada belas kasihan dan uang kaum borjuis. Perlahan-lahan, mereka tenggelam ke dalam kategori kaum Sosialis reaksioner [atau] konservatif seperti yang digambarkan di atas; satu-satunya perbedaan adalah mereka berlagak lebih pintar dan sistematis, dan mereka percaya secara fanatik dan mistis pada keajaiban ilmu sosial mereka.

Oleh karenanya mereka menentang keras semua aksi politik dari pihak kelas buruh. Menurut mereka, aksi politik hanya akan membuat buruh tidak percaya pada Injil baru mereka.

Pengikut Owen di Inggris menentang gerakan Chartist[28], dan pengikut Fourier di Prancis menentang Gerakan Reforma.[29]


IV. POSISI KAUM KOMUNIS SEHUBUNGAN DENGAN BERBAGAI PARTAI POSISI YANG ADA

Dalam Bab II telah dijelaskan hubungan kaum Komunis dengan partai-partai kelas buruh yang ada, seperti kaum Chartist di Inggris, dan kaum Reformis Agraria di Amerika.

Kaum Komunis berjuang untuk memenangkan tujuan-tujuan jangka pendek kelas buruh, serta menegakkan kepentingan sementara kelas buruh; tetapi dalam memperjuangkan gerakan masa kini, mereka juga mewakili dan memperjuangkan masa depan gerakan itu. Di Prancis, kaum Komunis bersekutu dengan kaum Sosial-Demokrat[30] dalam melawan borjuasi konservatif dan radikal, sementara tetap mempertahankan hak mereka untuk mengkritik frase-frase dan ilusi-ilusi yang diturunkan dari Revolusi besar.

Di Swiss, mereka mendukung Partai Radikal, tanpa melupakan fakta bahwa partai ini terdiri dari berbagai elemen yang antagonistis, sebagian kaum Sosialis Demokratik, dalam pengertian Prancis, dan sebagian kaum borjuis radikal.

Di Polandia, mereka mendukung partai yang mendorong program revolusi agraria sebagai syarat utama bagi emansipasi nasional, partai yang mengobarkan pemberontakan Krakow pada 1846.[31]

Di Jerman, kaum Komunis berjuang bersama-sama dengan borjuasi selama borjuasi itu bertindak secara revolusioner dalam melawan monarki absolut, pertuantanahan feodal, dan borjuasi kecil.

Tetapi mereka tidak pernah berhenti, barang sejenak pun, untuk membuat kelas buruh sadar sepenuhnya akan antagonisme tajam antara borjuasi dan proletariat. Dengan demikian, kelas buruh dapat langsung melawan kelas borjuis dengan menggunakan semua senjata yang disediakan oleh kondisi-kondisi sosial dan politik yang mesti diperkenalkan oleh kekuasaan borjuasi. Dengan demikian, setelah tumbangnya kelas-kelas reaksioner di Jerman, perjuangan melawan borjuasi itu sendiri dapat segera dimulai.

Kaum Komunis mengarahkan perhatiannya terutama ke Jerman, karena negeri itu ada di ambang revolusi borjuis, yang pasti akan diluncurkan di bawah kondisi peradaban Eropa yang lebih maju dan dengan proletariat yang jauh lebih berkembang dibandingkan proletariat Inggris pada abad ke-17[32], dan Prancis pada abad ke-18[33], dan karena revolusi borjuis di Jerman hanyalah pendahuluan dari revolusi proletar yang akan segera menyusul.

Pendeknya, kaum Komunis di mana-mana mendukung setiap gerakan revolusioner yang melawan tatanan sosial dan politik yang ada.

Di setiap gerakan ini, mereka mengedepankan masalah kepemilikan sebagai masalah terutama, terlepas tingkat perkembangan gerakan tersebut pada saat itu.

Akhirnya, mereka bekerja di mana-mana demi persatuan dan kesepakatan antar partai-partai demokratik di semua negeri.

Kaum Komunis tidak suka menyembunyikan pandangan dan cita-cita mereka. Mereka secara terbuka menyatakan bahwa cita-cita mereka hanya bisa dicapai dengan secara paksa menumbangkan semua kondisi sosial yang ada. Biarlah kelas penguasa gemetar di hadapan revolusi Komunis. Kaum proletar tidak akan kehilangan apapun kecuali belenggu mereka. Ada dunia yang harus mereka menangkan.

Kaum buruh sedunia, bersatulah!


Keterangan:

[1] Klemens von Metternich (1773-1859) adalah Kanselir Austria dari 1821 hingga 1848, di mana Revolusi 1848 melengserkannya. Metternich adalah seorang konservatif reaksioner.

[2] François Guizot (1787-1874) adalah politisi Prancis yang terkemuka sebelum Revolusi 1848. Sebagai seorang liberal konservatif, dia berjuang mempertahankan sistem monarki konstitusional. Dia menjabat sebagai Perdana Menteri Prancis dari 1847-1848, sebelum akhirnya ditumbangkan oleh Revolusi 1848. Sebelum revolusi pecah, Guizot mencoba melarang pertemuan politik, tetapi usahanya sia-sia, dan justru kebijakan represifnya memicu revolusi.

[3] Kaum Radikal Prancis adalah kaum liberal borjuis yang tuntutan utamanya adalah pembentukan republik borjuis.

[4] Yang dimaksud dengan borjuasi adalah kelas Kapitalis modern, pemilik alat-alat produksi sosial yang mempekerjakan buruh upahan. Yang dimaksud dengan proletariat adalah kelas pekerja-upahan modern, yang karena tidak memiliki alat-alat produksi mereka sendiri, terpaksa menjual daya-kerja mereka untuk bisa bertahan hidup. [Keterangan dari Engels untuk edisi Inggris 1888.]

[5] Yang dimaksud di sini adalah sejarah tertulis. Pada 1847, masyarakat pra-sejarah, organisasi sosial yang eksis sebelum sejarah tertulis, tidak diketahui oleh siapapun. Sejak itu, Haxthausen menemukan kepemilikan tanah kolektif di Rusia, Maurer membuktikan bahwa ini adalah fondasi sosial yang mengawali semua ras Teutonik dalam sejarah, dan, akhirnya, komunitas pedesaan terbukti merupakan bentuk masyarakat primitif yang ditemui di mana-mana dari India sampai Irlandia. Struktur internal masyarakat komunis primitif ini dipaparkan dalam bentuk tipikalnya oleh Lewis Henry Morgan, yang menemukan watak sesungguhnya gens dan relasinya dengan suku. Dengan hancurnya komunitas-komunitas purba ini, masyarakat mulai terdiferensiasi menjadi kelas-kelas yang terpisah dan akhirnya antagonistis. Saya telah mencoba menelusuri proses kehancuran masyarakat ini dalam Asal Usul Keluarga, Kepemilikan Pribadi, dan Negara, edisi kedua, Stuttgart, 1886. [Keterangan dari Engels untuk edisi Inggris 1888, dan edisi Jerman 1890 dengan kalimat terakhir dihapus.]

[6] Di Romawi Kuno, terutama selama periode awal, masyarakat terbagi sejumlah kelas, budak, orang bebas, patricia dan plebeian. Patricia adalah kelas penguasa di Romawi kuno yang terdiri dari segelintir keluarga bangsawan, yang adalah pemilik budak dan tuan tanah besar. Menurut mitos, raja Romawi pertama Romulus menunjuk 100 laki-laki untuk menjadi anggota senat, yang keturunannya menjadi kelas patricia. Plebeian adalah penduduk Romawi kuno yang bukan patricia, atau rakyat jelata. Mereka terdiri dari pekerja dan petani yang kebanyakan bekerja di tanah milik patricia.

[7] Selama feodalisme Abad Pertengahan, masyarakat terbagi menjadi tuan tanah bangsawan dan kaum hamba (serf). Kaum hamba bekerja di ladang, tambang, dan hutan milik tuan tanah. Mereka terikat pada tanah milik tuan tanahnya dan tidak diperbolehkan meninggalkannya, walaupun kaum hamba bukanlah budak yang bisa diperjual belikan. Kaum hamba wajib memberikan sebagian dari waktunya untuk mengerjakan ladang milik tuannya, dan sisa harinya dia mengolah ladangnya sendiri. Selain itu, kaum hamba juga dikenakan pajak dan wajib militer.

[8] Guild-master, yaitu anggota penuh gilda, seorang ahli di gilda, tetapi bukan kepala gilda. [Keterangan dari Engels untuk edisi Inggris 1888]

[9] Gilda adalah asosiasi pengrajin yang muncul pada akhir Abad Pertengahan, sekitar abad ke-12, dan mulai menghilang dengan munculnya kapitalisme. Misalnya ada gilda tukang kunci, pembuat gelas, tukang batu, dll. Sistem gilda adalah sistem industri selama masa feodal. Seorang tidak diperbolehkan bekerja sebagai pengrajin tanpa menjadi anggota gilda tersebut, dan keanggotaan terjaga sangat rapat. Dalam sistem gilda, ada guild-master, journeymen, dan apprentice. Seorang mulai bekerja dalam gilda pertama-tama sebagai apprentice di bawah arahan guild-master, di mana dia belajar teknik dan keahlian yang diperlukan. Setelah lulus latihan, dia menjadi journeymen, di mana dia tidak lagi terikat pada gilda tertentu dan dapat bekerja untuk gilda lainnya. Setelah beberapa tahun, journeymen dapat diterima menjadi anggota penuh gilda, atau guild-master. Dalam sistem industri gilda, journeymen dan apprentice dieksploitasi oleh guild-master yang memperkerjakan mereka dengan jam kerja panjang dan upah rendah.

[10] "Komune" adalah nama yang diberikan untuk kota-kota awal di Prancis, bahkan sebelum mereka memenangkan hak politik dan otonomi lokal sebagai "Estate Ketiga" dari tuan feodal mereka. Secara umum, untuk perkembangan ekonomi kaum borjuasi, Inggris dilihat sebagai contoh tipikal. Untuk perkembangan politik, Prancis. [Keterangan dari Engels untuk edisi Inggris 1888.]

"Komune" adalah nama yang diberikan untuk komunitas-komunitas urban oleh para penduduk kota Italia dan Prancis, setelah mereka telah membeli atau menaklukkan hak otonomi dari tuan feodal mereka. [Keterangan dari Engels untuk edisi Jerman 1890.]

[11] Dalam karya-karya awalnya pada 1840-50an, sebelum Marx menyempurnakan teori nilai lebihnya, Marx dan Engels menggunakan istilah "nilai kerja", "harga kerja", atau "penjualan kerja", yang merupakan konsep yang tidak tepat. Setelah Marx dalam teori ekonominya yang tertuang dalam Kapital membuktikan bahwa buruh menjual ke kapitalis bukan kerjanya tetapi daya-kerjanya (labour power), Marx dan Engels lalu menggunakan istilah yang lebih tepat. Dalam karya-karya selanjutnya, Marx dan Engels menggunakan istilah "nilai daya kerja", "harga daya kerja", "penjualan daya kerja".

[12] Setelah perjuangan bertahun-tahun, undang-undang Sepuluh Jam Kerja berhasil dimenangkan pada 1847. UU ini berhasil disahkan karena adanya perpecahan antara lapisan borjuasi industrial dan borjuasi pemilik-tanah. Kaum borjuis pemilik-tanah (atau aristokrasi tanah) membalas dendam pada borjuasi industrial karena dibatalkannya UU Gandum (Corn Law) pada 1846. UU Gandum ini mengatur tarif impor gandum dan biji-bijian, yang melindungi kepentingan borjuasi pemilik-tanah tetapi merugikan borjuasi industrial. UU Gandum ini berhasil dibatalkan karena dorongan dari borjuasi industrial, dan lalu untuk membalas dendam borjuasi pemilik-tanah mendukung UU Sepuluh Jam Kerja yang terutama merugikan pemilik pabrik.

[13] Dalam Kata Pengantar edisi Jerman 1872, Marx dan Engels menekankan bahwa poin-poin kebijakan yang diajukan di akhir Bab II ini bukanlah sesuatu yang berlaku kapan pun dan di mana pun. Karakter konkret dan aplikasi praktis dari kebijakan Komunis akan selalu tergantung pada kondisi historis yang ada pada saat itu.

[14] Di kemudian hari, Marx dan Engels telah mengubah posisinya sehubungan dengan tuntutan "Penghapusan Hak Waris" sebagai bagian dari program Komunis. Dalam "Report of the General Council on the Right of Inheritance" (1869) dan "Record of Marx's Speech on the Right to Inheritance. From the Minutes of the General Council Meeting of July 20, 1869", Marx menjelaskan bahwa hak waris bukanlah penyebab eksploitasi buruh, tetapi adalah dampak dari kondisi produksi borjuis. Alih-alih menghapus hak waris, yang diperlukan adalah menghapus kepemilikan borjuis atas alat-alat produksi. "Menghilangnya hak waris akan menjadi hasil alami dari perubahan sosial dalam kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi; tetapi penghapusan hak waris tidak akan pernah bisa menjadi titik awal dari transformasi sosial semacam itu," tulis Marx. Di sini, Marx berpolemik melawan Bakunin dan kaum anarkis yang bersikeras mengajukan tuntutan penghapusan hak waris sebagai titik tolak dari revolusi sosial.

[15] Dalam tuntutan "Penyitaan properti semua kaum emigran dan pemberontak", yang dimaksud oleh Marx dan Engels dengan "emigran" dan "pemberontak" adalah kaum penguasa yang melarikan diri ke luar negeri setelah pecahnya revolusi, dan yang lalu berkomplot untuk menumpas revolusi. Istilah "emigran" digunakan terutama pada saat Revolusi Prancis 1789, yang merujuk pada kaum bangsawan yang pada saat itu melarikan diri ke luar negeri.

[16] Revolusi Prancis 1830, juga dikenal dengan nama Revolusi Juli, adalah Revolusi Prancis kedua setelah Revolusi 1789. Dalam revolusi ini, kelas borjuasi menumbangkan monarki Bourbon di bawah Raja Charles X dan menggantikannya dengan sistem monarki konstitusional. Yang tampil sebagai pemenang utama yang memegang kekuasaan adalah salah satu faksi borjuasi besar: kapitalis perbankan, kapitalis bursa saham, pemilik perusahaan kereta api, pemilik tambang batu bara dan besi, sebagian tuan tanah besar, yakni lapisan aristokrasi finansial.

[17] Ini merujuk pada gerakan reforma UU pemilu. Di bawah tekanan kelas buruh, pemerintah Inggris mensahkan reforma elektoral pada 1832 yang membuka jalan bagi perwakilan kaum borjuasi industrial di dalam parlemen, dan mematahkan monopoli kaum aristokrat tanah dan finansial atas parlemen. Namun reforma elektoral ini tidak mengikutsertakan rakyat pekerja.

[18] Ini merujuk pada periode restorasi Monarki Bourbon pada 1814-1830, di mana kaum monarki berhasil menumbangkan Republik Prancis dan mengembalikan Louis XVIII ke singgasana.

[19] Kaum Legitimist Prancis adalah pendukung monarki Bourbon yang ditumbangkan pada 1830. Dalam memperjuangkan kembalinya monarki Bourbon, sebagian dari mereka menampilkan diri mereka sebagai pembela rakyat pekerja yang menentang eksploitasi buruh oleh kapitalis.

[20] "Inggris Muda" (Young England) dibentuk oleh sekelompok anggota Partai Konservatif pada awal 1840an. Mereka menentang pemerintahan borjuasi dan berniat mengembalikan Inggris ke masa feodal dan monarki absolut, dengan menggalang dukungan buruh untuk melawan borjuasi.

[21] Ini terutama berlaku di Jerman, di mana kaum aristokrat dan tuan tanah memiliki perkebunan yang sebagian besar dikelola untuk kepentingan mereka sendiri, dan terlebih lagi, mereka adalah penghasil gula bit dan penyuling alkohol kentang. Aristokrasi Inggris yang lebih kaya terlalu terhormat untuk melakukan ini; tetapi mereka juga tahu bagaimana menalangi pemasukan sewa mereka yang menjual nama mereka ke perusahaan gadai atau perusahaan saham gabungan yang tidak jelas. [Keterangan oleh Engels untuk edisi Inggris 1888.]

[22] Jean Charles Léonard de Sismondi (1773-1842) adalah sejarawan dan ekonom Swedia, seorang liberal yang mengkritik kapitalisme pasar-bebas. Dia mendukung intervensi pemerintah dalam ekonomi, dengan menganjurkan berbagai program tunjangan sosial, seperti tunjangan pengangguran, pajak progresif, regulasi jam kerja, dan dana pensiun. Sismondi adalah yang pertama kali menggunakan ungkapan proletariat untuk merujuk pada kelas pekerja modern.

[23] Ini merujuk pada karya Immanuel Kant Kritik Nalar Praktis, yang diterbitkan menjelang Revolusi Prancis pada 1788.

[24] Pierre-Joseph Proudhon (1809-1865) adalah filsuf dan ekonom dari Prancis, yang dianggap sebagai bapak anarkisme. Karyanya yang paling terkenal adalah "Apa itu Properti?" (1840) dan "Filsafat Kemiskinan" (1846). Marx menjawab karya tersebut dalam "Kemiskinan Filsafat" (1847), dan polemik ini menandai awal perpecahan antara Marxisme dan anarkisme.

[25] Francois-Noel Babeuf (1760-1797) adalah seorang agitator politik dan jurnalis selama Revolusi Prancis 1789. Dia menerbitkan koran Le Tribun du Peuple (Tribun Rakyat) yang membela kaum miskin dan menyerukan pemberontakan terhadap pemerintahan Direktorat yang diktatorial. Dia adalah komunis pertama yang memperjuangkan penghapusan kepemilikan pribadi. Karena perannya dalam usaha menumbangkan Pemerintahan Direktorat, dia ditangkap, diadili dan dijatuhi hukuman pancung.

[26] Saint-Simon, Comte (1760-1825) adalah seorang Sosialis Utopis dari Prancis. Selama Revolusi Prancis, dia dekat dengan kaum Jacobin. Dia juga berpartisipasi dalam Perang Kemerdekaan Amerika Serikat. Dia adalah bagian dari tendensi materialis dalam gerakan Pencerahan, dan salah satu pemikir yang pertama kali memahami bahwa politik ditentukan oleh ekonomi, dan segala sesuatu, termasuk sejarah, diatur oleh hukum-hukum yang bisa dipahami.

Charles Fourier (1772-1837) adalah seorang sosialis utopis dari Prancis. Lewat tulisannya, dia mengekspos kontradiksi antara retorika "liberty, fraternity, and equality" dengan realitas kapitalisme. Dia juga menggagas komunitas utopia yang disebutnya "phalanstere", sebuah bangunan kolektif di mana semua orang hidup bersama.

Robert Owen (1771-1851) adalah seorang kapitalis, filantropis dan reformis sosial dari Inggris. Dia adalah salah satu pemikir awal Sosialisme Utopis. Di New Lanark, Skotlandia, dia mendirikan komune industri, di mana dia menyediakan taraf hidup baik bagi para buruh serta keluarganya. Baginya kesejahteraan buruh dapat diperoleh lewat reforma dari atas, dari kebijakan yang tepat oleh kapitalis, alih-alih perjuangan dari kelas buruh itu sendiri. Setelah eksperimen komunenya gagal, dia menjadi aktif dalam gerakan serikat buruh.

[27] Phalanstere adalah koloni Sosialis yang dirancang oleh Charles Fourier; Icaria adalah nama yang diberikan oleh Cabet untuk Utopianya dan, di kemudian hari, untuk koloni Komunisnya di Amerika. [Keterangan oleh Engels untuk Edisi Inggris 1888.]

"Home Colonies" adalah nama yang diberikan Robert Owen untuk model masyarakat Komunisnya. Phalanstere adalah nama istana publik yang direncanakan oleh Fourier, Icaria adalah nama yang diberikan untuk tanah Utopia dan lembaga Komunis yang dilukiskan oleh Cabet. [Keterangan oleh Engels untuk edisi Jerman 1890.]

[28] Gerakan Chartist adalah gerakan politik pertama kelas buruh Inggris pada 1830-40an, dengan rapat dan demo massa yang melibatkan jutaan buruh di seluruh Inggris. Tujuan gerakan Chartist adalah memenangkan hak politik bagi kelas buruh, dengan tuntutan seperti hak memilih bagi semua warga berusia 21 tahun ke atas, surat suara rahasia, penghapusan syarat properti bagi anggota parlemen, gaji untuk anggota parlemen terpilih, pembagian dapil yang adil, dan pemilu setiap tahun.

[29] Gerakan Reforma di Prancis adalah gerakan politik pada 1840an, yang bertujuan menekan pemerintah untuk memperluas hak politik ke semua warga, yang pada saat itu hanya 1 persen warga dapat memilih dan dipilih.

[30] Kaum Sosial-Demokrat pada saat itu diwakili dalam Parlemen oleh Ledru-Rollin, dalam literatur oleh Louis Blanc, dalam pers oleh koran Réforme. Nama Sosial-Demokrasi berarti lapisan dari Partai Demokrat atau Republiken yang kurang-lebih memiliki kecenderungan sosialis. [Keterangan Engels di Edisi Inggris 1888.]

[31] Partai yang dimaksud di sini adalah Perhimpunan Demokratik Polandia, yang dibentuk pada 1832. Walaupun tidak secara eksplisit sosialis, partai ini terpengaruh oleh Pemikiran sosialis Utopis Prancis. Pada 21 Februari 1846, partai ini mengobarkan pemberontakan yang dikenal sebagai Pemberontakan Krakow untuk membebaskan Polandia dari penjajahan Kekaisaran Austria dan menerapkan reforma agraria serta program sosial lainnya. Pemberontakan ini ditumpas dan berakhir pada 3 Maret 1846, dengan ribuan korban. Kendati sebagian besar dipimpin oleh lapisan bangsawan, Marx dan Engels mendukung gerakan kemerdekaan Polandia ini.

[32] Ini merujuk pada Revolusi Inggris 1640-60an, di mana rejim feodal lama Inggris dihancurkan dan digantikan dengan tatanan kapitalis yang baru. Revolusi ini terutama dipimpin oleh Oliver Cromwell, yang berhasil menumbangkan dan memancung Raja Charles I.

[33] Ini merujuk pada Revolusi Prancis 1789, yaitu revolusi borjuis paling megah dalam sejarah, yang mengakhiri Monarki Prancis dan mendirikan Republik Prancis.