Jika kapital tumbuh, massa kerja-upahan tumbuh, jumlah buruh upahan tumbuh; singkatnya, penguasaan kapital meluas atas jumlah orang yang lebih besar. Marilah kita andaikan suatu keadaan yang paling baik: bila kapital produktif tumbuh, permintaan akan kerja bertambah; akibatnya harga kerja, upah, naik.
Sebuah rumah mungkin besar atau kecil; selama rumah-rumah di sekitarnya sama kecilnya ia memuaskan semua tuntutan sosial akan perumahan. Tetapi cobalah munculkan sebuah istana di samping rumah yang kecil, maka rumah itu akan mengerut dari rumah kecil menjadi gubug. Kini rumah kecil itu memperlihatkan bahwa pemiliknya hanya mempunyai permintaan yang sedikit atau sama sekali tidak ada; dan bagaimana pun ia akan menjulang tinggi dalam pertumbuhan peradaban, jika istana di sebelahnya menjulang dalam ukuran yang sama atau bahkan lebih besar, maka penghuni rumah yang dalam perbandingan kecil ini akan merasa makin tidak enak, tak puas dan terjepit di antara empat temboknya.
Kenaikan upah yang nyata bersyarat pada pertumbuhan cepat kapital produktif. Pertumbuhan cepat kapital produktif mengakibatkan pertumbuhan yang sama cepatnya dalam kekayaan, kemewahan, kebutuhan-kebutuhan sosial, kenikmatan-kenikmatan sosial. Jadi walaupun kenikmatan buruh telah meningkat, namun kepuasan sosial yang dipenuhinya telah berkurang dalam perbandingan dengan kenikmatan kaum kapitalis yang meningkat, yang tak dapat dicapai oleh buruh, dalam perbandingan dengan keadaan perkembangan masyarakat pada umumnya. Keinginan-keinginan dan kesukaan-kesukaan kita lahir dari masyarakat; oleh sebab itu kita mengukurnya menurut masyarakat dan bukannya menurut benda-benda pemuaskannya. Karena keinginan-keinginan dan kesukaan-kesukaan itu bersifat sosial, maka mereka bersifat relatif.
Pada umumnya, upah ditentukan bukan hanya oleh jumlah barang-dagangan yang dapat saya tukarkan upah itu. Upah mengandung berbagai hubungan.
Yang diterima oleh kaum buruh untuk tenagakerja mereka ialah, pertama-tama, sejumlah uang tertentu. Apakah upah ditentukan hanya oleh harga dalam uang ini?
Dalam abad ke enam belas, emas dan perak yang beredar di Eropa bertambah sebagai akibat dari penemuan tambang-tambang di Amerika yang lebih kaya serta lebih mudah dikerjakan. Karena itu nilai emas dan perak merosot dalam hubungannya dengan barang dagangan lainnya. Kaum buruh menerima jumlah mata-uang perak yang sama bagi tenagakerjanya sebagaimana semula. Harga dalam uang dari kerja mereka tetap sama, namun upah mereka telah turun, karena dalam pertukaran untuk jumlah perak yang sama mereka menerima jumlah barang-dagangan lain yang lebih sedikit. Ini adalah salah satu keadaan yang memajukan pertumbuhan kapital dan meningkatnya borjuasi dalam abad ke enam belas.
Marilah kita ambil suatu kejadian yang lain. Pada musim dingin tahun 1847 sebagai akibat panenan yang gagal, harga bahan-bahan keperluan hidup yang paling perlu, padi-padian, daging, mentega, keju, dll., meningkat secara besar-besaran. Andaikan kaum buruh menerima jumlah uang yang sama bagi tenaga kerja mereka sebagaimana semula. Bukankah upah mereka telah turun? Sudah tentu. Karena untuk uang yang sama mereka terima dalam pertukaran roti, daging, dsb. yang kurang. Upah mereka telah merosot bukannya karena nilai perak telah berkurang, tetapi karena nilai bahan-bahan keperluan hidup telah bertambah besar.
Andaikan, akhirnya, harga dalam uang dari kerja itu tetap sama sedangkan harga semua barang-barang pertanian dan pabrik telah turun karena digunakannya mesin-mesin baru, karena musim yang sangat baik dan sebagainya. Dengan uang yang sama buruh sekarang dapat membeli lebih banyak barang-dagangan dari segala macam. Upah mereka karena itu, telah meningkat justru karena nilai uang dari upah mereka tidak berubah.
Jadi, harga uang dari kerja, upah nominal, tidak sama dengan upah riil, yaitu dengan jumlah barang-dagangan yang sebenarnya didapat dalam pertukaran dengan upah. Karena itu bila kita berbicara tentang naik atau turun upah kita harus ingat tidak hanya akan harga kerja dalam bentuk uang, upah nominal.
Tetapi baik upah nominal, yaitu, sejumlah uang yang untuk itu buruh menjual dirinya kepada kaum kapitalis, maupun upah riil, yaitu jumlah barang-dagangan yang dapat dibelinya dengan uang itu, tidak menghabiskan hubungan-hubungan yang terkandung di dalam upah.
Upah, terutama ditentukan juga oleh hubungannya dengan keuntungan, dengan laba si kapitalis–upah dalam perbandingan, upah relatif.
Upah riil menyatakan harga kerja dalam hubungan dengan harga barang-dagangan lainnya; upah relatif, pada pihak lain, menyatakan andil kerja langsung dalam nilai baru yang telah diciptakannya itu dalam hubungan dengan andil yang jatuh pada kerja yang telah diakumulasi, pada kapital.
Telah kita katakan di atas: “Upah bukanlah andil si buruh dalam barang-dagangan yang dihasilkannya. Upah adalah sebagian dari barang dagangan-barang dagangan yang telah ada, dengan mana si kapitalis membeli untuk dirinya sendiri sejumlah tertentu tenaga kerja yang produktif.” Tetapi si kapitalis harus mendapat kembali upah ini dari harga dengan mana ia menjual barang hasil yang diproduksi oleh buruh; ia harus mendapatnya kembali dengan sedemikian rupa, sehingga baginya bersisa, pada galibnya, suatu kelebihan di atas biaya produksi yang dikeluarkannya, suatu laba. Bagi kapitalis, harga penjualan barang-dagangan yang dihasilkan oleh buruh dibagi menjadi tiga bagian: pertama, penggantian harga bahan-bahan mentah yang dibayarnya lebih dahulu bersama dengan penggantian penyusutan-harga perkakas, mesin-mesin dan alat-alat kerja lainnya yang juga sudah dibajarnya lebih dulu; kedua, penggantian upah yang dibayar lebih dulu olehnya, dan ketiga, kelebihan yang bersisa, laba si kapitalis. Sedangkan bagian pertama hanya mengganti nilai-nilai yang telah ada semulanya, sudahlah jelas bahwa baik pengganti upah dan juga laba-kelebihan dari si kapitalis, pada umumnya, diambil dari nilai baru yang diciptakan oleh kerja buruh dan ditambahkan pada bahan-bahan mentah. Dan dalam arti ini, untuk membandingkannya satu sama lain, kita dapat menganggap baik upah maupun laba sebagai bagian-bagian di dalam barang hasil buruh.
Upah riil bisa tetap sama, bahkan ia mungkin meningkat, namun upah relatif mungkin menurun. Marilah kita andaikan umpamanya, semua bahan-bahan keperluan hidup telah turun harganya dengan duapertiga, sedang upah harian, hanya turun sepertiga, artinya, misalnya, dari tiga mark menjadi dua mark. Walaupun buruh dengan dua mark ini dapat menguasai sejumlah barang-dagangan yang lebih besar ketimbang dulu dengan tiga mark, tetapi upahnya telah turun dalam hubungan dengan laba kapitalis. Laba kapitalis (umpamanya, tuan-pabrik) telah bertambah satu mark; yaitu, untuk jumlah lebih kecil nilai-nilai tukar yang dibayarnya kepada buruh, buruh harus menghasilkan sejumlah lebih besar nilai-nilai tukar ketimbang dulu. Andil kapital telah naik dibanding dengan andil kerja. Pembagian kekayaan sosial antara kapital dan kerja menjadi lebih-lebih tak sama. Dengan kapital yang sama, kapitalis menguasai jumlah kerja yang lebih besar. Kekuasaan kapitalis atas klas buruh telah bertambah besar, kedudukan sosial buruh telah menjadi lebih buruk, telah ditekan setapak lebih rendah lagi di bawah kedudukan kapitalis.
Maka, apakah hukum umum yang menentukan naik-turunnya upah dan laba dalam hubungan timbal-baliknya?
Upah dan laba berbanding balik satu sama lain. Andil kapital, laba, naik dalam perbandingan yang sama dengan turunnya andil kerja, upah, dan sebaliknya. Laba naik sebanyak turunnya upah; laba turun sebanyak naiknya upah.
Keberatannya, mungkin akan diajukan bahwa kaum kapitalis bisa mendapatkan laba dari pertukaran barang hasil-barang hasil secara menguntungkan dengan kapitalis lainnya, dengan memperbanyak permintaan akan barang-dagangannya, baik sebagai hasil pembukaan pasar-pasar baru, atau sebagai hasil pertambahan sementara dalam permintaan di pasar-pasar lama, dsb.; bahwa laba kapitalis dapat, karena itu, meningkat dengan merugikan kaum kapitalis lainnya, dengan tak tergantung pada naik-turunnya upah, pada nilai-tukar tenagakerja; atau bahwa laba si kapitalis mungkin juga meningkat disebabkan perbaikan perkakas kerja, penggunaan baru kekuatan alam, dll.
Pertama-tama, haruslah diakui bahwa akibatnya tetap sama walaupun ia ditimbulkan dari jalan yang berlawanan. Memang, laba tidak naik karena upah telah turun, tetapi upah turun karena laba telah naik. Dengan jumlah kerja orang lain yang sama, kapitalis telah memperoleh jumlah lebih besar nilai-nilai tukar, tanpa membayar lebih banyak bagi kerja untuk itu; jadi artinya, kerja dibayar lebih sedikit jika dibanding dengan laba bersih yang dihasilkan kerja itu bagi kapitalis.
Lagipula, kita peringatkan, bahwa walaupun terjadi kegoyangan-kegoyangan harga barang-barang dagangan, harga rata-rata setiap barang-dagangan, perbandingan pertukarannya dengan barang dagangan lain, ditentukan oleh biaya produksinya. Karena itu rugi merugikan di dalam kelas kapitalis mesti mempertimbangkan satu sama lainnya. Perbaikan mesin-mesin, penggunaan baru kekuatan alam untuk mengabdi produksi, memberi kemungkinan menciptakan jumlah barang hasil yang lebih besar dalam suatu jangka waktu tertentu dengan jumlah kerja dan kapital yang sama, tetapi sekali-kali bukan jumlah nilai-nilai tukar yang lebih besar. Jika dengan penggunaan mesin-pemintal, saya dapat dalam satu jam menghasilkan benang dua kali lebih banyak ketimbang sebelum penemuan mesin itu, andaikan, seratus pon dan bukan lagi lima puluh, maka lama-kelamaan untuk seratus pon ini dalam pertukaran saya tidak akan menerima barang-dagangan lebih ketimbang dahulu untuk limapuluh pon, sebab biaya produksi telah turun separuh, atau sebab saya dapat menghasilkan barang hasil duakali lipat dengan biaya yang sama.
Akhirnya, biar dalam perbandingan yang bagaimanapun juga kelas kapitalis, borjuasi, baik dari satu negeri ataupun dari pasar seluruh dunia, membagi laba bersih dari produksi di antara mereka sendiri, jumlah total laba bersih ini senantiasa terdiri hanya dari jumlah, yang, pada umumnya, sudah ditambahkan oleh kerja langsung pada kerja yang diakumulasi. Karena itu, jumlah keseluruhan ini bertambah dalam perbandingan sebagaimana kerja memperbesar kapital, yaitu dalam perbandingan sebagaimana laba naik jika dibanding dengan upah.
Karena itu, tampaklah bahwa sekalipun kita tetap di dalam hubungan kapital dengan kerja-upahan, kepentingan kapital dan kepentingan kerja-upahan secara langsung bertentangan.
Pertambahan cepat kapital berarti pertambahan cepat laba. Laba dapat bertambah dengan cepat hanya jika harga kerja, jika upah relatif, turun dengan sama cepatnya. Upah relatif dapat turun walaupun upah riil naik bersamaan dengan upah nominal, dengan nilai uang dari kerja, tetapi bila tidak naik dalam perbandingan yang sama dengan laba. Jika umpamanya, pada saat perusahaan berjalan baik, upah naik dengan lima persen, dan pada pihak lain laba naik dengan tiga puluh persen, maka upah dalam perbandingan, upah relatif, tidak bertambah melainkan berkurang.
Jadi jika pendapatan buruh bertambah bersama dengan pertumbuhan cepat kapital, maka jurang sosial yang memisahkan buruh dari kapitalis bertambah besar pada waktu itu juga, dan begitu pula kekuasaan kapital atas kerja, tergantungnya kerja pada kapital bertambah pada waktu itu juga.
Mengatakan bahwa buruh mempunyai kepentingan akan pertumbuhan cepat kapital hanya berarti bahwa makin cepat kaum buruh memperbanyak kekayaan orang lain, makin banyak remah-remah yang akan jatuh padanya, makin besar jumlah buruh yang dapat dipekerjakan dan dihidupkan, dan makin banyak dapat diperbanyak massa budak yang bergantung pada kapital.
Jadi kita telah melihat bahwa:
Bahkan keadaan yang paling menguntungkan pun bagi klas buruh, pertumbuhan secepat-cepatnya dari kapital, biar bagaimana pun juga keadaan itu dapat memperbaiki kehidupan material buruh, ia tidak menghilangkan antagonisme antara kepentingan buruh dengan kepentingan borjuasi, kepentingan kaum kapitalis. Laba dan upah tetap berbanding balik sebagai sediakala.
Jika kapital tumbuh dengan cepat, upah dapat naik; laba kapitalis lebih cepat dengan tak terbandingkan. Kedudukan material buruh telah diperbaiki, tetapi atas ongkos kedudukan sosialnya. Jurang sosial yang memisahkan dia dari kapitalis telah diperluas.
Akhirnya:
Mengatakan bahwa syarat yang paling menguntungkan bagi kerja upahan adalah pertumbuhan secepat-cepatnya dari kapital produktif, hanya berarti bahwa semakin cepat kelas buruh memperbanyak dan memperbesar kekuasaan yang bermusuhan dengan dia, kekayaan yang tidak menjadi miliknya dan menguasai dia, maka semakin menguntungkanlah syarat-syarat di mana ia diperkenankan bekerja lagi untuk memperbanyak kekayaan borjuasi, untuk memperbesar kekuasaan kapital, puas dengan menempa bagi dirinya rantai emas dengan mana burjuasi menyeret dia dibelakang dirinya.
Apakah pertumbuhan kapital produktif dan kenaikan upah benarbenar tak dapat dipisahkan sebagaimana yang dinyatakan oleh para ahli ekonomi borjuis? Kita tidak boleh percaya begitu saja akan kata-kata mereka. Bahkan kita tidak boleh mempercayai mereka bila mereka mengatakan bahwa semakin gemuk kapital, maka akan semakin baik budaknya dipupuk. Kaum borjuis terlampau pandai; ia berhitung terlalu baik untuk dapat memiliki prasangka-prasangka tuan-feodal yang memperagakan kilau-kemilau pengiring-pengiringnya. Syaraf-syaraf hidup borjuasi memaksanya untuk berhitung.
Karena itu, kita harus meneliti lebih dalam:
Bagaimanakah bertumbuhan kapital produktif mempengaruhi upah?
Jika, pada umumnya, kapital produktif masyarakat borjuis bertambah, maka terjadilah akumulasi kerja yang lebih berlipatganda. Kapital-kapital bertambah jumlahnya dan luasnya. Pertambahan jumlah kapital-kapital memperbesar persaingan di antara kaum kapitalis. Keluasan yang makin bertambah dari kapital-kapital itu menyediakan alat-alat untuk membawa armada kerja yang lebih kuat dengan perkakas-perkakas perang yang lebih raksasa ke dalam medan pertempuran industri.
Satu kapitalis dapat menghalau kapitalis lain dari lapangan dan merebut kapitalnya hanya dengan menjual lebih murah. Agar dapat menjual lebih murah tanpa membangkrutkan dirinya, dia mesti berproduksi lebih murah, yaitu, meningkatkan daya-produksi kerja sebanyak mungkin. Tetapi daya-produksi kerja ditingkatkan, pertama-tama, oleh suatu pembagian kerja yang lebih besar, dengan penggunaan secara lebih umum dan perbaikan terus-menerus atas mesin-mesin. Makin besar massa kerja yang di antara mereka itu kerja dibagi, makin raksasa keluasan penggunaan mesin, maka makin berkurang biaya produksi secara sebanding, makin bermanfaat kerja itu. Karena itu, perlombaan umum timbul di antara kaum kapitalis untuk memperbanyak pembagian kerja dan mesin-mesin, dan mempergunakannya dalam ukuran yang sebesar mungkin.
Jika, sekarang, dengan pembagian kerja yang lebih besar, dengan penggunaan mesin-mesin baru dan perbaikan mesin-mesin itu, dengan penggunaan kekuatan-kekuatan alam secara lebih menguntungkan dan lebih luas, seorang kapitalis menemukan alat-alat untuk memproduksi dengan jumlah kerja yang sama atau dengan kerja yang diakumulasi yang sama, suatu jumlah barang hasil, barang-dagangan, yang lebih besar dari saingan-saingannya, jika ia dapat, umpamanya, menghasilkan genap satu meter lenan dalam waktu kerja yang sama di mana saingan-saingannya menenun setengah meter, bagaimanakah kapitalis ini lalu akan bekerja?
Ia dapat terus menjual setengah meter lenan dengan harga pasar yang lama; namun ini bukan jalan untuk menghalau lawannya dari lapangan dan memperbesar penjualannya sendiri. Tetapi dalam ukuran yang sama dengan bertambah luasnya produksinya, kebutuhannya untuk menjual bertambah juga. Alat-alat produksi yang lebih kuat dan lebih mahal yang telah dihidupkannya itu memungkinkan dia, memang, menjual barang-dagangannya lebih murah, akan tetapi pada waktu itu juga mereka memaksa dia menjual lebih banyak barang-dagangan, merebut pasar yang jauh lebih besar untuk barang-dagangannya; karena itu, kapitalis kita ini akan menjual setengah meter lenannya lebih murah ketimbang saingannya.
Akan tetapi, si kapitalis tak akan menjual seluruh satu meter semurah saingannya menjual setengah meter, walaupun produksi seluruh satu meter ini bagi dia tidak makan biaya lebih banyak ketimbang setengah meter bagi yang lain. Kalau tidak demikian, ia tidak akan mendapatkan untung tambahan apapun melainkan hanya mendapatkan kembali biaya produksi dalam pertukaran. Pendapatannya yang mungkin lebih besar akan diperoleh dari kenyataan bahwa ia telah menggerakkan kapital yang lebih besar, tetapi bukan karena ia telah membikin lebih banyak untung dari kapitalnya ketimbang orang-orang lain. Lagipula, ia mencapai maksud yang hendak dicapainya itu, jika ia menetapkan harga barang-barangnya hanya sedikit persen lebih rendah ketimbang harga barang-barang saingan-saingannya. Ia menghalau mereka dari lapangan, merenggut dari mereka sedikitnya sebagian dari penjualan mereka, dengan menjual di bawah harga mereka. Dan, akhirnya, perlulah diingat bahwa harga yang berlaku senantiasa berada di atas atau di bawah biaya produksi, sesuai dengan apakah penjualan barang-dagangan itu terjadi dalam suatu musim industri yang baik atau tidak baik. Persentase yang si kapitalis, yang telah menggunakan alat-alat produksi baru dan lebih bermanfaat, menjual di atas biaya produksinya yang sesungguhnya akan berubah-ubah tergantung pada apakah harga pasar dari satu meter lenan berada di bawah atau di atas biaya produksi yang biasa berlaku sampai saat itu.
Tetapi, posisi istimewa kapitalis kita ini tidak langgeng; kapitalis-kapitalis lain yang bersaing menggunakan mesin-mesin yang sama, pembagian kerja yang sama, menggunakan mesin-mesin itu dalam ukuran yang sama atau lebih besar, dan penggunaan ini akan menjadi demikian umum sehingga harga lenan diturunkan bukan hanya di bawah biaya produksinya yang lama, tetapi di bawah biaya produksinya yang baru.
Jadi, kaum kapitalis ternyata berada dalam posisi yang sama dalam hubungan satu terhadap yang lain seperti sebelum digunakannya alat-alat produksi yang baru, dan jika mereka dengan alat-alat ini dapat menyediakan produksi sebanyak dua kali lipat dengan harga yang sama, mereka kini dipaksa menyediakan hasil yang dualipat itu di bawah harga yang lama. Di atas dasar biaya produksi yang baru ini, permainan yang sama mulai lagi. Pembagian kerja yang lebih banyak, mesin-mesin lebih banyak, perluasan ukuran eksploitasi mesin-mesin dan pembagian kerja. Dan persaingan lagi menimbulkan kontra-aksi yang sama terhadap hasil ini.
Kita lihat bagaimana dengan jalan ini cara produksi dan alat-alat produksi terus-menerus diubah, direvolusionerkan, bagaimana pembagian kerja mesti diikuti oleh pembagian kerja yang lebih besar, penggunaan mesin-mesin oleh penggunaan mesin-mesin secara lebih besar lagi, kerja pada ukuran yang luas oleh kerja pada ukuran yang lebih luas lagi.
Itulah hukum yang berkali-kali melempar produksi borjuis keluar dari jalannya yang lama dan memaksa kapital memperhebat tenaga-tenaga produktif kerja, sebab ia telah memperhebat tenaga-tenaga itu, ialah hukum yang tidak memperkenankan kapital berhenti dan terus-menerus berbisik pada telinganya: “Terus! Terus!”
Hukum ini tak lain dari hukum yang, di dalam kegoyangan-kegoyangan periode-periode perdagangan, mesti menyamaratakan harga suatu barang-dagangan dengan biaya produksinya. Betapa kuat pun alat-alat produksi yang dibawa seorang kapitalis ke dalam lapangan, persaingan akan membuat alat-alat produksi ini menjadi umum dan sejak saat ia telah menjadikan alat-alat produksi itu umum, maka satu-satunya hasil dari bertambah manfaat kapitalnya itu ialah bahwa ia sekarang harus menyediakan dengan harga yang sama sepuluh, dua puluh, seratus kali sebanyak dahulu. Tetapi karena ia harus menjual mungkin seribu kali sebanyak dulu agar dapat mengimbangi harga penjualan yang lebih rendah dengan jumlah penjualan barang hasil yang lebih besar, sebab sekarang diperlukan penjualan yang lebih luas, bukan hanya untuk mendapat laba lebih banyak tetapi untuk mengganti biaya produksi–perkakas produksi itu sendiri, seperti yang kita ketahui, menjadi makin mahal–dan sebab penjualan massal ini menjadi masalah hidup dan mati tidak saja bagi dia tetapi juga bagi lawannya, maka perjuangan yang lama mulai lagi dengan semakin kerasnya, semakin bermanfaat alat-alat produksi yang sudah ditemukan itu. Oleh karena itu pembagian kerja dan penggunaan mesin-mesin akan berjalan lagi dalam ukuran lebih besar yang tak ada bandingnya.
Bagaimanapun juga kekuatan alat-alat produksi yang digunakan, persaingan berusaha merampas dari kapital buah-buah emas kekuatan ini dengan membawa kembali harga barang-dagangan ke biaya produksi, dengan begitu membuat produksi yang lebih murah–penyediaan jumlah baranghasil yang semakin banyak dengan harga total yang sama–suatu hukum perintah dalam ukuran yang sama sebagaimana produksi dapat dimurahkan, yaitu, semakin banak yang dapat dihasilkan dengan jumlah kerja yang sama. Jadi si kapitalis dengan usahanya sendiri tak akan memenangkan apapun kecuali kewajiban untuk menyediakan lebih banyak dalam waktu kerja yang sama, singkatnya, syarat-syarat yang lebih sulit untuk membesarkan nilai kapitalnya. Karena itu, seraya persaingan terus-menerus mengejar dia dengan hukumnya tentang biaya produksi dan setiap senjata yang ditempa kapitalis menentang lawannya kembali menentang dia sendiri, si kapitalis terus-menerus berusaha memperdaya persaingan dengan menggunakan secara tak henti-hentinya mesin-mesin baru, yang memang lebih mahal tetapi menghasilkan lebih murah, dan menggantikan pembagian kerja yang lama dengan pembagian kerja baru, dan dengan tak menunggu sampai persaingan membuat yang baru itu menjadi usang.
Jika sekarang kita bayangkan pada diri kita keributan yang seperti demam ini terjadi pada waktu yang sama di seluruh pasar dunia, maka akan dapat di mengerti bagaimana pertumbuhan, akumulasi dan konsentrasi kapital mengakibatkan suatu pembagian kerja yang tidak putus-putus, dan penggunaan mesin-mesin baru serta penyempurnaan mesin yang lama dengan tergopoh-gopoh serta pada ukuran yang lebih raksasa lagi.
Tetapi bagaimanakah keadaan-keadaan ini, yang tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan kapital produktif, mempengaruhi penentuan upah?
Pembagian kerja yang makin besar memungkinkan seorang buruh mengerjakan pekerjaan dari lima, sepuluh, duapuluh orang; karena itu melipatgandakan persaingan di antara kaum buruh dengan lima kali, sepuluh kali dan dua puluh kali lipat. Kaum buruh tidak hanya bersaing karena seorang menjual dirinya lebih murah ketimbang lainnya; bersaing karena satu orang mengerjakan pekerjaan lima, sepuluh, dua puluh buruh; dan pembagian kerja yang mulai digunakan oleh kapital dan terus-menerus ditingkatkan memaksa kaum buruh bersaing dengan sesamanya menurut cara itu.
Selanjutnya, seraya pembagian kerja meningkat, kerja disederhanakan. Kecakapan khusus dari buruh menjadi tidak berharga. Ia diubah menjadi tenaga produktif sederhana yang samanada yang tak perlu menggunakan ketekunan jasmani atau rohani yang hebat. Kerjanya menjadi kerja yang tiap orang dapat mengerjakan. Karena itu, saingan-saingan mengerumuninya dari segala sudut, dan di samping itu kita mengingatkan pembaca bahwa makin sederhana dan mudah dipelajari kerja, makin rendah biaya produksi yang diperlukan untuk menguasai kerja itu, makin merosotnya upah, sebab, seperti harga setiap barang-dagangan lain, ia ditentukan oleh biaya produksi.
Karena itu, seraya kerja menjadi makin tak memuaskan, makin menjijikkan, persaingan bertambah dan upah berkurang. Buruh berusaha mempertahankan jumlah upahnya dengan bekerja lebih banyak, baik dengan menambah jam kerjanya, ataupun dengan memproduksi lebih banyak dalam satu jamnya. Didorong oleh kekurangan, maka ia memperbesar lagi pengaruh jelek dari pembagian kerja. Akibatnya ialah semakin banyak ia bekerja, semakin sedikit upah yang diterimanya, dan alasannya sederhana saja ialah bahwa ia bersaing sedemikian luas dengan teman-temannya buruh, dan karenanya, membuat mereka menjadi sedemikian banyak pesaing yang menawarkan dirinya justru dengan syarat-syarat sejelek yang ditawarkannya sendiri, dan karena itu, dalam tingkat terakhir ia bersaing dengan dirinya sendiri, dengan dirinya sendiri sebagai anggota dari klas buruh.
Mesin-mesin membawa akibat yang sama dalam ukuran yang jauh lebih besar, dengan menggantikan buruh ahli dengan tidak ahli, laki-laki dengan perempuan, orang dewasa dengan anak-anak. Mesin membawa akibat yang sama, ditempat ia mulai digunakan secara baru, dengan melemparkan buruh kerja-tangan ke jalan-jalan secara besar-besaran, dan ditempat ia dikembangkan, diperbaiki dan diganti dengan mesin-mesin yang lebih produktif, dengan melepas buruh secara sekelompok-sekelompok kecil. Kita telah melukiskan di atas, dalam garis-garis besar, tentang perang keindustrian dari kaum kapitalis di antara mereka sendiri; perang ini mempunyai keistimewaannya bahwa pertempuran-pertempurannya dimenangkan bukan dengan penarikan melainkan lebih dengan pelepasan armada kerja. Jendral-jendralnya, kaum kapitalis, bersaing satu sama lain siapakah yang dapat melepas serdadu industri yang terbanyak.
Para ahli ekonomi memang memberitahukan kita, bahwa buruh yang menjadi berlebihan karena mesin, mendapatkan cabang-cabang pekerjaan yang baru.
Mereka tak berani menyatakan secara langsung bahwa buruh itu juga yang sudah dipecat mendapatkan tempat di dalam cabang-cabang kerja yang baru. Kenyataan-kenyataan sesungguhnya hanya menyatakan bahwa alat-alat pekerjaan yang baru akan terbuka bagi bagian-bagian lain dari klas buruh, umpamanya, bagi bagian dari generasi muda kaum buruh yang telah siap memasuki cabang industri yang telah binasa itu. Ini, sudah tentu, hiburan yang besar bagi buruh yang dicabut warisannya. Kaum kapitalis yang sangat terhormat tidak pernah kekurangan akan darah dan daging baru yang akan dihisap, dan akan membiarkan yang mati mengubur orang-orang mati mereka. Inilah suatu hiburan yang diberikan borjuasi lebih banyak kepada dirinya sendiri ketimbang yang mereka berikan kepada kaum buruh. Andaikan seluruh klas buruh upahan dilenyapkan oleh mesin-mesin, betapa mengerikan hal ini bagi kapital yang, tanpa kerja-upahan, tak lagi menjadi kapital!
Tetapi, marilah kita umpamakan, bahwa buruh yang langsung dilempar dari pekerjaan mereka oleh mesin-mesin, pada menunggu pekerjaan ini, mendapatkan jabatan baru. Apakah orang mengira bahwa ini akan dibayar setinggi pekerjaan yang telah hilang? Itu akan bertentangan dengan semua hukum ekonomi. Kita telah melihat bagaimana industri modern senantiasa mengakibatkan suatu pekerjaan yang lebih pelik dan tinggi dengan pekerjaan yang lebih sederhana dan rendah.
Maka bagaimanakah suatu massa buruh yang telah dilemparkan dari suatu cabang industri oleh mesin bisa mendapatkan tempat di cabang lain jika tidak dibayar lebih rendah dan lebih jelek?
Buruh yang bekerja dalam pembuatan mesin-mesin itu sendiri dinyatakan sebagai suatu kekecualian. Segera setelah lebih banyak mesin-mesin diperlukan dan dipergunakan dalam industri, katanya, mesti ada penambahan mesin-mesin, karenanya juga pembuatan mesin-mesin dan juga pekerjaan buruh di dalam pabrik-pabrik pembuatan mesin; dan kaum buruh yang bekerja dalam cabang ini dikatakan kaum ahli, bahkan terdidik.
Sejak tahun 1849, pernyataan ini yang bahkan sebelumnya hanya setengah benar, kehilangan segala kemiripan akan kebenaran, karena mesin-mesin yang semakin bermacam-macam telah digunakan dalam pabrik pembuatan mesin, tidak lebih dan tidak kurang dalam pembuatan benang kapas, dan kaum buruh yang dipekerjakan dalam pabrik-pabrik mesin yang dihadapkan dengan mesin-mesin yang tinggi penyempurnaannya, hanya dapat menjalankan peranan mesin-mesin yang tinggi ketidaksempurnaannya.
Tetapi sebagai ganti orang telah dipecat oleh karena mesin, pabrik mempekerjakan mungkin tiga anak dan satu perempuan! Dan bukanlah upah satu orang laki-laki harus mencukupi untuk tiga anak dan seorang perempuan? Bukankah upah minimum harus mencukupi untuk memelihara dan membiakkan rasnya? Maka, apakah yang dibuktikan oleh kata-kata yang disukai burjuasi ini? Tidak lain dari bahwa sekarang dihabiskan hidup buruh empat kali lebih banyak ketimbang dulu untuk memperoleh nafkah bagi satu keluarga buruh.
Marilah kita simpulkan: Makin banyak kapital produktif tumbuh, makin banyak pembagian kerja dan penggunaan mesin-mesin diperluas. Makin banyak pembagian kerja dan penggunaan mesinmesin diperluas, makin diperluaslah persaingan di antara buruh dan makin susutlah upah mereka.
Lagipula, klas buruh mendapatkan calon-calon dari lapisan-lapisan atasan masyarakat juga; suatu massa pengusaha industri kecil danrentenir kecil dilemparkan ke bawah ke dalam barisan-barisanburuh, dan tidak mempunyai pekerjaan baik apapun kecuali dengan mendesak mengulurkan tangannya di samping kaumburuh. Jadi hutan tangan yang diangkat tinggi menuntut pekerjaanitu makin lebat seraya tangan-tangan itu sendiri makin kurus.
Jelas bahwa si pengusaha industri kecil tidak dapat hidup terus dalam perlombaan, yang salah satu syaratnya yang pertama ialah menghasilkan dengan ukuran yang semakin besar, artinya, justru menjadi seorang pengusaha yang besar dan bukan yang kecil.
Bahwa bunga atas kapital berkurang dalam ukuran yang sama sebagaimana massa dari jumlah kapital bertambah, sebagaimana kapital tumbuh; bahwa, karena itu, rentenir kecil tak dapat lagi hidup dari bunganya tetapi harus menerjunkan dirinya ke dalam industri dan akibatnya, membantu memperbesar barisan-barisan pengusaha industri kecil dan dengan demikian calon-calon untuk proletariat–semua ini sudah tentu tidak perlu penjelasan lebih lanjut.
Akhirnya, karena kaum kapitalis dipaksa oleh gerakan yang tergambar di atas, untuk mengeksploitasi alat-alat produksi raksasa yang sudah ada dalam ukuran yang lebih besar dan untuk menggerakkan semua tuas kredit guna tujuan ini, terjadilah pertambahan yang bersesuaian dalam gempa-gempa industri, dan dalam gempa-gempa itu dunia perdagangan hanya dapat mempertahankan dirinya dengan mengorbankan sebagian dari kekayaan, dari barang hasil dan bahkan dari tenaga-tenaga produktif kepada dewa-dewa dari dunia bawah–pendek kata, krisis-krisis bertambah. Krisis menjadi makin kerap dan makin hebat sudah dari sebab ini saja bahwa seraya jumlah produksi, dan karenanya kebutuhan akan pasar-pasar yang diperluas, bertambah, pasar dunia menjadi makin susut, makin sedikit pasar-pasar baru yang tinggal tersedia bagi penghisapan, karena setiap krisis yang terdahulu telah menundukkan kepada perdagangan dunia, suatu pasar yang hingga saat itu belum direbut atau hanya dihisap sepintas lalu. Tetapi kapital tidak hidup hanya dari kerja. Bagaikan seorang tuan-besar yang ningrat dan juga biadab, ia menyeret bersama dirinya ke dalam kuburan mayat-mayat budaknya, korban ratusan buruh yang binasa dalam krisis-krisis. Jadi kita lihat: jika kapital tumbuh dengan cepat, persaingan di antara kaum buruh tumbuh dengan jauh lebih cepat, artinya alat-alat pekerjaan, bahan-bahan keperluan hidup kelas buruh berkurang makin banyak dalam perbandingannya, dan meskipun demikian, pertumbuhan cepat kapital adalah syarat yang paling menguntungkan bagi kerja-upahan