Penerjemah: Pandu Jakasurya. Disunting oleh Ted Sprague. (23 November 2014) Diterjemahkan dari “The Principles of Communism,” Frederic Engels, 1847; Marxists Internet Archive.
Ditulis: Oktober-November 1847. Sumber: Selected Works, Volume One, p. 81-97
Penerbit: Progress Publishers, Moscow, 1969. Pertama Terbit: 1914, Eduard Bernstein dalam Vörwarts! (organ sentral Partai Sosial Demokrasi Jerman).
Pada tahun 1847 Engels menulis dua draf program untuk Liga Komunis dalam bentuk sebuah katekismus[1], satu pada bulan Juni, dan satunya lagi pada bulan Oktober. Draf kedua, yang dikenal sebagai Principles of Communism (Prinsip-prinsip Komunisme) terbit pertama kali pada tahun 1914. Dokumen yang lebih awal, yakni Draft of the Communist Confession of Faith (Draf tentang Pengakuan Iman Komunis) baru ditemukan pada 1968. Dokumen ini terbit pertama kali pada 1969 di Hamburg, bersama dengan empat dokumen lain yang terkait dengan kongres pertama Liga Komunis, dalam sebuah buklet berjudul Gründungs Dokumente des Bundes der Kommunisten (Juni bis September 1847) (Dokumen-dokumen Pendirian Liga Komunis, Juni-September 1847).
Dalam Kongres Liga Keadilan yang digelar pada bulan Juni 1847, yang juga merupakan konferensi pendirian Liga Komunis, diputuskan untuk menerbitkan sebuah draf “pengakuan iman” untuk didiskusikan pada seksi-seksi Liga. Dokumen yang sekarang sudah ditemukan hampir pasti merupakan draf yang dimaksud. Perbandingan atas dua dokumen memperlihatkan bahwa Principles of Communism adalah sebuah edisi revisi dari draf yang lebih awal tersebut. Dalam Principles of Communism, Engels meninggalkan tiga pertanyaan tanpa jawaban; dalam dua pertanyaan ia memberi dengan catatan “bleibt” (tidak berubah). Jelas hal ini merujuk pada jawaban-jawaban yang telah diberikan dalam draf yang lebih awal.
Draf baru untuk program dikembangkan oleh Engels berdasarkan instruksi-instruksi dari badan pimpinan lingkaran Prancis dari Liga Komunis. Instruksi-instruksi itu diputuskan berdasarkan kritik tajam yang diajukan Engels dalam rapat panitia, 22 Oktober 1847, atas draf program yang dipersiapkan oleh “Sosialis sejati” Moses Hess, yang kemudian ditolak.
Saat masih mempertimbangkan Principles of Communism sebagai sebuah draf pendahuluan, Engels mengekspresikan pandangan, dalam sepucuk surat kepada Marx tertanggal 23-24 November 1847, bahwa yang terbaik adalah membuang bentuk katekisasi yang lama dan mempersiapkan sebuah program dalam bentuk sebuah manifesto.
“Pikir lagi sebentar tentang Pengakuan Iman. Saya percaya lebih baik kita membuang bentuk katekisasi, dan menyebutnya: Communist Manifesto (Manifesto Komunis). Karena lebih atau kurang sejarah harus tercakup di dalamnya, bentuknya yang sekarang sangat tidak tepat. Ada pada saya sekarang apa yang sudah saya kerjakan; bentuknya naratif yang sederhana, tapi penyusunan katanya sangat buruk, karena dibuat terlalu tergesa-gesa.”
Dalam kongres kedua Liga Komunis (29 November-8 Desember 1847), Marx dan Engels membela prinsip-prinsip ilmiah yang fundamental dari Komunisme dan dipercaya membuat draf program dalam bentuk sebuah manifesto Partai Komunis. Dalam menulis Manifesto, para pendiri Marxisme itu mempergunakan dalil-dalil yang tercantum dalam Principles of Communism.
[Dalam bahasa Jerman, PJ] Engels menggunakan istilah Manufaktur dan turunan-turunannya, yang diterjemahkan dengan [dalam bahasa Inggris, PJ] dengan “manufacture”, “manufacturing”, dsb. Engels menggunakan kata ini secara harfiah, untuk merujuk pada produksi dengan tangan, bukan produksi pabrik. Untuk produksi pabrik, Engels menggunakan “industri besar.” Manufaktur berbeda dari handicraft, pertukangan (produksi gilda di kota-kota Abad Pertengahan), dalam hal, handicraft dikerjakan oleh para artisan (pengrajin) yang independen. Manufaktur dikerjakan oleh para pekerja rumahan yang bekerja untuk kaum kapitalis pedagang, atau oleh kelompok-kelompok pekerja terampil (craftspeople) yang bekerja bersama-sama di bengkel-bengkel besar yang dimiliki oleh kaum kapitalis. Karena itu Manufaktur adalah sebuah modus produksi transisional, peralihan dari bentuk-bentuk produksi gilda (pertukangan) ke bentuk-bentuk produksi modern (kapitalis).
(Paragraf terakhir diparafrasekan dari Introduksi oleh Pluto Press, London, 1971).
Komunisme adalah ajaran tentang syarat-syarat pembebasan proletariat.
Proletariat adalah kelas dalam masyarakat yang sepenuhnya hidup dengan menjual kerjanya dan tidak mengambil profit dari kapital manapun; yang nasib baik dan nasib buruknya, yang hidup dan matinya, yang eksistensinya, bergantung pada permintaan atas kerja – karena itu, bergantung pada kondisi bisnis yang berubah-ubah, pada perubahan-perubahan yang tak terduga dari persaingan yang tak terkendali. Proletariat, atau kelas proletar, pendeknya, adalah kelas pekerja Abad ke-19 X.[2]
Tidak. Memang selalu ada kelas-kelas yang miskin dan kelas-kelas pekerja; dan kelas pekerja kebanyakan miskin. Tapi tidak selalu ada kaum pekerja dan kaum miskin yang hidup di bawah kondisi-kondisi seperti sekarang ini; dengan perkataan lain, kaum proletar tidak selalu ada, seperti halnya persaingan yang bebas dan tak terkendali tidak selalu ada.
Proletariat bermula dari revolusi industri, yang terjadi di Inggris pada paruh kedua abad yang silam (Abad ke-18), dan yang sejak saat itu juga terjadi di semua negeri beradab di dunia.
Revolusi industri ini disebabkan oleh penemuan mesin uap, berbagai mesin pintal, alat tenun mekanik, dan segala rangkaian peralatan mekanik lainnya. Mesin-mesin ini, yang sangat mahal dan oleh karena itu hanya bisa dibeli oleh kaum kapitalis, mengubah seluruh modus produksi dan menggantikan para pekerja sebelumnya, karena mesin-mesin itu menghasilkan komoditas-komoditas yang lebih murah dan lebih baik daripada yang bisa dihasilkan para pekerja dengan roda-roda pemintal dan tenun manual yang tidak efisien. Mesin-mesin ini mengalihkan industri sepenuhnya ke tangan para kapitalis besar dan membuat properti para pekerja yang sedikit ini sama sekali tak berharga (perkakas-perkakas, alat-alat tenun, dsb.). Akibatnya, kaum kapitalis akhirnya memiliki segalanya di tangan mereka dan tidak ada yang tersisa bagi para pekerja. Hal ini menandai masuknya sistem pabrik ke dalam industri tekstil.
Segera setelah dorongan untuk memperkenalkan mesin dan sistem pabrik diberikan, sistem ini menyebar luas dengan cepat ke semua cabang industri, khususnya industri pakaian dan percetakan buku, industri barang-barang pecah-belah, dan industri logam.
Kerja semakin terbagi di antara tiap-tiap pekerja, sehingga pekerja yang sebelumnya menggarap suatu bagian yang utuh dari pekerjaan, sekarang hanya mengerjakan suatu bagian daripadanya. Pembagian kerja ini memungkinkan untuk memproduksi barang-barang lebih cepat dan lebih murah. Pembagian kerja ini mereduksi aktivitas tiap-tiap pekerja menjadi gerak-gerak yang sederhana, mekanis, dan berulang-ulang tanpa henti, yang tidak saja dilakukan dengan baik tapi juga jauh lebih baik oleh sebuah mesin. Dengan demikian, semua industri ini jatuh, satu demi satu, di bawah dominasi mesin uap dan sistem pabrik, sebagaimana dialami oleh mesin pintal dan tenun manual.
Tapi pada saat yang sama, mereka juga jatuh ke tangan para kapitalis besar, dan pekerja-pekerja mereka tercerabut dari kemerdekaan apapun yang tersisa bagi mereka. Berangsur-angsur, tidak hanya manufaktur sejati tapi juga pertukangan (handicraft) masuk ke dalam wilayah sistem pabrik seiring dengan para kapitalis besar semakin menggantikan para tukang/pekerja terampil kecil (small handicraftsmen) dengan mendirikan pabrik-pabrik besar, yang menghemat banyak pengeluaran dan memungkinkan pembagian kerja yang terperinci.
Hal ini menjelaskan bagaimana di negeri-negeri beradab pada masa kini hampir semua jenis pekerjaan dilakukan di pabrik-pabrik – dan, hampir di semua cabang pekerjaan, pertukangan dan manufaktur telah digantikan. Proses ini, hingga tingkatan yang lebih tinggi, memporakporandakan kelas menengah, khususnya para tukang/pekerja terampil kecil; proses ini telah mengubah sepenuhnya kondisi para pekerja; dan dua kelas baru telah tercipta, yang berangsur-angsur menelan semua kelas lainnya. Mereka adalah:
(i) Kelas kapitalis besar, yang, di semua negeri beradab, hampir secara eksklusif memiliki semua alat subsistensi dan instrumen (mesin-mesin, pabrik-pabrik) serta
bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi alat subsistensi. Inilah kelas borjuis, atau borjuasi.
(ii) Kelas yang sama sekali tidak memiliki properti, yang harus menjual kerja mereka kepada kaum borjuasi guna mendapatkan, sebagai gantinya, alat subsistensi untuk menopang hidup mereka. Kelas ini disebut kelas kaum proletar, atau proletariat.
Kerja adalah sebuah komoditas, seperti barang-barang yang lain, dan oleh karena itu harganya ditentukan oleh hukum-hukum yang persis sama dengan yang berlaku pada komoditas-komoditas yang lain. Dalam sebuah rezim industri besar atau rezim persaingan bebas – sebagaimana akan kita lihat, keduanya tiba pada hal yang sama – harga sebuah komoditas, rata-rata, selalu setara dengan biaya produksinya. Karena itu, harga kerja juga setara dengan biaya produksi kerja.
Tetapi, biaya-biaya produksi kerja terdiri dari kuantitas alat subsistensi yang diperlukan untuk memampukan sang pekerja untuk terus bekerja, dan untuk mencegah matinya kelas pekerja. Oleh karena itu, untuk kerjanya sang pekerja akan memperoleh tidak lebih dari apa yang diperlukan untuk tujuan ini; dengan kata lain, harga kerja, atau upah, akan menjadi serendah-rendahnya, minimum, yang diperlukan untuk bertahan hidup.
Namun, karena bisnis terkadang lebih baik dan terkadang lebih buruk, maka kadang-kadang sang pekerja memperoleh lebih dan kadang-kadang memperoleh kurang untuk komoditasnya. Tapi, lagi, sebagaimana si industrialis, secara rata-rata pada saat-saat yang baik dan buruk, mendapat tidak lebih dan tidak kurang untuk komoditasnya daripada biaya yang mereka keluarkan, demikianlah rata-rata sang buruh mendapat tidak lebih dan tidak kurang dari minimumnya.
Semakin industri besar menguasai semua cabang produksi, maka semakin ketat hukum ekonomi upah ini beroperasi.
Kelas-kelas pekerja selalu, menurut tahapan-tahapan yang berbeda dari perkembangan masyarakat, hidup dalam konteks-konteks yang berbeda dan mempunyai relasi-relasi yang berbeda dengan kelas-kelas pemilik dan penguasa.
Di zaman kuno, kaum pekerja adalah budak-budak para pemilik, sebagaimana sekarang ini masih berlaku di banyak negeri terbelakang, bahkan di bagian selatan Amerika Serikat.
Pada Abad Pertengahan, mereka adalah para hamba (serf) dari kaum bangsawan pemilik tanah, sebagaimana masih berlaku sekarang di Hungaria, Polandia, dan Rusia. Di Abad Pertengahan, bahkan hingga revolusi industri, terdapat juga journeymen (pekerja-pekerja terampil) di kota-kota yang bekerja melayani para tuan majikan borjuis kecil. Berangsur-angsur, seiring dengan berkembangnya manufaktur, para pekerja terampil ini menjadi para pekerja manufaktur yang kemudian dipekerjakan oleh para kapitalis yang lebih besar.
Sang budak dijual sekali untuk selamanya; sang proletar harus menjual dirinya sendiri setiap hari dan setiap jam.
Tiap budak, yang merupakan properti seorang tuan majikan, dijamin eksistensinya, betapapun sengsaranya dia, karena kepentingan si tuan majikan. Tiap proletar, yang juga adalah properti seluruh kelas borjuis yang membeli kerjanya ketika seseorang membutuhkannya, tidak memiliki eksistensi yang aman. Eksistensi ini dijamin hanya pada kelas sebagai suatu keseluruhan.
Budak ada di luar persaingan; proletar ada di dalam persaingan dan mengalami segala ketidakterdugaannya.
Budak dianggap sebagai suatu barang, bukan sebagai anggota masyarakat. Karena itu, budak bisa memiliki eksistensi yang lebih baik daripada proletar, kendati proletar hidup di dalam tahapan perkembangan sosial yang lebih tinggi, dan, dirinya sendiri, berdiri pada satu tingkat sosial yang lebih tinggi daripada budak.
Budak membebaskan dirinya sendiri ketika, dari semua relasi kepemilikan pribadi, ia hanya menghapuskan relasi perbudakan dan dengan jalan itu menjadi proletar; proletar bisa membebaskan dirinya sendiri hanya dengan menghapuskan kepemilikan pribadi pada umumnya.
Kaum hamba memiliki dan menggunakan suatu instrumen produksi, yakni sepetak tanah, dan sebagai gantinya ia menyerahkan suatu bagian dari produk atau bagian dari pelayanan kerjanya.
Kaum proletar bekerja dengan instrumen-instrumen produksi milik pihak lain, dan untuk pihak lain, guna mendapatkan suatu bagian dari produk yang dihasilkannya.
Kaum hamba menyerahkan, proletar menerima. Kaum hamba keberadaannya terjamin, proletar tidak. Kaum hamba ada di luar persaingan, proletar ada di dalamnya.
Kaum hamba membebaskan dirinya dengan satu dari tiga cara: melarikan diri ke kota dan di sana menjadi seorang tukang/pekerja terampil; atau, sebagai ganti dari produk-produk yang dihasilkan dan pelayanan jasa yang diberikan, ia menyerahkan uang kepada tuannya dan dengan jalan itu menjadi seorang petani bebas; atau ia menggulingkan tuan feodalnya dan dengan sendirinya menjadi seorang pemilik properti. Pendeknya, dengan satu atau lain jalan, ia masuk ke dalam kelas pemilik dan memasuki persaingan. Proletar membebaskan dirinya dengan menghapuskan persaingan, kepemilikan pribadi, dan semua perbedaan kelas.
Bertolak belakang dengan proletar, yang dinamakan handicrafsman (pengrajin atau pekerja terampil) ini, yang masih ada hampir di mana-mana pada abad yang silam (Abad ke-18) dan masih ada di sana-sini hingga saat ini, tidak lebih dari seorang proletar sementara. Tujuan sang pengrajin adalah mendapatkan kapital bagi dirinya sendiri dan dengan kapital itu ia mengeksploitasi pekerja-pekerja yang lain. Sering kali ia bisa mencapai tujuan ini di mana masih ada gilda[3] atau di mana kebebasan dari pembatasan-pembatasan gilda belum bermuara pada pemberlakuan metode-metode produksi pabrik ke dalam pertukangan atau ke persaingan sengit. Tapi, segera sesudah sistem pabrik diberlakukan ke dalam pertukangan dan persaingan berkembang sepenuhnya, perspektif ini lenyap dan para pengrajin semakin menjadi proletar. Oleh karenanya, para pengrajin membebaskan dirinya entah dengan menjadi borjuis atau memasuki kelas menengah secara umum, atau menjadi seorang proletar karena persaingan (sebagaimana lebih sering terjadi sekarang ini). Bila ia menjadi seorang proletar ia bisa membebaskan dirinya dengan bergabung ke dalam gerakan proletar, yakni gerakan yang kurang lebih Komunis.[4]
Pekerja manufaktur dari Abad ke-16 hingga Abad ke-18 masih mempunyai, dengan sedikit pengecualian, instrumen produksi yang dimilikinya sendiri – mesin tenunnya, roda pintal keluarga, sepetak kecil tanah yang dia garap dalam waktu luang. Proletar tidak memiliki satu pun dari hal-hal tersebut.
Pekerja manufaktur hampir selalu hidup di pedesaan dan dalam relasi yang lebih atau kurang patriarkal dengan tuan tanah atau majikannya; proletar hidup, untuk sebagian terbesar, di kota dan relasi dengan majikannya murni relasi uang.
Pekerja manufaktur diceraikan dari relasi patriarkalnya oleh industri besar, kehilangan properti apapun yang masih dimilikinya, dan dengan jalan ini menjadi seorang proletar.
Pertama, harga produk-produk industrial yang semakin hari menjadi semakin rendah, yang disebabkan oleh kerja mesin, menghancurkan sepenuhnya, di semua negeri di seluruh dunia, sistem manufaktur yang lama atau industri yang berdasarkan pada kerja manual.
Dengan jalan itu, semua negeri semi-barbarian, yang hingga saat ini kurang lebih merupakan negeri-negeri yang asing terhadap perkembangan historis, dan yang industrinya berdasarkan pada manufaktur, dipaksa dengan keras keluar dari keterisolasian mereka. Mereka membeli komoditas-komoditas yang lebih murah dari Inggris dan oleh karenanya menghancurkan kaum pekerja manufaktur mereka sendiri. Negeri-negeri yang tidak mengenal kemajuan selama ribuan tahun – misalnya, India – sama sekali direvolusionerkan, bahkan Tiongkok sekarang ada di jalan menuju sebuah revolusi.
Kita telah tiba pada titik di mana sebuah mesin baru yang ditemukan di Inggris mencerabut jutaan kaum pekerja Tiongkok dari mata pencaharian mereka dalam satu tahun.
Dengan jalan itu, industri besar telah membawa semua orang di muka bumi untuk saling berkontak satu dengan yang lain, telah menggabungkan semua pasar lokal ke dalam satu pasar dunia, telah menyebarkan peradaban dan kemajuan di mana-mana, dan dengan demikian telah memastikan bahwa apapun yang terjadi di negeri-negeri beradab akan mendatangkan akibat-akibat di semua negeri yang lain.
Konsekuensinya, bila kaum buruh di Inggris atau Prancis sekarang membebaskan diri mereka, hal ini pasti memantik revolusi di semua negeri lainnya – revolusi-revolusi yang, cepat atau lambat, harus menggenapi pembebasan kelas buruh mereka masing-masing.
Kedua, di manapun industri-industri besar menggantikan manufaktur, borjuasi berkembang dalam kekayaan dan kuasa hingga sebesar-besarnya dan membuat dirinya sendiri menjadi kelas pertama di negerinya. Akibatnya, di manapun hal ini terjadi, borjuasi merebut kekuasaan politik dan menggantikan kelas-kelas yang berkuasa hingga saat ini, kaum aristokrat, para pemilik gilda, dan perwakilan mereka, yakni monarki absolut.
Borjuasi menghancurkan kekuasaan aristokrasi, kaum bangsawan, dengan menghapuskan pewarisan properti (estates) – dengan kata lain, dengan membuat properti tanah tunduk pada pembelian dan penjualan, dan dengan mengenyahkan hak-hak istimewa kaum bangsawan. Kaum borjuasi menghancurkan kekuasaan para majikan gilda dengan menghapus gilda-gilda dan hak-hak istimewa pertukangan. Ia menggantikan semua itu dengan persaingan – yakni, suatu keadaan masyarakat yang di dalamnya tiap-tiap orang memiliki hak untuk memasuki cabang industri manapun, di mana satu-satunya penghalang adalah ketiadaan kapital yang diperlukan.
Demikianlah, pemberlakuan persaingan bebas adalah sebuah deklarasi publik bahwa sejak sekarang dan seterusnya anggota-anggota masyarakat tidak setara hanya sejauh kapital-kapital mereka tidak setara, bahwa kapital adalah kuasa yang menentukan, dan bahwa oleh karena itu kaum kapitalis, borjuasi, telah menjadi kelas yang terutama di dalam masyarakat.
Persaingan bebas dibutuhkan untuk pendirian industri besar, karena ia merupakan satu-satunya syarat bagi sebuah masyarakat yang di dalamnya industri besar bisa meretas jalannya.
Setelah menghancurkan kekuatan sosial kaum bangsawan dan para pemilik gilda, si borjuis juga menghancurkan kekuatan politik mereka. Setelah menaikkan dirinya sendiri sendiri ke posisi aktual kelas pertama di dalam masyarakat, ia juga memproklamirkan dirinya sebagai kelas politik yang dominan. Ini dilakukannya dengan memberlakukan sistem perwakilan yang bersandar pada kesetaraan borjuis di hadapan hukum dan pengakuan atas persaingan bebas, dan di negeri-negeri Eropa mengambil bentuk monarki konstitusional. Dalam monarki-monarki konstitusional ini, hanya mereka yang mempunyai kapital yang memiliki hak pilih – yakni, hanya anggota-anggota dari kelas borjuasi. Para pemilih borjuis ini memilih deputi-deputi, dan deputi-deputi borjuis ini, dengan mempergunakan hak mereka untuk menolak menyetujui pajak-pajak, memilih sebuah pemerintahan borjuis.
Ketiga, di mana-mana proletariat berkembang sejalan dengan berkembangnya borjuasi. Sebagaimana borjuasi tumbuh dalam kekayaan, proletariat tumbuh dalam jumlah. Sebab, karena kaum proletar bisa dipekerjakan hanya oleh kapital, dan karena kapital meluas hanya dengan mempekerjakan buruh, maka pertumbuhan proletariat berlangsung dalam kecepatan yang sama dengan pertumbuhan kapital.
Pada saat yang bersamaan, proses ini menarik anggota-anggota borjuasi dan anggota-anggota proletar ke kota-kota besar di mana industri bisa dilakukan dengan cara yang paling mendatangkan profit, dan dengan demikian melemparkan massa dalam jumlah besar ke satu tempat. Ini memberikan kepada kaum proletar suatu kesadaran atas kekuatan mereka sendiri.
Malahan, semakin jauh proses ini bergulir, semakin banyak mesin-mesin penghemat kerja diciptakan, semakin besarlah tekanan yang dilakukan industri besar terhadap upah, yang, sebagaimana telah kita lihat, menurunkannya hingga batas terendah dan dengan demikian membuat kondisi proletariat semakin tidak tertanggungkan. Dengan demikian, tumbuhnya ketidakpuasan proletariat menyatu dengan kekuatan proletar yang semakin bertumbuh, yang mempersiapkan sebuah revolusi sosial proletarian.
Industri besar telah menciptakan dengan mesin uap, dan mesin-mesin lainnya, sarana untuk tidak henti-hentinya memperluas produksi industrial, mempercepatnya, dan memangkas biaya-biayanya. Dengan produksi yang difasilitasi sedemikian, persaingan bebas, yang secara niscaya berkait-kelindan dengan industri besar, mengambil bentuk-bentuk yang paling ekstrem; sekian banyak kapitalis menginvasi industri, dan, dalam waktu singkat, lebih banyak yang diproduksi ketimbang yang dibutuhkan.
Sebagai salah satu konsekuensinya, komoditas-komoditas yang sudah jadi ini tidak bisa dijual, dan pecahlah apa yang dinamakan krisis perdagangan. Pabrik-pabrik harus ditutup, para pemilik pabrik-pabrik itu bangkrut, dan para buruh tidak memiliki roti. Kesengsaraan yang terdalam merebak di mana-mana.
Setelah sejurus waktu, produk-produk yang berlebihan ini terjual, pabrik-pabrik mulai beroperasi lagi, upah-upah naik, dan berangsur-angsur bisnis menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Tapi hal ini berlangsung tidak lama hingga terlalu banyak komoditas diproduksi lagi dan pecah sebuah krisis baru, yang hanya mengikuti jalan yang sama dengan krisis yang mendahuluinya.
Di sepanjang kurun waktu sejak permulaan abad ini (Abad ke-19), kondisi industri telah mengalami fluktuasi secara konstan antara periode-periode kemakmuran dan periode-periode krisis; hampir setiap lima hingga tujuh tahun, sebuah krisis baru terjadi, selalu dengan kesulitan yang paling besar bagi kaum buruh, dan selalu dibarengi oleh gejolak-gejolak revolusioner umum dan ancaman langsung terhadap seluruh tatanan yang ada.
Pertama:
Bahwa, kendati industri besar dalam tahapnya yang paling awal telah menciptakan persaingan bebas, sekarang ia telah meninggalkan persaingan bebas;
Bahwa, bagi industri besar, persaingan dan pengorganisasian produksi yang individualistis telah menjadi suatu rantai-belenggu yang harus dan akan dihancurkannya;
Bahwa, sepanjang industri tetap pada landasannya yang sekarang, ia hanya bisa dipertahankan dengan harga kekacauan umum setiap tujuh tahun, yang tiap-tiap kali mengancam seluruh peradaban dan tidak hanya menjerumuskan kaum proletar ke dalam kesengsaraan tetapi juga menghancurkan bagian-bagian besar dari borjuasi;
Oleh karena itu, entah industri besar itu sendiri harus dihentikan, yang merupakan sesuatu yang sama sekali mustahil, atau menjadi sesuatu yang niscaya tak terhindarkan untuk membuat sebuah organisasi masyarakat yang baru yang di dalamnya produksi tidak lagi diarahkan oleh para industrialis individual yang saling bersaing, melainkan oleh seluruh masyarakat seturut dengan suatu rencana yang pasti dan memperhitungkan kebutuhan-kebutuhan semua orang.
Kedua: bahwa industri besar, dan ekspansi produksi tanpa batas yang dimungkinkannya, membawa ke dalam ranah kemungkinan suatu tatanan sosial yang di dalamnya begitu banyak yang diproduksi sehingga tiap-tiap anggota masyarakat akan berada di dalam posisi untuk menggunakan dan mengembangkan semua kekuatan dan potensinya dalam kebebasan yang utuh.
Jadi jelaslah bahwa kualitas-kualitas dari industri besar yang, dalam masyarakat kita saat ini, memproduksi kesengsaraan dan krisis, adalah kualitas-kualitas yang, dalam suatu bentuk masyarakat yang berbeda, akan menghapus kesengsaraan dan depresi-depresi yang mendatangkan bencana.
Kita melihat dengan sejelas-jelasnya:
(i) Bahwa semua keburukan ini, dari sekarang dan seterusnya, harus dicarikan sebab-musababnya semata pada suatu tatanan masyarakat yang tidak lagi sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dari situasi yang riil; dan
(ii) Bahwa dimungkinkan, melalui suatu tatanan sosial yang baru, mengakhiri keburukan-keburukan ini sama sekali.
Pertama dan terutama, tatanan sosial yang baru itu akan harus mengambil kontrol atas industri dan semua cabang produksi dari tangan individu-individu yang saling bersaing, dan sebagai gantinya melembagakan sebuah sistem yang di dalamnya semua cabang produksi ini dioperasikan oleh segenap masyarakat – yakni, untuk kepentingan bersama, seturut dengan suatu rencana bersama, dan dengan partisipasi semua anggota masyarakat.
Dengan kata lain, tatanan sosial yang baru ini akan menghapuskan persaingan dan menggantikannya dengan kerja sama.
Lebih jauh, karena manajemen industri oleh individu-individu secara niscaya menyiratkan kepemilikan pribadi, dan karena persaingan dalam kenyataannya sekadar sarana dan bentuk yang di dalamnya kontrol atas industri oleh pihak-pihak yang empunya kepemilikan pribadi mengekspresikan dirinya, maka kepemilikan pribadi tidak bisa dipisahkan dari persaingan dan manajemen individual atas industri. Karena itu, kepemilikan pribadi harus dihapuskan dan sebagai gantinya harus diberlakukan penggunaan bersama atas semua instrumen produksi dan pendistribusian semua produk seturut dengan kesepakatan bersama – dengan kata lain, apa yang dinamakan kepemilikan umum atas barang-barang.
Faktanya, penghapusan kepemilikan pribadi adalah, tak diragukan, cara yang paling ringkas dan paling signifikan untuk mencirikan revolusi terhadap seluruh tatanan sosial yang telah dibuat menjadi niscaya oleh perkembangan industri – dan untuk alasan ini penghapusan kepemilikan pribadi adalah tuntutan utama yang diajukan oleh kaum Komunis.
Tidak. Tiap-tiap perubahan dalam tatanan sosial, tiap-tiap revolusi dalam hubungan-hubungan kepemilikan/properti, adalah konsekuensi yang niscaya dari penciptaan tenaga-tenaga produksi baru yang tidak lagi cocok dengan relasi-relasi kepemilikan yang lama.
Kepemilikan pribadi tidak selalu ada.
Ketika, menjelang akhir Abad Pertengahan, muncul sebuah modus produksi yang baru, yang tidak bisa dilaksanakan di bawah bentuk-bentuk kepemilikan feodal dan gilda yang ada saat itu, manufaktur ini, yang telah melampaui relasi-relasi kepemilikan yang lama, menciptakan suatu bentuk kepemilikan yang baru. Dan bagi manufaktur dan tahapan awal dari perkembangan industri besar, kepemilikan pribadi adalah satu-satunya bentuk kepemilikan yang mungkin; tatanan sosial yang berdasarkan padanya adalah satu-satunya tatanan sosial yang mungkin.
Sepanjang tidak mungkin memproduksi begitu banyak hingga cukup untuk semua orang, dengan banyak yang tersisa untuk memperluas kapital sosial dan mengembangkan tenaga-tenaga produksi – sejauh ini tidak dimungkinkan, pasti selalu ada suatu kelas penguasa yang mengarahkan penggunaan tenaga-tenaga produktif masyarakat, dan suatu kelas yang miskin, yang tertindas. Bagaimana kelas-kelas ini terbentuk bergantung pada tahap perkembangan.
Abad Pertengahan yang agraris itu memberi kita kaum baron[5] dan kaum hamba; kota-kota dari akhir Abad Pertengahan memberi kita para pemilik gilda dan pekerja terampil serta buruh harian; Abad ke-17 mempunyai para pekerja manufaktur; Abad ke-19 mempunyai para pemilik pabrik besar dan kaum proletar.
Jelaslah bahwa, sampai saat ini, tenaga-tenaga produksi belum pernah berkembang sampai pada titik di mana cukup bisa dikembangkan bagi semua orang, dan bahwa kepemilikan pribadi telah menjadi suatu rantai belenggu dan rintangan bagi perkembangan tenaga-tenaga produksi yang lebih lanjut.
Namun, sekarang perkembangan industri besar telah membawa masuk sebuah periode yang baru. Kapital dan kekuatan-kekuatan produksi telah diperluas hingga tingkatan yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dan alat-alat sudah tersedia untuk melipatgandakan mereka tanpa batas dalam masa depan yang dekat. Lebih jauh, kekuatan-kekuatan produksi telah terkonsentrasi pada segelintir kaum borjuasi, sementara massa rakyat yang besar semakin banyak yang tergelincir menjadi proletariat, situasi mereka semakin parah dan tak tertanggungkan, berbanding terbalik dengan peningkatan kekayaan borjuasi. Dan akhirnya, tenaga-tenaga produksi yang perkasa dan mudah diperluas ini sudah begitu jauh melampaui kepemilikan pribadi dan borjuasi, sehingga setiap saat mereka mengancam mengguncang dengan hebat tatanan sosial yang ada. Sekarang, di bawah kondisi-kondisi ini, penghapusan kepemilikan pribadi tidak hanya menjadi mungkin, tapi secara mutlak menjadi sebuah keharusan.
Bila penghapusan kepemilikan pribadi bisa dilakukan dengan jalan damai, kita lebih memilih jalan demikian, dan kaum Komunis pasti akan menjadi pihak terakhir yang menolaknya. Kaum Komunis paham betul bahwa semua konspirasi tidak hanya tak berguna, tapi juga merugikan. Mereka paham betul bahwa revolusi-revolusi tidak dibuat dengan sengaja dan seenaknya, tapi revolusi, di mana saja dan kapan saja, adalah konsekuensi niscaya dari kondisi-kondisi yang sepenuhnya independen dari kehendak dan arahan pihak-pihak individual dan semua kelas.
Tapi mereka juga melihat bahwa perkembangan proletariat di hampir semua negeri beradab telah dilindas dengan kejam, dan bahwa dengan cara ini musuh-musuh Komunisme telah dan sedang bekerja untuk menuju suatu revolusi dengan kekuatan mereka. Bila proletariat tertindas pada akhirnya terdorong ke dalam revolusi, maka kita kaum Komunis akan membela kepentingan kaum proletar dengan perbuatan sebagaimana sekarang kita membela mereka dengan perkataan.
Tidak, seperti halnya tenaga-tenaga produktif yang ada tidak bisa dilipatgandakan hingga tingkatan yang niscaya bagi penciptaan sebuah masyarakat komunal dengan sekali pukul.
Yang paling mungkin, revolusi proletarian akan mentransformasi masyarakat yang ada sekarang secara berangsur-angsur dan akan mampu menghapuskan kepemilikan pribadi ketika alat-alat produksi tersedia dalam jumlah yang memadai.
Pertama dan terutama, revolusi ini akan mendirikan sebuah konstitusi yang demokratik, dan melaluinya, kekuasaan langsung atau tidak langsung proletariat. Langsung di Inggris, di mana kaum proletar telah menjadi mayoritas rakyat. Tidak langsung di Prancis dan Jerman, di mana mayoritas rakyat tidak hanya terdiri dari kaum proletar, tetapi juga kaum tani kecil dan borjuis-kecil yang sedang menjalani proses tergelincir menjadi proletariat, yang semakin lama semakin bergantung dalam semua kepentingan politik mereka pada proletariat, dan yang oleh karena itu harus segera menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan proletariat. Mungkin ini akan mengharuskan sebuah perjuangan yang kedua, tapi hasilnya hanyalah kemenangan proletariat.
Demokrasi akan menjadi sama sekali tak bernilai bagi proletariat bila tidak segera digunakan sebagai alat untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang diarahkan melawan kepemilikan pribadi dan menjamin penghidupan proletariat. Langkah-langkah utama, yang timbul sebagai akibat yang niscaya dari relasi-relasi yang ada, adalah sebagai berikut:
i. Pembatasan kepemilikan pribadi melalui penarikan pajak progresif, pajak-pajak warisan yang tinggi, penghapusan warisan melalui garis kolateral (saudara laki-laki, keponakan laki-laki, dsb.), pinjaman-pinjaman yang dipaksakan, dsb.
ii. Ekspropriasi gradual atas para tuan tanah, industrialis, juragan-juragan kereta api dan pemilik-pemilik kapal, sebagian melalui persaingan dengan industri negara, sebagian secara langsung melalui kompensasi dalam bentuk surat-surat obligasi.
iii. Penyitaan atas harta milik semua emigran[6] dan pemberontak yang melawan mayoritas rakyat.
iv. Pengorganisasian kerja atau lapangan pekerjaan bagi kaum proletar pada tanah-tanah milik publik, di pabrik-pabrik dan bengkel-bengkel, dengan menghapuskan persaingan di antara para pekerja dan dengan mewajibkan para pemilik pabrik, sejauh mereka masih ada, untuk membayar upah yang sama tinggi dengan mereka yang dibayar oleh negara.
v. Suatu kewajiban yang setara pada semua anggota masyarakat untuk bekerja sampai suatu ketika saat kepemilikan pribadi telah sepenuhnya dihapuskan. Pembentukan tentara-tentara industri, khususnya untuk pertanian.
vi. Sentralisasi uang dan kredit ke dalam tangan negara melalui sebuah bank nasional dengan kapital negara, dan penghapusan semua bank swasta dan bankir.
vii. Pembangunan pabrik-pabrik nasional, bengkel, rel kereta, kapal; menggarap tanah-tanah yang baru untuk pertanian dan meningkatkan kultivasi pertanian di tanah-tanah yang telah digarap – semua sebanding dengan kapital dan tenaga kerja yang tersedia pada bangsa.
viii. Pendidikan untuk semua anak, sejak mereka bisa meninggalkan naungan ibunda, dalam lembaga-lembaga yang didirikan dengan biaya nasional. Pendidikan dan produksi bersama-sama.
ix. Pembangunan, di tanah-tanah publik, bangunan-bangunan besar sebagai tempat-tempat kediaman komunal bagi kelompok-kelompok warga yang terlibat baik dalam industri maupun pertanian, dan memadukan dalam gaya hidup mereka faedah-faedah dari kondisi-kondisi pedesaan dan perkotaan dan pada saat yang sama menghindari ketidakseimbangan dan kekurangan-kekurangan dari masing-masing.
x. Penghancuran semua pemukiman yang tidak sehat dan buruk di distrik-distrik perkotaan.
xi. Hak-hak waris yang setara bagi anak-anak yang dilahirkan di dalam dan di luar ikatan perkawinan.
xii. Pengkonsentrasian semua alat transportasi di tangan bangsa.
Tentu saja mustahil untuk melaksanakan semua kebijakan ini sekaligus. Tapi yang satu akan selalu membawa yang lain-lain sebagai akibatnya. Sekali serangan radikal pertama telah dilancarkan terhadap kepemilikan pribadi, proletariat akan mendapati dirinya dalam keharusan untuk melangkah lebih jauh, untuk semakin mengkonsentrasikan ke dalam tangan negara semua kapital, semua pertanian, semua transportasi, semua perdagangan. Semua langkah yang terdahulu diarahkan pada tujuan ini; dan mereka akan menjadi bisa dipraktekkan dan bisa dikerjakan dengan mudah, sanggup memproduksi efek-efek sentralisasi mereka persis hingga pada tingkatan di mana proletariat, melalui kerjanya, melipatgandakan tenaga-tenaga produktif negeri.
Akhirnya, ketika semua kapital, semua produksi, semua perdagangan telah dipersatukan ke dalam tangan bangsa, kepemilikan pribadi akan lenyap dengan sendirinya, uang akan menjadi tidak berguna, dan produksi akan begitu meluas, dan manusia begitu berubah, sehingga masyarakat akan mampu membuang apapun yang tersisa dari perilaku-perilaku ekonomi yang lama.
Tidak. Dengan menciptakan pasar dunia, industri besar telah mempersatukan semua rakyat-rakyat di muka Bumi, dan secara khusus rakyat-rakyat beradab, ke dalam suatu hubungan yang erat satu dengan yang lain sehingga tidak ada yang independen dari apa yang terjadi pada yang lain.
Lebih jauh, industri besar telah mengoordinasikan perkembangan sosial dari negeri-negeri beradab ke suatu tingkatan sehingga, di dalam semua negeri-negeri itu kelas borjuasi dan kelas proletariat menjadi kelas-kelas yang menentukan, dan perjuangan di antara mereka menjadi perjuangan akbar zaman ini. Karena itu revolusi Komunis tidak akan sekadar menjadi sebuah fenomena nasional, tapi pasti terjadi secara simultan di semua negeri beradab – yakni, setidaknya di Inggris, Amerika, Prancis, dan Jerman.
Revolusi akan berkembang di masing-masing negeri itu dengan pesat, sebagaimana satu negeri atau yang lain memiliki suatu industri yang lebih maju, kekayaan yang lebih besar, suatu massa tenaga-tenaga produktif yang lebih signifikan. Dengan demikian, revolusi akan berlangsung paling lambat dan akan menemui rintangan yang paling besar di Jerman, paling cepat dan dengan kesulitan-kesulitan yang paling sedikit di Inggris. Revolusi akan memiliki suatu dampak yang begitu kuat terhadap negeri-negeri lain di dunia, dan akan mengubah secara radikal jalannya perkembangan yang telah mereka ikuti hingga sekarang, dan pada saat yang sama mempercepat langkahnya dengan hebat.
Ini adalah sebuah revolusi universal dan, oleh karena itu, akan memiliki cakupan yang universal.
Masyarakat akan mengambil semua tenaga produksi dan alat perdagangan, juga pertukaran dan distribusi produk-produk, dari tangan-tangan para kapitalis swasta dan akan mengelolanya seturut dengan suatu rencana yang didasarkan pada ketersediaan sumber-sumber daya dan kebutuhan-kebutuhan seluruh masyarakat. Dengan cara ini, yang paling penting dari semuanya, konsekuensi-konsekuensi buruk yang sekarang diasosiasikan dengan perilaku industri besar akan dihapuskan.
Tidak akan ada lagi krisis-krisis; produksi yang diperluas, yang untuk tatanan masyarakat yang sekarang adalah overproduksi dan oleh karena itu merupakan penyebab utama penderitaan, kemudian akan tidak memadai, dan perlu diperluas jauh lebih lanjut. Alih-alih beranak-pinakkan kesengsaraan, overproduksi akan menjangkau melampaui kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat untuk menjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan semua orang; overproduksi akan menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru, dan, pada saat yang sama, alat-alat untuk memenuhinya. Overproduksi akan menjadi kondisi/syarat dari, dan rangsangan bagi, kemajuan yang baru, yang tidak akan lagi melemparkan seluruh tatanan sosial ke dalam kekacauan, seperti yang telah dilakukan oleh kemajuan di masa silam. Industri besar, yang dibebaskan dari tekanan kepemilikan pribadi, akan mengalami suatu perluasan yang begitu besar sehingga apa yang sekarang kita lihat akan tampak kecil, seperti halnya manufaktur ketika diletakkan di samping industri besar dari zaman kita sekarang. Perkembangan industri ini akan menyediakan produk-produk yang memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap orang.
Hal yang sama juga akan berlaku bagi pertanian, yang juga menderita karena tekanan kepemilikan pribadi dan dikekang oleh pembagian tanah yang dimiliki secara pribadi. Di sini, peningkatan-peningkatan dan prosedur-prosedur ilmiah yang ada akan dipraktekkan, yang akan menghasilkan sebuah lompatan ke depan yang akan menjamin masyarakat semua produk yang dibutuhkannya.
Dengan jalan ini, keberlimpahan barang-barang akan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan semua anggotanya.
Pembagian masyarakat ke dalam kelas-kelas yang berbeda, yang saling bermusuhan, kemudian akan menjadi tidak diperlukan. Memang, hal ini tidak hanya tidak diperlukan, tetapi juga tidak bisa ditolerir dalam tatanan sosial yang baru. Keberadaan kelas-kelas yang berasal-muasal dari pembagian kerja, dan pembagian kerja, sebagaimana dikenal hingga saat ini, akan lenyap sama sekali. Sebab proses-proses mekanis dan kimiawi tidak cukup untuk membawa produksi industrial dan pertanian hingga pada level yang telah kita gambarkan; kapasitas-kapasitas dari orang-orang yang mempergunakan proses-proses ini harus mengalami suatu perkembangan yang sesuai.
Sebagaimana kaum tani dan kaum pekerja manufaktur dari abad yang silam mengubah seluruh cara hidup mereka dan menjadi orang-orang yang sangat berbeda ketika mereka didorong ke dalam industri besar, dengan cara yang sama, kontrol komunal atas produksi oleh masyarakat sebagai suatu keseluruhan, dan perkembangan baru yang dihasilkannya, keduanya akan membutuhkan suatu jenis material manusia yang sepenuhnya berbeda.
Orang-orang tidak akan lagi, sebagaimana saat ini, ditundukkan pada suatu cabang tunggal produksi, terikat padanya, dieksploitasi olehnya; mereka tidak akan lagi mengembangkan salah satu kecakapan mereka dengan mengorbankan kecakapan-kecakapan yang lain; mereka tidak akan lagi mengenal satu cabang saja, atau satu cabang dari sebuah cabang tunggal, dari produksi secara keseluruhan. Bahkan industri sebagaimana yang ada sekarang sedang mendapati orang-orang itu semakin lama semakin kurang berguna.
Industri yang dikontrol oleh masyarakat secara keseluruhan, dan dioperasikan seturut suatu rencana, mensyaratkan manusia-manusia yang dewasa, yang kecakapan-kecakapannya berkembang secara seimbang, yang mampu melihat sistem produksi dalam keseluruhannya.
Bentuk pembagian kerja yang membuat seorang menjadi tani, yang lain tukang sepatu, yang ketiga seorang pekerja pabrik, yang keempat seorang operator pasar saham, telah digangsir oleh mesin dan akan lenyap sama sekali. Pendidikan akan membuat orang-orang muda mampu cepat mengakrabkan diri mereka dengan seluruh sistem produksi dan beralih dari satu cabang produksi ke cabang yang lain sebagai respons terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat atau keinginan mereka sendiri. Dengan demikian pendidikan akan membebaskan mereka dari karakter tidak-seimbang yang ditanamkan ke dalam tiap-tiap individu oleh pembagian kerja yang sekarang. Dengan jalan itu, masyarakat Komunis akan memungkinkan anggota-anggotanya menggunakan secara penuh kecakapan-kecakapan mereka yang berkembang secara komprehensif. Tapi, ketika ini terjadi, kelas-kelas secara niscaya akan lenyap. Oleh karena itu, masyarakat yang diorganisir di atas sebuah basis Komunis tidak selaras dengan keberadaan kelas-kelas di satu pihak, dan bahwa pembangunan masyarakat seperti itu menyediakan alat untuk menghapus perbedaan-perbedaan kelas di pihak lain.
Konsekuensi alami dari semua ini adalah bahwa perbedaan antara kota dan desa ditakdirkan untuk lenyap. Manajemen pertanian dan industri oleh orang-orang yang sama alih-alih dua kelas orang yang berbeda adalah, jika hanya untuk alasan-alasan yang murni material, suatu kondisi niscaya dari asosiasi (kerjasama) Komunis. Pembubaran populasi pertanian, bersama dengan berjubelnya populasi industrial ke kota-kota besar, adalah suatu kondisi yang datang dari keadaan yang terbelakang baik pertanian maupun industri, dan sudah bisa dirasakan sebagai suatu penghalang bagi perkembangan lebih lanjut.
Kerjasama umum dari semua anggota masyarakat untuk tujuan pemanfaatan terencana atas tenaga-tenaga produksi, ekspansi produksi hingga pada titik di mana produksi akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan semua orang, penghapusan suatu situasi di mana kebutuhan-kebutuhan segelintir orang dipenuhi dengan mengorbankan kebutuhan-kebutuhan orang-orang lain, likuidasi sepenuhnya terhadap kelas-kelas dan konflik-konflik mereka, perkembangan yang utuh dari kapasitas-kapasitas semua anggota masyarakat melalui penghapusan pembagian kerja seperti yang ada saat ini, melalui pendidikan industrial, melalui keterlibatan dalam beragam aktivitas, melalui partisipasi oleh semua orang dalam menikmati apa yang diproduksi oleh semua orang, melalui perpaduan kota dan desa – hal-hal ini adalah konsekuensi-konsekuensi utama dari penghapusan kepemilikan pribadi.
Masyarakat komunis akan mentransformasi relasi-relasi di antara jenis-jenis kelamin menjadi suatu urusan yang murni pribadi, yang menyangkut hanya pribadi-pribadi yang terlibat dan tidak ada peluang bagi masyarakat untuk mencampurinya. Masyarakat komunis bisa melakukan ini karena ia sudah mengakhiri kepemilikan pribadi dan mendidik anak-anak di atas basis komunal, dan dengan jalan ini menyingkirkan dua basis dari perkawinan tradisional – ketergantungan yang berakar dalam kepemilikan pribadi, yakni ketergantungan perempuan kepada laki-laki dan ketergantungan anak-anak pada orang tua.
Dan di sinilah jawaban terhadap hingar-bingar para filistin bermoral tinggi terhadap “komunitas perempuan.”[7] Komunitas perempuan adalah suatu kondisi yang ada sepenuhnya dalam masyarakat borjuis, dan yang sekarang mendapati ekspresi sepenuhnya dalam prostitusi. Tetapi prostitusi didasarkan pada kepemilikan pribadi, dan jatuh bersama dengannya. Jadi, masyarakat Komunis, alih-alih memberlakukan komunitas perempuan, faktanya malah menghapuskannya.
Kebangsaan-kebangsaan dari orang-orang yang mengasosiasikan diri mereka sesuai dengan prinsip komunitas akan terdorong untuk bercampur satu sama lain sebagai akibat dari asosiasi ini, dan dengan demikian membubarkan diri mereka sendiri, sebagaimana berbagai perbedaan estate (kelompok sosial) dan kelas pasti lenyap melalui penghapusan basis mereka, yakni kepemilikan pribadi.[8]
Semua agama sampai sekarang merupakan ekspresi dari tahapan-tahapan historis dari perkembangan tiap-tiap individu atau kelompok-kelompok orang. Tapi Komunisme adalah tahap perkembangan historis yang membuat semua agama yang ada jadi tak diperlukan, dan akan menyebabkan pelenyapannya.[9]
Yang dinamakan kaum sosialis terbagi dalam tiga kategori.
[Kaum Sosialis Reaksioner:]
Kategori pertama terdiri dari para penganut masyarakat feodal dan patriarki yang telah dihancurkan, dan masih sedang dihancurkan setiap hari, oleh industri besar dan perdagangan dunia serta ciptaan mereka, masyarakat borjuis. Kategori ini menyimpulkan, dari kejahatan-kejahatan masyarakat yang ada sekarang, bahwa masyarakat feodal dan patriarki harus dipulihkan karena bebas dari kejahatan-kejahatan tersebut. Dengan satu atau lain cara, semua usulan mereka diarahkan pada tujuan ini.
Kategori kaum sosialis reaksioner ini, meski kelihatan berpihak dan mencucurkan air mata karena kesengsaraan proletariat, toh ditentang secara enerjetik oleh kaum Komunis karena alasan-alasan berikut:
i. Ia berjuang untuk sesuatu yang sama sekali mustahil.
ii. Ia berusaha mendirikan kekuasaan aristokrasi, para pemilik gilda, para produsen kecil, dan gerombolan raja-raja, pejabat-pejabat, serdadu-serdadu, dan imam-imam absolut atau feodal – suatu masyarakat yang sudah barang tentu bebas dari kejahatan-kejahatan masyarakat sekarang, tapi yang telah menyebabkan kejahatan yang sama banyak, tanpa menawarkan kepada kaum pekerja tertindas prospek pembebasan melalui suatu revolusi Komunis.
iii. Segera setelah proletariat menjadi revolusioner dan komunis, kaum sosialis reaksioner ini memperlihatkan warna sejati mereka dengan segera bersatu dengan borjuasi untuk melawan kaum proletar.
[Kaum Sosialis Borjuis:]
Kategori kedua terdiri dari para penganut masyarakat masa kini yang takut akan masa depannya karena kejahatan-kejahatan yang secara niscaya telah ditimbulkannya. Karena itu, apa yang mereka inginkan adalah mempertahankan masyarakat ini sementara pada saat yang sama menyingkirkan kejahatan-kejahatan yang merupakan bagian yang inheren dengannya.
Demi tujuan ini, beberapa mengusulkan sekadar langkah-langkah kesejahteraan – sementara yang lain-lainnya tampil ke depan dengan sistem reforma yang mengesankan, yang, di bawah kepura-puraan mengorganisir ulang masyarakat, pada kenyataannya dimaksudkan untuk melestarikan fondasi-fondasi, dan dengan demikian kehidupan, masyarakat yang ada sekarang.
Kaum Komunis harus dengan tiada henti berjuang melawan kaum sosialis borjuis ini, karena mereka bekerja untuk musuh-musuh kaum Komunis dan melindungi masyarakat yang ingin digulingkan kaum komunis.
[Kaum Sosialis Demokratik:]
Akhirnya, kategori ketiga terdiri dari kaum sosialis demokratik yang menyokong beberapa kebijakan yang dianjurkan kaum Komunis, sebagaimana digambarkan dalam Pertanyaan 18, tapi bukan sebagai bagian dari transisi menuju Komunisme, melainkan sebagai kebijakan-kebijakan yang mereka percaya akan memadai untuk menghapuskan kesengsaraan dan kejahatan-kejahatan masyarakat masa kini.
Kaum sosialis demokratik ini entah kaum proletar yang belum begitu jelas tentang syarat-syarat pembebasan kelas mereka, atau perwakilan-perwakilan borjuasi kecil, suatu kelas yang, sebelum pencapaian demokrasi dan kebijakan-kebijakan sosialis yang diajukannya, memiliki banyak kesamaan kepentingan dengan proletariat.
Karena itu, dalam momen-momen aksi, kaum Komunis akan diharuskan untuk tiba pada suatu persetujuan dengan kaum sosialis demokratik ini, dan secara umum mengikuti sejauh mungkin suatu kebijakan bersama dengan mereka – dengan syarat kaum sosialis ini tidak melayani borjuasi penguasa dan menyerang komunis.
Jelaslah bahwa bentuk kerjasama dalam aksi ini tidak mengesampingkan diskusi tentang perbedaan-perbedaan yang ada.
Sikap ini berbeda di negeri-negeri yang berbeda.
Di Inggris, Prancis, dan Belgia, di mana borjuasi memerintah, kaum komunis masih memiliki suatu kepentingan bersama dengan berbagai partai demokratik, suatu kepentingan yang menjadi semakin besar ketika semakin dekat langkah-langkah sosialis yang mereka dukung mendekati tujuan-tujuan kaum Komunis – yakni, semakin jelas dan pasti mereka merepresentasikan kepentingan-kepentingan proletariat dan semakin mereka bergantung pada proletariat untuk dukungan. Di Inggris, misalnya, kaum Chartis[10] kelas-pekerja sangat dekat dengan kaum Komunis ketimbang kaum demokrat borjuis-kecil atau yang dikenal sebagai kaum Radikal.
Di Amerika, di mana sebuah konstitusi demokratik telah ditegakkan, kaum komunis harus membuat tujuan bersama dengan partai yang akan menggunakan konstitusi ini untuk melawan borjuasi dan menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan proletariat – yakni, dengan kaum Reformis Nasional agraria[11].
Di Swiss, kaum Radikal, kendati suatu partai yang beragam, adalah satu-satunya kelompok yang dengannya kaum Komunis bisa bekerja sama, dan, di antara kaum Radikal ini, kaum Vaudois dan Genevese adalah yang paling maju.
Di Jerman, akhirnya, perjuangan yang menentukan sekarang adalah perjuangan antara borjuasi dan monarki absolut. Karena kaum Komunis tidak bisa memasuki perjuangan menentukan antara mereka dan borjuasi hingga borjuasi berkuasa, karena itu kaum Komunis berkepentingan untuk membantu borjuasi berkuasa sesegera mungkin agar bisa menggulingkannya secepat mungkin. Karena itu, melawan pemerintahan-pemerintahan, kaum Komunis harus terus mendukung partai liberal radikal, dengan waspada menghindari penipuan-penipuan dari kaum borjuasi dan tidak jatuh ke dalam janji-janji memikat tentang faedah-faedah yang konon akan dibawa oleh kemenangan borjuis bagi proletariat.[12] Faedah satu-satunya yang akan diambil proletariat dari suatu kemenangan borjuis akan terdiri dari:
i. berbagai konsesi yang akan memfasilitasi penyatuan proletariat menjadi sebuah kelas yang erat-berpadu, layak bertempur, dan terorganisir; dan
ii. kepastian bahwa, setelah monarki-monarki absolut jatuh, perjuangan antara borjuasi dan proletariat akan dimulai. Dari hari itu dan seterusnya, kebijakan kaum Komunis akan sama dengan yang sekarang di negeri-negeri di mana borjuasi sudah berkuasa.
Catatan kaki berikut berasal dari edisi bahasa Mandarin dari Selected Works of Marx and Engels ([Pilihan Karya Marx dan Engels], yang diterbitkan di Peking oleh Foreign Languages Press, 1977), dengan tambahan-tambahan editorial oleh marxists.org.
[1] Tanya-Jawab, seperti dalam tradisi Kristen Barat dalam rangka mengajarkan pokok-pokok kepercayaan kepada calon anggota jemaat atau calon penerima sidi atau baptisan. [Pent.]
[2] Dalam karya-karya yang mereka tulis dalam periode-periode yang lebih belakangan, Marx dan Engels mengganti “sale of labour” (penjualan kerja), “value of labour” (nilai kerja), dan “price of labour” (harga kerja), sebagaimana digunakan di sini, dengan konsep-konsep yang lebih akurat yang diperkenalkan pertama kali oleh Marx, yakni “sale of labour power” (penjualan tenaga kerja), “value of labour power” (nilai tenaga kerja), dan “price of labour power” (harga tenaga kerja).
[3] Gilda adalah sebuah asosiasi pengrajin atau pekerja terampil (tukang tenun, tukang batu, pekerja gelas, tukang kayu, pandai besi, dsb.) yang biasa ditemui pada zaman Abad Pertengahan di kota-kota medieval. Lewat gilda ini, para pengrajin saling menolong dan melindungi pekerjaan dan cabang industri mereka dari persaingan. Dengan bangkitnya kapitalisme, gilda-gilda ini perlahan-lahan menghilang karena kalah bersaing dengan sistem pabrik yang jauh lebih produktif dan efisien. [Ed.]
[4] Dalam manuskrip, di sini Engels meninggalkan setengah halaman kosong. Draft of the Communist Confession of Faith memiliki jawaban atas pertanyaan yang sama.
[5] Kaum baron adalah pemilik tanah pada zaman feodal. Kaum hamba dan keluarga mereka terikat pada kaum baron dan tanahnya. Mereka diharuskan menggarap tanah milik tuan mereka dan melakukan kerja-kerja lain untuk tuan mereka selama sebagian dari waktu mereka, dan baru setelah itu mereka dapat menggarap tanah milik mereka sendiri. Mereka tidak boleh meninggalkan tanah mereka tanpa seizin tuan mereka. Mereka juga harus siap menjadi prajurit dan pergi berperang untuk tuan mereka. [Ed.]
[6] Emigran yang dimaksud di sini adalah kaum kapitalis, tuan tanah, dan penguasa kaya yang melarikan diri dan membawa kabur kekayaannya ke luar negeri. [Ed.]
[7] Kaum borjuasi menuduh bahwa Komunisme akan menciptakan masyarakat di mana perempuan akan dibagi-bagi di antara laki-laki, yang disebut juga oleh mereka sebagai “komunitas perempuan”. [Ed.]
[8] Catatan Engels “bleibt” (tidak berubah), jelas merujuk pada jawaban yang tercantum dalam Draft Juni di bawah Pertanyaan 21.
[9] Serupa dengan itu, ini merujuk pada Pertanyaan 23 Dalam draft Juni.
[10] Kaum Chartis adalah para partisipan dalam gerakan politik kaum pekerja Inggris yang berlangsung dari 1830-an hingga pertengahan 1850-an. Mereka mengadopsi People’s Charter (Piagam Rakyat) sebagai slogan, dan menuntut hak pilih universal dan serangkaian syarat yang menjamin hak-hak memilih bagi semua pekerja. Lenin mendefinisikan Chartisme sebagai “gerakan revolusioner proletarian pertama yang luas, sungguh-sungguh massal, dan terorganisir secara politis” (Collected Works, Eng. ed., Progress Publishers, Moscow, 1965, Vol. 29, p. 309.) Keruntuhan gerakan Chartis disebabkan oleh menguatnya monopoli industrial dan komersial Inggris dan suap kepada lapisan atas kelas pekerja ("aristokrasi buruh") oleh borjuasi Inggris dari super-profit yang mereka raih. Kedua faktor ini bermuara pada menguatnya tendensi-tendensi oportunis dalam strata aristokrasi buruh ini, sebagaimana terungkap, secara khusus, dalam penolakan para pemimpin serikat buruh untuk mendukung Chartisme.
[11] Barangkali suatu rujukan pada National Reform Association (Asosasi Reforma Nasional), yang didirikan pada 1840-an oleh George H. Evans, dengan markas besar di New York City, yang mempunyai motto, “Vote Yourself a Farm” (Berikanlah bagi dirimu sendiri suara untuk sebuah lahan pertanian).
[12] Sejarah membuktikan bahwa ternyata kaum borjuasi Jerman tidak mampu mengemban tugas-tugas revolusi demokratik. Pada 1848, setahun setelah “Prinsip-Prinsip Komunisme” ditulis, serangkaian revolusi meledak di Eropa. Di Jerman, awalnya Marx dan Engels mengira bahwa kaum borjuasi Jerman akan mampu menumbangkan monarki Jerman dan mendirikan sebuah republik demokrasi borjuis. Akan tetapi ternyata kaum borjuasi Jerman lebih takut pada kaum proletar daripada kekuatan-kekuatan feodalisme. Mereka justru memainkan peran kontra-revolusioner dan segera mengkhianati revolusi 1848 di Jerman. Dari pengalaman ini, Marx menyimpulkan di dalam artikelnya “Kaum Borjuasi dan Kontra-Revolusi” yang ditulisnya pada 1848 setelah pengkhianatan kaum borjuasi Jerman:
“Kaum borjuasi Jerman tumbuh dengan begitu malas, ragu-ragu, dan lambat, sehingga ketika ia berhadap-hadapan melawan feodalisme dan absolutisme, dia melihat dirinya berhadap-hadapan pula dengan kaum proletariat dan semua lapisan kelas menengah yang kepentingan-kepentingan dan gagasan-gagasannya serupa dengan kaum proletariat. Dan kaum borjuasi Jerman menemukan tidak hanya satu kelas di belakangnya, tetapi seluruh Eropa menentangnya. Tidak seperti kaum borjuasi Prancis pada 1789, kaum borjuasi Prusia, ketika mereka menghadapi monarki dan aristokrasi, yakni para perwakilan dari masyarakat yang lama, bukanlah sebuah kelas yang berbicara atas nama seluruh masyarakat modern. Ia telah menjadi semacam estate (kelompok sosial), yang berseberangan dengan Monarki dan juga dengan rakyat, yang ingin melawan keduanya, ragu-ragu terhadap keduanya, karena ia selalu melihat kedua kubu ini (Monarki dan rakyat) di depannya atau di belakangnya. Sejak awal ia sudah cenderung untuk mengkhianati rakyat dan berkompromi dengan para perwakilan masyarakat yang lama, karena dia sendiri adalah bagian dari masyarakat yang lama.”
Inilah yang menjadi cikal bakal dari teori Revolusi Permanen yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Trotsky, yakni bahwasanya kaum borjuasi sudah tidak lagi memiliki karakter revolusioner yang memungkinkannya untuk memenuhi tugas-tugas revolusi demokratik, dan oleh karenanya tugas ini jatuh ke tangan kaum proletariat. [Editor]