Tuan Annenkov yth.
Semestinya anda menerima jawaban saya atas surat anda tanggal 1 November, tetapi ini tidak terjadi karena toko buku baru minggu lalu mengirimkan pada saya buku Monsieur Proudhon, The Philosophy ofPoverty. Buku itu telah saya baca dan selesai dalam dua hari agar dapat segera menyampaikan pada anda pendapatku tentang buku itu. Karena saya membaca buku itu dengan sangat tergesa-gesa, saya tidak dapat membicarakan hingga terperinci sekali, tetapi hanya dapat menyampaikan pada anda kesan umum yang saya peroleh darinya. Jika anda menghendaki, saya dapat membicarakannya secara mendetail dalam sepucuk surat kedua.
Dengan terus-terang saya mesti mengaku bahwa buku itu menurutku buruk pada umumnya, dan sangat jelek. Anda sendiri tertawa dalam surat anda pada “sekelumit filsafat Jerman” yang diperagakan M. Proudhon dalam karya tiada bentuk dan pretensius ini, tetapi anda beranggapan bahwa argumen ekonominya tidak terinfeksi oleh racun filsafatnya. Saya sendiri jauh daripada menuduhkan kesalahan-kesalahan dalam argumen ekonomikal pada filsafat M. Proudhon. M Proudhon tidak menyajikan suatu kritik palsu mengenai ekonomi politik karena ia adalah pemilik suatu teori filsafat yang absurd, teapi ia memberikan pada kita suatu teori filsafat yang absurd karena ia gagal memahami sistem sosial dewasa ini dalam engrenement-(proses merangkaikan/menghubungkan dalam suatu rangkaian)nya, ini menggunakan sebuah kata yang seperti banyak lainnya dipinjam M. Proudhon dari Fourier.
Mengapa M. Proudhon berbicara tentang Tuhan, tentang nalar universal, tentang nalar kemanusiaan yang impersonal dan yang tidak pernah salah, yang selalu setara dengan dirinya sendiri selama berabad-abad dan yang tentangnya orang cuma memerlukan kesadaran tepat agar mengetahui kebenaran? Mengapa ia bersandar pada Hegeliansime yang lembek untuk memberikan pada dirinya sendiri tampang seorang pemikir yang berani?
M. Proudhon serndiri yang memberikan kunci pada enigma ini.
M. Proudhon melihat dalam sejarah suatu rentetan perkembangan sosial; ia menemukan kemajuan dilaksanakan dalam sejarah; akhirnya ia mendapatkan bahwa manusia, sebagai individual-individual, tidak mengetahui yang sedang mereka kerjakan dan salah mengenai gerak mereka sendiri, yaitu, perkembangan sosial mereka pada penglihatan pertama tampaknya jelas, terpisah dan berdiri sendiri dari perkembangan individual mereka. Ia tidak dapat menerangkan fakta ini, dan karenanya ia cuma membikin-bikin hipotesis mengenai nalar universal mengungkapkan dirinya sendiri. Tidak ada yang lebih mudah daripada membikin-bikin sebab-sebab mistikal, yaitu, frase-frase yang tidak mengandung akal sehat.
Tetapi, tatkala M. Proudhon mengakui bahwa ia tidak mengerti sedikitpun tentang perkembangan historis kemanusiaan – ia mengakui hal ini dengan menggunakan kata-kata yang bernada-tinggi seperti: Nalar Universal, Tuhan, dan sebagainya – tidakkah dengan begini ia secara implisit kdan mau-tidak-mau mengakui bahwa dirinya tidak mampu memahami perkembangan ekonomi?
Apakah masyarakat itu, apa dan bagaimanapun bentuknya? Produk dari tindakan timbal-balik orang-orang. Bebaskan orang memilih masyarakat yang bentuknya begini atau bentuknya yang begitu bagi diri mereka sendiri? Sama sekali tidak bisa. Andaikanlah suatu kelas dan perkembangan tertentu dalam tenaga-tenaga produktif manusia dan anda akan mendapatkan suatu bentuk perdagangan dan konsumsi yang tertentu pula. Andaikan tahap-tahap perkembangan tertentu dalam produksi, perdagangan dan konsumsi, dan anda akan mendapatkan bentukan sosial yang bersesuaian, suatu organisasi keluarga yang bersesuaian, dari tatanan-tatanan atau dari kelas-kelas, singkat kata, suatu masyarakat sipil (madani) yang bersesuaian.
Andaikan sebuah masyarakat sipil tertentu dan akan anda dapatkan kondisi-kondisi politikal tertentu yang hanya merupakan ungkapan resmi dari masyarakat sivil. M. Proudhon tidak akan pernah memahami hal ini karena ia mengira dirinya sedang melakukan sesuatu yang besar dengan menghimbau dari negara pada masyarakat – yaitu, dari resume/ikhtisar resmi masyarakat pada masyarakat resmi.
Adalah terlalu berlebihan untuk menambahkan bahwa manusia tidak bebas memilih “tenaga-tenaga produktif” mereka –yang adalah dasar dari seluruh sejarah mereka– karena setiap tenaga produktif adalah suatu tenaga perolehan, produk dari aktivitas sebelumnya. Karenanya, tenaga-tenaga produktif adalah hasil energi praktikal manusia; tetapi energi ini sendiri dikondisikan oleh keadaan-keadaan dalam mana manusia mendapatkan diri mereka, oleh tenaga-tenaga produktif yang sudah diperoleh, oleh bentuk sosisal yang sudah ada sebelumnya, yang tidak mereka ciptakan, yang adalah produk dari generasi yang mendahului mereka. Karena kenyataan sederhana bahwa ksetiap generasi berikutnya mendapatkan dirinya memiliuki tenaga-tenaga produktif yang diperoleh generasi sebelumnya, yang berlaku sebagai bahan-bahan mentah bagi produksi baru, maka lahirlah suatu koherensi (perpautan) di dalam sejarah manusia, suatu sejarah kemanusiaan terbentuk yang semakin merupakan suatu sejarah kemanusiaan karena tenaga-tenaga produktif manusia dan karenanya hubungan-hubungan sosialnya telah semakin berkembang. Dari situ mau tidak mau menyusul bahwa sejarah sosial manusia tidak lain dan tidak bukan adalah sejarah perkembangan individual mereka, baik hal itu mereka sadari atau tidak sadari. Hubungan-hubungan material mereka adalah dasar dari semua hubungan-hubungan mereka. Hubungan-hubungan material ini hanyalah bentuk-bentuk yang diharuskan untuk merealisasikan aktivitas material dan individual mereka.
M. Proudhon mencampur-adukkan gagasan-gagasan dan hal-hal ikhwal. Manusia tidak pernah melepaskan yang telah dimenangkannya, tetapi ini tidak berarti bahwa mereka tidak pernah melepaskan benmtuk sosial yang di dalamnya mereka telah memperoleh tenaga-tenaga produktif tertentu. Sebaliknya, agar supaya mereka tidak dirampas hasil yang telah dicapainya, dan kehilangan buah-buah peradaban, mereka diharuskan – sejak saat bentuk perdagangan mereka tidak lagi bersesuaian dengan tenaga-tenaga produktif yang diperoleh– untuk mengubah semua bentuk-bentuk sosial tradisional mereka. Saya menggunakan kata “lalu lalang” (commerce) di sini dalam arti seluas-luasnya, sebagaimana kita menggunakan kata verkehr dalam bahasa Jerman. Misalnya, hak-hak istimewa (prvivilese-privilese), lembaga gilde-gilde dan korporasi-korporasi, rezim regulatori Abad-abad Pertengahan, adalah yang merupakan hubungan-hubungan sosial satu-satunya yang bersesuaian dengan tenaga-tenaga produktif telah dicapai dan bersesuaian dengan kondisi sosial yang ada sebelumnya dan dari padanya lembaga-lembaga ini telah lahir. Di bawah perlindungan rezim korporasi-korporasi dan regulasi-regulasi, modal diakumulasi, perdagangan seberang lautan dikembangkan, koloni-koloni dibangun. Tetapi buah-buahnya berarti akan hilang bagi manusia apabila mereka mencoba mempertahankan bentuk-bentuk yang mengayomi mematanmgnya buah-buah ini. Dari situlah menyambarnya dua petir – Revolusi-revolusi tahun 1645 dan tahun 1688. Semua bentuk ekonomi lama, hubungan-hubungan sosial yang bersesuaian dengannya, kondisi-kondisi politikal yang menjadi ungkapan resmi dari masyarakat sivil lama, semua itu dihancurkan di Inggris. Dengan demikian maka bentuk-bentuk ekonomi yang dengannya manusia berproduksi, berkonsumsi dan melakukan pertukaran, adalah semuanya bersifat peralihan (transitori) dan historis. Dengan diperolehnya fakultas-fakultas produktif baru, manusia menguba cara produksi dan dengan cara produksi itu semua hubungan ekonomi yang cuma sekedar hubungan-hubungan yang diperlukan dari cara produksi tertentu ini.
Inilah yang tidak dimengerti M. Proudhon dan bahkan lebih tidak diperagakannya. M. Proudhon yang tidak mampu mengikuti gerak sesungguhnya dari sejarah, membuat suatu fantasmagoria yang dengan pongah menyatakan diri sebagai puncaknya dialektika. Ia tidak merasa perlu untuk berbicara tentang abad-abad ke tujuh belas, ke delapan belas atau ke sembilan belas bagi proses-proses sejarahnya alam alam-imajinasi yang berkabut dan menjulang jauh di atas ruang dan waktu. Singkat kata, itu bukan sejarah tetapi rongsokan lama Hegelian, itu bukan sejarah duniawi –suatu sejarah kemanusiaan– tetapi sejarah keramat – suatu sejarah dari ide-ide. Dari sudut pandangnya, manusia Cuma alat yang digunakan oleh ide atau nalar abadi untuk mengungkap diri sendiri. Evolusi-evolusi yang dibicarakan M. Proudhon dipahami sebagai evolusi-evolusi sebagaimana yang digenapkan dalam lubuk mistik ide mutlak itu. Jika orang merobek cadar dari bahasa mistikal ini, jadinya adalah bahwa M. Proudhon menawarkan pada kita tatanan yang di dalamnya kategori-kategori ekonomi menata dirinya sendiri di dalam kepalanya. Tidaklah memerlukan banyak pengerahan tenaga dari pihak saya untuk membuktikan bahwa itu adalah tatanan dari suatu pikiran yang sangat amburadul.
M. Proudhon memulai bukunya dengan sebuah disertasi tentang nilai, yang memang menjadi subjek kegemarannya. Sekarang ini saya tidak akan melakukan suatu pemeriksaan atas disertasi ini.
Rangkaian evolusi-evolusi ekonomi dari nalar abadi mulai dengan “pembagian kerja.” Bagi M. Proudhon pembagian kerja itu sesuatu yang sederhana sekali. Padahal, tidakkah rezim kasta itu juga suatu pembagian kerja tertentu? Tidakkah rezim korporasi-korporasi suatu pembagian kerja yang lain? Dan tidakkah pembagian kerja di bawah sistem manufaktur, yang di Inggris dimulai sekitar pertengahan abad ke tujuh belas dan berakhir pada bagian akhir abad ke delapanbelas, juga sangat berbeda dari pembagian kerja dalam industri modern raksasa?
M. Proudhon begitu jauhnya dari kebenaran sehingga ia mengabaikan yang bahkan para ahli ekonomi yang duniawi perhatikan. Ketika M. Proudhon berbicara tentang pembagian kerja ia tidak merasa perlu menyebutkan pasar dunia. Bagus. Namun ;tidakkah pembagian kerja pada abad-abad ke empat belas dan lima belas, ketika belum terdapat koloni-koloni, ketika Amerika masih belum eksis bagi Eropa, dan Asia Timur hanya ada baginya (bagi Eropa) lewat perantaraan Konstantinopel, adalah secara fundamental berbeda dari yang ada pada abad ke tujuhbelas ketika koloni-koloni sudah berkembang?
Dan itu belum semuanya. Adakah seluruh organisasi intern dari bangsa-bangsa (nasion-nasion), adakah semua hubungan-hubungan internasional mereka tidak lain dan tidak bukan adalah ungkapan dari suatu pembagian kerja tertentu? Dan tidakkah ini berubah ketika pembagian kerja itu berubah?
M. Proudhon begitu dangkal memahami masalah pembagian kerja sehingga ia bahkan tidak pernah menyebutkan perpisahan kota dan desa yang terjadi di Jerman, misalnya, dari abad ke sembilan hingga abad ke duabelas. Demikianlah bagi M. Proudhon, pemisahan ini adalah suatu hukum abadi karena ia tidak mengetahui asal-usulnya maupun perkembangannya. Di sepanjang bukunya ia berbicara sepertinya penciptaan suatu cara produksi tertentu ini akan bertahan hingga akhir zaman. Segala yang dikatakan M. Proudhon mengenai pembagian kerja hanyalah sebuah ringkasan, dan lebih dari itu suatu ringkasan yang sangat dangkal dan tidak lengkap dari yang telah dikatakan oleh Adam Smith dan ribuan orang lainnya sebelum dirinya (M. Proudhon).
Evolusi kedua adalah “permesinan.” Hubungan antara pembagian kerja dan mesin adalah sepenuh-penuhnya mistikal bagi M. Proudhon. Setiap jenis pembagian kerja mempunyai alat-alat produksinya yang khusus. Antara pertengahan abad ke tujubelas dan pertengahan abad delapanbelas, misalnya, orang tidak membuat segala sesuatu dengan tangan. Terdapat mesin-mesin, dan mesin-mesin yang sangat rumit, seperti perkakas tenun, bahtera, pengumpil, dan sebagainya.
Karenanya tidak ada yang lebih absurd daripada menderivasi mesin dari pembagian kerja pada umumnya.
Sambil lalu boleh juga saya menyatakan bahwa, tepat sebagaimana M. Proudhon tidak memahami asal-usul permesinan, ia lebih tidak memahami lagi perkembangannya. Orang dapat mengatakan bahwa sampai tahun 1825 –periode krisis umum pertama– tuntutan-tuntutan konsumsi pada umumnya telah meningkat lebih pesat daripada produksi, dan perkembangan permesinan adalah suatu konsekuensi yang niscaya dari kebutuhan-kebutuhan pasar. Sejak 1825 penemuan dan penerapan permesinan cuma hasil belaka dari pergulatan antara kaum buruh dan kaum majikan. Namun ini hanya benar bagi Inggris. Sedangkan bagi nasion-nasion Eropa, mereka itu didera untuk mengadopsi permesinan karena persaingan Inggris, baik di pasar-pasar dalam negeri mereka maupun di pasar dunia. Akhirnya, di Amerika Utara sendiri introduksi mesin disebabkan oleh persaingan dengan negeri-negeri lain maupun karena kekurangan tenaga pekerja, yaitu, karena adanya disproporsi (ketidak seimbanan) antara penduduk Amerika Utara dan kebutuhan-kebutuhan industrialnya. Dari fakta ini dapatlah dilihat kebijaksanaan apa yang dikembangkan Monsieur Prouydhon ketika ia memanterakan hantu persaingan sebagai evolusi ketiga, antitesis terhadap permesinan!
Yang terakhir dan pada umumnya, adalah sepenuhnya absurd untuk menjadikan “permesinan” suatu kategori ekonomi secara berdampingan dengan pembagian kerja, persaingan, kredit dan sebagainya.
Permesinan tidaklah lebih merupakan suatu kategori ekonomi daripada lembu yang menyeret luku. Penerapan mesin dewasa ini adalah salah satu hubungan sistem ekonomi kita masa kini, tetapi cari permesinan itu dipergunakan secara total berbeda dari permesinan itu sendiri. Bubuk tetaplah bubuk, apakah ia dipakai untuk melukai seseorang atau untuk mengobati luka-lukanya.
M. Proudhon melampaui dirinya sendiri ketika ia memperkenankan persaingan, monopoli, pajak-pajak atau polis-polis, neraca perdagangan, kredit dan pemilikan berkembang di dalam kepalanya menurut urutan sebagai saya menyebutkannya. Nyaris semua lembaga perkreditan telah dikembangkan di Inggris pada awal abad ke delapan belas, sebelum penemuan mesin-mesin. Kredit publik hanyalah suatu cara segar untuk meningkatkan pemajakan dan pemuasan tuntutan-tuntutan baru yang diciptakan oleh naiknya burjuasi pada kekuasaan. Akhirnya, kategori terakhir dalam sistem M. Poroudhon terbentuk oleh pemilikan. Dalam dunia nyata, sebaliknya, pembagian kerja dan semua kategori M. Proudhon yang lainnya adalah hubungan-hubungan sosial yang dalam keseluruhannya membentuk yang dewasa ini dikenal sebagai pemilikan: diluar hubungan-hubungan ini pemilikan burjuis tidak lain dan tidak lebih daripada suatu ilusi metafisikal atau juristik. Pemilikan dari suatu kurun waktu lain, pemilikan feodal, berkembang dalam serentetan hubungan-hubungan sosial yang sepenuhnya berlainan. M. Proudhon, dengan menegakkan pemilikan sebagai suatu hubungan yaqng bebas, melakukan lebih dari sebuah kesalahan dalam metode: ia dengan jelas menunjukan bahwa dirinya tidak menangkap hal ikatan yang meragamkan semua bentuk produksi burjuis, bahwa dirinya tidak memahami sifat “historis” dan “transitori” (sementara/peralihan) bentuk-bentuk produksi dalam suatu kurun waktu tertentu. M. Proudhon, yang tidak memandang lembahga-lembaga siosial kita sebagai produk-produk historis, ;yang tidak dapat memahami asal-usul maupun perkembangan mereka, hanya dapat menghasilkan kritik dogmatik mengenai semua itu.
Karenanya M. Proudhon terpaksa lari pada sebuah fiksi agar dapat menjelaskan perkembangan. Ia membayangkan bahwa pembagian kerja, kredit, permesinan, dsb., semuanya ditemukan untuk melayani ide pancangannya, ide mengenai persamaan/keadilan. Penjelasannya itu sungguh kepandiran sublim. Hal-hal ini ditemukan untuk kepentingan-kepentingan keadilan tetapi malangnya semua itu berbalik terhadap keadilan. Inilah seluruh persoalannya. Dengan kata-kata lain, M. Proudhon membuat suatu pengandaian Cuma-Cuma dan kemudian, ketika perkembangan sesungguhnya berlawanan fiksinya di setiap langkah dan sudut, ia menyimpulkan akan adanya suatu kontradiksi. Ia menyembunyikan fakta bahwa kontradiksi itu semata-mata ada antara ide-ide pancangannya dan gerak sesungguhnya.
Demikianlah, M. Proudhon terutama karena ia kekurangan pengetahuan historis, maka tidak memahami bahwea dengan berkembangnya tenaga-tenaga produktif manusia, yaitu dalam kehidupan mereka, mereka itu mengembangkan hubungan-hubungan tertentu satu sama lainnya dan bahwa sifat hubungan-hubungan ini mau tidak mau berubah bersama perubahan dan pertumbuhan tenaga-tenaga produktif itu. Ia tidak memahami bahwa “kategori-kategori ekonomi” hanya “ungkapan abstrak” dari hubungan-hubungan aktual ini dan hanyalah tetap berlaku selama hubungan-hubungan itu ada. Karena itulah ia terjerumus ke dalam kesalahan para ahli ekonomi burjuis, yang menganggap kategori-kategori ekonomi ini sebagai hukum-hukum abadi dan tidak sebagai hukum-hukum historis yang adalah semata-mata hukum-hukum bagi suatu perkembangan historis tertentu, untuk suatu perkembangan tertentu dari tenaga-tenaga produktif. Karena itu, ganti menganggap kategori-kategori politikal-ekonomi ini sebagai ungkapan-ungkapan abstrak dari hubungan-hubungan sosial historis, transitori, yang sesungguhnya, Monsieur Proudhon, berkat suatu pembalikan mistik, melihat dalam hubungan-hubungan sesungguhnya itu cuma perwujudan dari abstraksi-abstraksi ini. Abstraksi-abstraksi itu sendiri adalah perumusan-perumusan yang ngendon di jantung Alah Bapa sejak awal dunia.
Tetapi, di sini M. Proudhon kita yang baik terjerumus ke dalam kejang-kejang intelektual yang amat seangat. Apabila semua kategori ekonomik ini adalah pancaran-pancaran dari jantung Tuhan, adalah kehidupan tersembunyi dan kekal dari manusia, bagaimanakah kejadiannya, pertama-tama, bahwa ada yang disebut perkembangan, dan kedua, bahwa M. Proudhon tidaklah seorang konservatif? Ia menjelaskan kontradiksi-kontradiksi yang jelas-jelas ini dengan suatu sistem antagonisme yang menyeluruh.
Untuk mendapatkan kejelasan mengenai sistem antagonisme-antagonisme ini marilah kita mengambil sebuah contoh.
“Monopoli” adalah sesuatu yang baik, karena ia adalah suatu kategori ekonomi dan karenanya suatu pancaran dari Tuhan. Persaingan adalah sesuatu yang baik karena ia juga suatu kategori ekonomik. Namun yang tidak baik adalah realitas dari monopoli dan realitas dari persaingan itu. Yang lebih buruk lagi adalah kenyataan bahwa persaingan dan monopoli saling mengganyang satu sama lain. Apakah yang harus dilakukan? Karena kedua ide kekal dari Tuhan ini saling berkontradiksi, tampaknya jelas sekali padanya bahwa terdapat juga di lubuk Tuhan suatu sintesis dari keduanya, di mana kejahatan-kejahatan monopoli diseimbangkan dengan persaingan dan vice versa. Sebagai hasil pergulatan di antara kedua ide itu, hanya sisi baiknya yang akan tampak pada kita. Orang harus menyambar ide rahasia ini dari Tuhan dan kemudian menerapakannya dan segala sesuatu akan jadilah yang paling baik; perumusan sintetik yang tersembunyikan dalamn kegelapan nalar manusia yang tidak mempribadi harus diungkapkan. M. Proudhon tidak ragu-ragu sejenak pun untuk maju ke depan sebagai pengungkapnya.
Tetapi, lihatlah sejenak pada kehidupan nyata. Dalam kehidupan ekonomi masa kini anda tidak hanya akan menjumpai persaingan dan monopoli, tetapi juga sintesis mereka, yang bukanlah sebuah “perumusan” (formula), melainkan adalah sebuah “gerakan.” Monopoli menghasilkan persaingan, persaingan menghasilkan monopoli. Tetapi kesetaraan ini, sebaliknya daripada menghilangkan kesulitan-kesulitan keadaan dewasa ini, sebagaimana para ahli ekonomi borjuis membayangkannya, menghasilkan suatu situasi yang semakin sulit dan membingungkan. Maka, jika anda mengubah landasan yang di atasnya hubungan-hubungan ekonomi dewasa ini bertumpu, jika anda mentghancurkan cara produksi “masa-kini,” maka anda tidak hanya akan menghancurkan persaingan, monopoli dan antagonisme mereka, melainkan juga akan menghancurkan kesatuan mereka, sintesis mereka, gerakan yang adalah keseimbangan yang sesungguhnya dari persaingan dan monopoli.
Nah akan saya berikan sekarang sebuah contoh dari dialektika Monsieur Proudhon.
“Kebebasan” dan “perbudakan” merupakan sebuah antagonisme . Tidak perlu berbicara mengenai sisi baik dan sisi buruk dari kebebasan, juga – berbicara mengenai perbudakan– tidak perlu membicarakan sisi buruknya. Satu-satrunya hal yang mesti dijelaskan adalah sisi baiknya. Kita tidak membicarakan perbudakan tidak langsung, perbudakan proletariat, tetapi mempersoalkan perbudakan langsung, perbudakan ras-ras hitam di Suriname, di Brazil, di Negara-negara Bagian Selatan dari Amerika Utara.
Perbudakan langsung dewasa ini sepenuhnya merupakan poros industrialisme kita seperti halnya mesin, perkreditan dan sebagainya. Tanpa perbudakan tidak adalah kapas; tanpa kapas tidak adalah industri modern. Perbudakan telah memberi nilai pada koloni-koloni; koloni-koloni telah menciptakan perdagangan dunia; perdagangan dunia menjadi syarat mutlak bagi industri mesin besar-besaran. Demikianlah, sebelum lalu-lintas orang negro dimulai, koloni-koloni menyuplai Dunia Lama dengan produk-produk yang sedikit sekali dan tidak membuat suatu perubahan yang tampak pada wajah bumi. Perbudakan karenanya merupakan suatu kategori ekonomi dengan arti-penting tertinggi. Tanpa perbudakan, maka Amerika Utara –negeri yang paling progresif– akan ditransformasi menjadi sebuah negeri patriarkal. Cukup anda menghapus Amerika Utara dari peta bangsa-bangsa, dan yang anda dapatkan adalah anarki, pembusukan total dari perdagangan dan peradaban modern. Tetapi, membiarkan perbudakan menghilang berarti menyapu Amerika Utara dari peta bangsa-bangsa. Dan karenanya, kartena ia adalah suatu kategori ekonomik, kita mendapati perbudakan di setiap bangsa sejak awal dunia.Bangsa-bangsa modern Cuma mengetahui caranya menyembunyikan perbudakan di negeri-negeri mereka sendiri, sambil secara terbuka mereka mengimportnya ke Dunia Baru. Sesudah pengamatan-pengamatan mengenai perbudakan ini, bagaimanakah M. Proudhon kita yang terhormat itu melanjutkannya? Ia akan mencari sintesis antara kebebasan dan perbudakan, jalan tengah atau keseimbangan antara perbudakan dan kebebasan.
Monsieur Proudhon telah dengan sangat baik menangkap kenyataan bahwa manusia memproduksi kain, lenan, sutera, dan adalah suatu jasa besar dari pihak M. Proudhon bahwa dirinya telah menangkap sejumlah hal kecil ini! Yang tidak ditangkapnya adalah bahwa orang-orang ini, sesuiai kemampuan-kemampuan mereka, telah juga memproduksi “hubungan-hubungan sosial” di dalam mana mereka membuat kain dan lenan itu! Yang lebih tidak dipahaminya adalah bahwa orang-orang yang memproduksi hubungan-hubungan sosial mereka sesuai dengan produktivitas material mereka, juga memproduksi “ide-ide,” “kategori-kategori,” yaitu ekspresi ideal abstrak dari hubungan-hubungan sosial itu pula. Dengan demikian kategori-kategori tidaklah lebih kekal-abadi daripada hubungan-hubungan yang mereka ekspresikan itu. Itu semua adalah produk-produk historis dan transitori.
Bagi M. Proudhon, sebaliknya, abstraksi-abstraksi, kategori-kategori adalah sebab primordial. Menurutnya itulah, dan bukan manusia, yang membuat sejarah. “Abstraksi-abstraksi,” “kategori sebagaimana adanya,” yaitu terpisah dari manusia dan aktivitas material mereka, sudah barang tentu kekal, tidak bisa berubah, tidak digerakkan; ia hanyaklah satu bentuk dari keberadaan nalar murni; yang hanyalah satu cara lainh untuk mengatakan bahwa abstraksi itu sendiri adalah abstrak. Sungguh sebuah tautologi yang mempesona!
Demikian, dipandang sebagai kategori-kategori, hubungan-hubungan ekonomi bagi M. Proudhon adalah formula-formula kekal-abadi tanpa asal-usul atau kemajuan.
Biarlah kita mengatakan secara lain: M. Proudhon tidak secara langsung menyatakan bahwa “kehidupan burjuis” bagi dirinya adalah suatu “kebenaran abadi”; ia menyatakan itu secara tidak langsung dengan mendewakan kategori-kategori yang mengekspresikan hubungan-hubungan borjuis dalam bentuk pikiran. Ia menganggap produk-produk masyarakat borjuis sebagai makhluk-makhluk/keberadaan-keberadaan abadi yang lahir secara spontan, yang diberkati suatu kehidupan mereka sendiri, seketika mereka itu menghadirikan diri mereka sendiri pada pikirannya dalam bentuk kategotri-kategori, dalam bentuk pikiran. Jadi, ia tidak bangkit di atas kaki langit borjuis. Selagi dirinya beroperasi dengan ide-ide borjuis, kebenaran abadi yang dipraperkirakannya, ia mencari suatu sintesis, suatu keseimbangan/ekuilibrium dari ide-ide ini, dan tidak melihat bahwa metode satu itu, yang dengannya mereka mencapai ekuilibrium, adalah satu-satunya metode yang memungkinkannya.
Sesungguhnya, M. Proudhon telah melakukan yang dilakukan semua borjuasi yang baik. Mereka semua mengatakan bahwa pada asasnya, yaitu dipandang sebagai ide-ide abstrak, persaingan, monopoli, dsb, adalah satu-satunya landasan kehidupan, tetapi bahwa di dalam praktek mereka itu masih menyisakan banyak sekali kekurangan. Semua mereka itu menghendaki persaingan tanpa akibat-akibat mematikan dari persaingan. Semua mereka itu menginginkan yang tidak mungkin, yaitu, kondisi-kondisi keberadaan (kehidupan) burjuis tanpa keharusan konsekuensi-konskuensi dari kondisi-kondisi itu. Tiada di antara mereka memahami bahwa bentuk produksi burjuis adalah historis dan transitori, tepat sebagaimana bentuk feodal adanya. Kesalahan ini lahir dari kenyataan bahwa manusia burjuiis bagi mereka merupakan satu-satunya landasan yang mungkin bagi setiap masyarakat; mereka tidak dapat membayangkan sebuah masyarakat di mana manusia berhenti sebagai borjuis.
Karena itu M. Proudhon tidak bisa tidak adalah seorang “doktriner.”
Baginya gerak historis yang menjungkir-balikkan dunia masa-kini telah menyusut menjadi masalah menemukan ekuilibrium yang tepat, sintesis dari dua pikiran borjuis. Dan dengan begitu si pintar itu, dengan kelicikannya, dapat mengungkapkan pikiran Tuhan yangh tersembunyi, kesatuan dari dua pikiran terisolasi – yang hanya terisolasi karena M. Proudhon telajh mengisolasinya dari kehidupan praktikal, dari produksi masa-kini, yaitu dari kesatuan realitas-realitas yang mereka ekspresikan.
Gantinya gerakan bersejarah yang besar yang lahir dari konflik antara tenaga-tenaga produktif yang sudah dicapai oleh manusia dan hubungan-hubungan sosial mereka yang sudah tidak bersesuaian lagi dengan tenaga-tenaga produktif ini; gantinya peperangan-peperangan yang mengerikan yang sedang disiapkan antara berbagai kelas di dalam setiap bangsa dan di antara berbagai bangsa; gantinya aksi massa yang praktikal dan penuh kekerasan sebagai penyelesaian satu-satunya untuk konflik-konflik itu – gantinya gerakan besar, berkepanjangan dan rumit ini, Monsieur Proudhon memberikan gerak-ulah dari kepalanya sendiri. Jadinya yalah orang-orang terpelajar yang membuat sejarah, orang-orang yang tahu caranya mencuri pikiran-pikiran rahasia Tuhan. Orang-orang biasa cuma tinggal menerapkan wahyu-wahyu orang-orang terpelajar itu. Kini anda mengertilah mengapa M. Proudhon adalah yang dinyatakan sebagai musuh dari setiap gerakan politik. Pemecahan masalah-masalah sekarang bagi dirinya tidaklah terletak pada aksi publik, tetapi dalam perputaran dialektikal dari pikirannya sendiri. Karena baginya kategori-kategori itu adalah tenaga pendorong, maka tidak perlu mengubah kehidupan praktikal untuk mengubah kategori-kategori itu. Justru sebaliknya. Orang mesti mengubah kategori-kategori itu dan konsekuensinya ialah terjadinya perubahan dalam masyarakat yang ada itu.
Dalam hasratnya untuk mendamaikan kontradiksi-kontradiksi itu Monsieur Proudhon bahkan tidak bertanya apakah dasar kontradiksi-kontradiksi itu sendiri tidak mesti ditumbangkan. Ia presis seperti doktriner politik yang menginginkan raja dan dewan para wakil dan dewan para sesepuh sebagai bagian-bagian integral dari kehidupan sosial, sebagai kategori-kategori abadi. Yang dicarinya hanyalah sebuah perumusan baru yang dengannya dibentuknya suatu keseimbangan/ekuilibrium antara kekuatan-kekuatan yang keseimbangannya justru ada di dalam gerakan aktual, di mana satu kekuatan sekarang penakluknya dan kemudian budak yang lainnya. Demikianlah dalam abad ke XVIII itu sejumlah pikiran sedang-sedang (mediocre) sibuk mencari formula yang benar yang yang akan menyeimbangkan golongan-golongan sosial, kaum ningrat, raja, parlemen dsb, dan mereka terbangun pada suatu pagi menemukan bahwa dalam kenyataan tidak ada lagi seorangpun raja, parlemen atau kaum ningrat. Ekuilibrium yang sesungguhnya dalam antagonisme ini ialah penumbangan semua hubungan sosial yang berlaku sebagai suatu landasan bagi keberadaan-keberadaan feodal ini dan bagi antagonisme-antagonisme eksistensi-eksistensi feodal ini.
Karena M. Proudhon menempatkan ide-ide abadi, kategori-kategori nalar murni di satu pihak dan makhluk manusia dengan kehidupan praktikal mereka, yang menurut M. Proudhon adalah terapan-terapan kategorikategori ini, di lain pihak, maka sejak awal orang mendapatkan bersama M. Proudhon suatu “dualisme” antara kehidupan dan ide-ide, antara roh dan tubuh, suatu dualisme yang berulang-jadi dalam banyak bentuk. Sekarang orang dapat melihat bahwa antagonisme ini tidak lain dan tidak bukan adalah ketidak-mampuan M. Proudhon untuk memahami asal-usul keduniawian dan sejarah keduniawian kategori-kategori yang didewakannya.
Surat saya ini sudah menjadi terlalu panjang untuk berbicara lagi mengenai kasus yang absurd yang diangkat oleh M. Proudhon terhadap komunisme.Untuk sementara ini sudilah anda membiarkan aku mengatakan bahwa seorang yang tidak memahami keadaan masyarakat sekarang pastilah semakin tidak memahami gerakan yang cenderung akan menumbangkannya, dan semakin tidak memahami ungkapan-ungkapan literer dari gerakan revolusioner ini.
“Satu-satunya hal” yang sepenuhnya saya bersepakat dengan M. Proudhon adalah ketidak-sukaannya akan mimpi-mimpi sosialistik yang sentimental di siang-hari bolong. Saya sendiri sudah, sebelum M. Proudhon, membuat diriku dimusuhi karena mencemoohkan sosialisme utopian, berotak-kosong dan sentimental ini. Tetapi, tidakkah M. Proudhon secara ganjil membohongi dirinya sendiri ketika ia membangun sentimentalitas borjuis-kecilnya – di sini saya mengacu pada penolakannya mengenai rumah-tangga, cinta suami-isteri (konjugal) dan semua kedangkalan-kedangkalan seperti itu – secara berlawanan dengan sentimentalitas sosialis, yang pada Fourier, misalnya, adalah sangat lebih mendalam daripada pernyataan-pernyataan berulang yang penuh pretensi dari Proudhon kita yang terhormat? Ia sendiri begitu menyadari sendiri akan kehampaan argumen-argumennya, akan ketidak-ampuannya yang habis-habisan untuk berbicara mengenai hal-hgal ini, sehingga ia meledak-ledak dalam amarah , keributan riuh-rendah dan murka ( irae hominis probi), berbusa-busa mulutnya, mencaci-maki, mengumpat, menista dan menyumpah-nyumpah, memukul-mukul dadanya dan berteriak-teriak di hadapan Tuhan dan manusia bahwa dirinya tidak dicemari oleh kehina-dinaan sosialis! Ia tidak dengan serius mengritik sentimentalitas-sentimentalitas sosialis, atau yang dianggapnya seperti itu. Bagaikan seorang suci, seorang paus, ia mengekskomunikasikan para pedosa yang malang dan menyanyikan kejayaan-kejayaan burjuasi-kecil dan dari ilusi-ilusi rumah-tangga yang penuh asmara serta patriarchal menyengsarakan. Dan ini tidaklah kebetulan belaka. Dari ujung rambut hingga telapak kakinya, M. Proudhon adalah filsuf dan ahli ekonomi borjuis-kecil. Dalam suatu masyarakat yang maju, sang borjuis-kecil dari posisinya sendiri niscaya adalah seorang sosialis di satu pihak dan seorang ahli ekonomi di pihak lain; artinya, ia silau dengan kemuliaan borjuasi besar dan bersimpati pada penderitaan rakyat. Ia sekaligus borjuis dan rakyat biasa. Di lubuk hatinya ia memuji diri sendiri bahwa dirinya tidak memihak dan telah menemukan keseimbangan yang tepat, yang mengklaim dirinya sebagai sesuatu yang berbeda dari kesedang-sedangan. Seorang borjuis-kecil dari jenis ini memuliakan “kontradiksi” karena kontradiksi adalah landasan keberadaannya. Ia sendiri tidak bukan dan tidak lain adalah kontradiksi sosial yang sedang beraksi. Ia mesti membenarkan dalam teori yang menjadi dirinya dalam praktek, dan M. Proudhon memahkotai dirinya sebagai penerjemah ilmiah dari burjuasi kecil Perancis – sebuah berkat sejati, karena burjuasi-kecil akan membentuk suatu bagian integral dari semua revolusi sosial yang akan datang.
Ingin sekali saya dapat mengirimkan pada anda buku saya mengenai ekonomi politik bersama surat ini, tetapi sampai sejauh ini saya tidak berhasil mencetakkan buku itu, dan kritik atas para filsuf dan Sosialis Jerman yang saya bicarakan dengan anda di Brussel. Anda tidak akan percaya betapa banyaknya kesulitan yang dihadapi publikasi seperti ini di Jerman, dari pihak kepolisian di satu pihak dan dari para penjual buku – yang adalah wakil-wakil berkepentingan dari semua kecenderungan yang saya serang, di pihak lain. Dan mengenai Partai kita sendiri, ia tidak cuma sekedar miskin, tetapi bagian besar dari Partai Komunis Jerman juga marah pada saya karena telah menentang utopia-utopia dan hafalan-hafalan mereka ...